"Gue tunggu lo di ruang OSIS kayak biasanya, lagi ada kerjaan gue." Pamit Freen pada Becky, sembari dirinya memakaikan jaket hitamnya dan menggendong tas ransel besar nan beratnya seperti akan pindah rumah.
"Oke, video lomba uks gue setelah ini selesai kok." Sahut gadis manis itu.
Freen berjalan menuju ruang OSIS yang berada di lantai satu. Ruangan ini terletak di sebelah ruang BK. Tak terlalu luas dan tak terlalu sempit. Dinding berwarna putih itu seakan menampikan kesan elegan dan estetika. Dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas mahal seperti dua AC, dua kipas angin gantung, sofa panjang dan meja-meja khusus sesuai divisi masing-masing. Jangan lupakan wifi gratis khusus anggota OSIS. Sehingga banyak beberapa dari anggota OSIS mebghabiskan waktu istirahat mereka di ruangan ini.
Freen meletakkan tas beratnya di sudut ruangan. Memilih beberapa berkas-berkas penting yang harus ia kerjakan sambil menunggu Becky selesai dengan urusannya. Data-data itu selalu membuat kepalanya pening semalaman. Ia harus menghitung jumlah uang yang harus ia setorkan besok kepada sekolahnya. Oleh karenanya ia membutuhkan konsentrasi lebih hanya untuk menghabiskan waktunya menatap deretan angka-angka disana.
Detik demi detik, menit demi menit berlalu, gadis yang ditunggunya tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Freen melihat jam tangan rolex kw miliknya yang menunjukkan pukul 5 sore. Tiga puluh menit lagi gerbang sekolahnya akan ditutup oleh penjaga sekolag sehingga ia bergegas mencari keberadaan Becky --mengajaknya ke penjual boba sesuai janji.
Nafasnya memburu cepat lantaran ia melihat Becky bersama teman cowoknya, Billy. Ia mengeraskan rahangnya juga menambah kekuatan kepalan tangannya. Menahan amarah yang bergejolak nyala. Freen tidak mengerti mengapa ia bisa merasakan rasa amarah yang begitu bergejolak ketika melihat Becky dengan seorang cowok.
"Beck, ayo pulang!" ajak Freen dingin. sayangnya gadis itu tak mebggubris keberadaannya.
Hal itu membuatnya semakin geram, "jadi berangkat gak?" tanya Freen menahan amarahnya yang bisa saja meledak kapanpun.
"Jadi! Bentar, Freen." Gadis itu kembali melanjutkan pembicaraannya dengan lelaki itu setelah membalas Freen.
Tak ingin terlalu melukai hatinya, Freen berjalan terlebih dahulu ke tempat parkiran untuk mengambil motornya. Becky akhirnya datang menghampiri Freen setelah gadis kelinci itu menghabiskan waktunya sepuluh menit hanya untuk menunggu kedatangan gadis itu.
"Freeennn..." Panggil Becky dengan suara manjanya. Freen menghiraukan panggilan Becky, ia terlalu kesal dengan sikapnya.
"Lo marah ya?" Tanya gadis itu sembari menoel-noel pipi gembul Freen. Namun, Freen sama sekali tak meresponnya --sengaja.
"Maaf yaa.." Ucap gadis itu lalu memeluk erat Freen. Perlakuannya mampu membuat yang lebih tua tak sanggup menahan senyumnya. Namun tetap, Freen tetaplah Freen, pemilik gengsi terbesar di bumi ini. Ia hanya mengangkat sedikit sudut bibirnya --tak ingin membuat gadis dibelakangnya mengetahui itu.
"Freennn... Ihh.. Jangan marah dongg. " rengek yang lebih muda. Kali ini, Freen tak bisa menahannya, ia tergelak keras menandai berakhirnya perang dingin ini. Dilihatnya wajah gadis itu masam membuat Freen semakin menambah tawanya.
Selama perjalanan menuju toko minuman boba itu, Becky memeluk erat perut ramping milik Freen --merajuk. Freen mengelus lembut jemari lentik milik gadis blesteran Inggris itu, ingin membuatnya nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Pain [Oneshoot; Freenbecky]
Teen Fiction"Kamu indah, layaknya bunga mawar merah yang menarik perhatian semua orang untuk sekedar mengagumi keindahan pesonamu. Tapi terkadang aku lupa, bahwa kau bisa menancapkan durimu padaku kapan saja. Beruntungnya, aku selalu menganggap luka itu keindah...