Semenjak rumor itu tersebar, semua murid bahkan guru-guru pun menjauhi Freen, menganggap Freen adalah seorang yang tak berguna. Seakan ia tak pernah memberikan konstribusi apapun dari prestasinya. Freen yang dikenal dengan murid teladan kesayangan itu seketika hancur lebur. Seperti tak ada sisa dari pecahannya, ia benar-benar dianggap hilang oleh yang lainnya.
Bruk!
Freen terjerembab jatuh setelah tak sengaja melewati kaki seorang temannya. Mereka menertawakan Freen dengan sangat hebatnya."Hahaha... Si lesbong jatuh nih ges."
Buk!
Satu tendangan berhasil dilayangkan oleh Orn pada perut Freen."Akh!" pekik Freen terkejut, ia lantas menutupi bagian vitalnya dengan kedua tangannya. Ketika pukulan-pukulan dari teman-temannya mendarat di seluruh bagian tubuhnya tak peduli seberapa banyak rintihan Freen untuk menghentikan aksi mereka.
"Bangun Lo!" Suruh Orn tak terelakkan. Ia menarik paksa kedua tangan Freen.
PLAKK!
Suara tamparan itu menggema ke seluruh ruangan kantin. Seharusnya kelakuan Orn menjadi sorotan semua orang. Tetapi, mereka mengabaikan kegiatan busuk ini. Mereka memilih menulikan telinga mereka ketika mendengarkan suara kesakitan Freen.Memang siapa yang mau membela seorang lesbian seperti dirinya?
Teman-teman Orn sangat suka menarik rambut hitam Freen yang berkilau indah itu, sejak dulu mereka selalu iri dengan segala hal yang dimiliki oleh Freen. Rambutnya hitam legam berkilau indah bak kilauan berlian yang diterpa oleh cahaya matahari, pahatan wajah yang sempurna tanpa cacat sedikitpun membuat mereka membenci keberadaan Freen.
Freen mendapatkan segalanya, keluarga harmonis, juara di bidang akademik dan non-akademik, dicintai para guru. Siapa yang tak ingin menjadi dirinya yang sempurna tanpa celah ini?
"Lo lihat sekitar lo Freen, mereka gak peduliin lo lagi. Lo udah gak dianggap ada Freen." Bisik Orn sebelum tubuhnya terdorong ke belakang, beruntung teman-temannya sigap menahan dirinya.
Seseorang yang telah mendorong Orn membantu Freen untuk berdiri. Memastikan gadis kelinci itu baik-baik saja. Orn menatap nyalang kearah orang itu. Karena telah mengganggu kesenangan dirinya.
"Apa-apaan sih lo Beck! Ganggu gue aja!" Protes Orn pada gadis bule itu dengan nada kesal. Ia melipat kedua tangannya di dada.
"Lo yang apa-apaan?! Gak usah buli dia bisa kan?"
"Yok Freen!" Seperti biasa, Becky menggandeng tangan Freen dengan lembut agar tak melukai kelincinya. Gadis kelinci itu membiarkan dirinya mengikuti Becky seraya menundukkan pandangannya dari orang-orang yang memandangnya rendah.
Becky membawa Freen ke UKS, menyuruh Freen untuk duduk di bankar UKS. Berhubung ia memang kader UKS sehingga dengan lihai ia mengerjakan tugasnya. Mengambil kotak p3k dan membawanya di ranjang Freen. Gadis bule itu dengan telaten mengobati luka Freen.
"Kenapa Beck? Kenapa lo gak jauhin gue?" tanya Freen memecah keheningan diantara keduanya.
"Sstt... Diem... Ntar luka lo makin lebar." Ujar Becky masih fokus dengan aktivitas favoritnya.
Keheningan kembali melanda keduanya. Tanpa sadar, jarak antara Freen dan Becky mulai terkikis. Wajah Becky hanya berjarak 5 centi dari wajah Freen. Lagi-lagi, Becky berhasil membuat jantung Freen memberontak gila, sesak. Menyesakkan ketika ia menyadari bahwa ia dan Becky takkan pernah bersama setelah ini. Karena 'mereka' berusaha mati-matian untuk memisahkan keduanya.
"Thanks." Ucap Freen setelah Becky mulai membereskan p3knya.
"Mulai kapan mereka ngelakuin ini sama Lo?" Tanya Becky tanpa menjawab ucapan terimakasih dari Freen.
"Hari ini... Gue takut, Beck..." Freen menundukkan kepalanya dalam-dalam, tak ingin gadis yang dicintainya melihatnya lemah seperti ini, "gue khawatir, besok mereka kembali berulah."
Becky membawa Freen dalam pelukan hangatnya. Memberikan gadis itu kehangatan dan ketenangan bahwa besok akan baik-baik saja, "Gak pa pa Freen. Esok bakal baik-baik saja. Jangan nemikirkan yang belum terjadi, itu akan membuatmu terbebani." gadis bule itu mengelus lembut punggung Freen. Meyakinkan kelincinya bahwa besok akan baik-baik saja.
"Aku harap begitu..." Becky ingin melepas pelukan mereka, namun Freen menahan punggung Becky, "Bentar, biarin kek gini dulu." Setelah puas memeluk Becky --mencari ketenangan dalam hangatnya pelukan, Freen melepas pelukan mereka.
Ia tersenyum kearah Becky, "Makasih banyak untuk hari ini."
Becky mengangguk, tangannya terangkat untuk membelai lembut puncak kepala Freen --kebiasan Freen sebelumnya ketika ia lelah. Tapi, Freen hanya meminta ini hanya pada Becky saja, tidak kepada yang lain. Karena orang-orang mengenal Freen adalah sosok yang dingin dan cuek.
***
Mereka berdua kembali ke kelas mereka. Tidak bergandengan tangan seperti kebiasaan mereka sebelumnya. Mereka berdua mulai membatasi kebiasaan mereka saat awal bertemu --saat cerita awal dimulai. Entah siapa yang memulai membangun dinding diantara keduanya. Freen sungguh tak ingin mencoreng image gadis bule itu di depan semua murid akibat adanya rumor yang beredar tentang dirinya. Ia tak ingin Becky masuk dalam permasalahan pribadinya.
Pembelajaran berlanjut seperti biasanya. Dengan kondisi kelas yang lebih damai dan tentram sebab para murid sudah menuju alam mimpinya masing-masing. Hanya beberapa dari mereka yang masih terjaga dari rasa kantuk yang menyerang hebat. Termasuk Freen yang menahan kedua kelopak matanya dengan jari telunjuk dan jari jempolnya.
Beruntungnya guru agama mereka tidak terlalu mempermasalahkan anak-anak yang tertidur saat pelajaran berlangsung. Karena prinsip beliau adalah 'YMMA (Yang Mau Mau Aja)'
"Baiklah, sampai sini ada yang mau ditanyakan?" Tanya pak Saint selaku guru agama mereka.
Mendengar kata penutup ini, seluruh murid terbangun dari tidur cantik mereka. Saat ingin mengatakan tidak. Seperti biasa, Freen akan selalu bertanya. Hal ini tentu mengundang tatapan tajam dari teman-teman sekelasnya. Freen tak pernah menggubris itu.
"Apakah ada yang ditanyakan murid-murid?" Ulang pak Saint seakan tak melihat angkatan tangan dari Freen. Sepertinya para guru terlalu membenci murid lesbian ini.
Seluruh murid bernafas lega, "Tidak ada pak!" seru mereka bersamaan. Freen menurunkan tangannya perlahan, perasaan sedih itu kembali menggerogoti dirinya.
"Baiklah, terimakasih atas perhatiannya." Pak Saint membereskan beberapa buku yang ia bawa lalu berjalan keluar kelas.
"Hahaha... Murid teladan tak dianggap lagi ges. Biasalah anak buangan!" Sindir Orn. Lagi-lagi ia berulah, kembali melontarkan cacian terhadap Freen.
"Yaiyalah, lesbian kayak dia siapa yang mau nganggep coba! Jadi temen dia aja gue ogah! Takut disukai sama dia, huekk!" Sahut seorang teman Orn. Sekaligus mempraktekkan ia sedang memuntahkan sesuatu --jijik.
"Kalo gak ngerendahin ya nyamain kayak sampah padahal kalian sendiri yang menjijikkan! Prestasi apa sih yang udah kalian capai sampai ngehina Freen segininya?" Sergah Becky terlampau emosi melihat perilaku teman-temannya pada Freen.
Orn terkekeh, memandang Becky remeh, "Gausah sok suci deh lo Beck! Bukannya Lo sendiri yang bilang kalau Freen itu lesbian? Lo mau dipandang sok polos dan sok baik sama dia kan? Ngaku aja lo Beck!" Ungkap Orn dengan mulut embernya tanpa rasa bersalah.
"Lagian, lo juga yang bilang kan kalau lo cuma manfaatin Freen biar lo bisa masuk ranking 3 besar!" Timpal salah satu teman Orn setuju --muak dengan topeng baik yang dipasang oleh Becky dihadapan Freen. Freen tentu sangat terkejut dengan ini. Meskipun bukan Becky yang mengatakannya secara langsung namun Freen sudah mengetahui bahwa ini memang benar adanya. Perubahan ekspresi wajah Becky sudah menjelaskan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Pain [Oneshoot; Freenbecky]
Teen Fiction"Kamu indah, layaknya bunga mawar merah yang menarik perhatian semua orang untuk sekedar mengagumi keindahan pesonamu. Tapi terkadang aku lupa, bahwa kau bisa menancapkan durimu padaku kapan saja. Beruntungnya, aku selalu menganggap luka itu keindah...