25 - Siswa Pengacau

104 11 14
                                    

Hai! I'm come back.
Ini masih menceritakan POV Senja yaa. Ada yang nungguin POV nya Harun gak nih?

Stay tune yaa, nanti bakalan ada POV Harun lagi kok. Happy reading!

***

"Arfan!"

Mendengar namanya dipanggil, siswa yang berjalan melewati meja guru piket itu langsung menoleh.

"Iya, Kakak panggil aku?"

"Ya, iya kamu, siapa lagi coba,"

Arfan menggaruk tengkuknya dan nyengir kuda. "Hehehe. Afwan ada yang bisa saya bantu, Bu Guru?"

Mendengar ucapan Arfan entah kenapa aku merasa geli sendiri. Apa aku pantas disebut sebagai guru?

"Aku minta tolong bawain infokus ini ke kelas sama laptopnya ya. Kalau berat kamu minta bantuan sama Ivan atau yang lain," ucapku.

"Oh, oke oke. Jadi nanti kita gak belajar gitu? Kita mau nonton kah?" tanya Arfan dengan raut wajah sumringah.

"Nothing, kita bakal tetep belajar. Tapi aku sengaja pake laptop karena materi yang bakal kalian catat udah dirangkum. Intinya biar kalian gak banyak nulis deh,"

Pupil mata Arfan langsung membesar. "Asyiikkk! Emang guru yang paling top nih, Kak Senja. Oke, bentar ya aku mau minta tolong Ivan dulu. Wait!"

Arfan langsung berlari kecil menuju ke kelas dan kembali bersama Ivan. Dia juga tak kalah senang ketika mengetahui jika materi yang akan dicatat tak terlalu banyak. Lagipula siswa mana yang tak senang jika materi yang dicatat tidak banyak. Apalagi jika tidak mencatat sama sekali. Ups!

Dua siswa itu segera masuk ke dalam kelas dengan membawa laptop dan infokus sebagai media pembelajaran untuk hari ini. Aku sengaja menggunakan dua benda tersebut sebagai media pembelajaran, agar siswa tak jenuh saat belajar. Juga agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

***

Setelah bel masuk berbunyi, aku langsung berjalan menuju ke kelas XI-Agama. Sebenarnya sedikit malas juga jika harus masuk ke kelas itu. Ada Harun yang selalu berisik dan membuat kegiatan pembelajaran menjadi terganggu. Perasaan anak-anak di kelas lain tak pernah ada yang bersuara jika sedang belajar.

Begitu aku membuka pintu kelas, sesuatu langsung jatuh mengenai kepalaku. Seseorang menggantungkan tong sampah di atas pintu dan jika pintu itu dibuka, maka isinya akan jatuh. Dan itulah yang sedang terjadi padaku. Seisi kelas hanya diam membisu, kecuali salah satu siswa yang langsung tertawa puas.

Seorang siswi yang bukan dari pesantren kini menghampiriku, "Ibu, gak apa-apa? Tadi kita udah coba nyegah Harun biar gak jahil sama, Ibu. Kita juga gak di bolehin ngambil tong sampah itu sama Harun."

Aku sudah menduga jika ini pasti ulah Harun, si siswa menyebalkan yang selalu mengacaukan segala keadaan.

"Udah, gapapa. Tolong di beresin aja ya," kataku lembut. Siswi bernama Anna itu menganggukkan kepala dan mengajak Livia untuk membersihkan sampah yang berserakan.

"Harun ihh kamu keterlaluan banget. Gak sopan tau!" ketus Azwa.

"Tau nih, kayak gak diajarin adab aja di pondok," sahut Asya pula.

"Iseng dikit doang gapapa kali," kata Harun enteng. "Orang tadinya aku mau jailin si Arfan. Tuh anak kan masih di luar. Tapi malah kena Kak Senja. Kakak sih masuknya gak tepat waktu,"

"Tapi ini udah bel masuk, Harun!" seruku.

"Eh, santai dong santai. Jangan ngambekan gitu dong. Masa guru ngambek," ledek Harun.

Senja Bersamamu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang