[𝐁𝐚𝐛.𝟏𝟏] 𝐓𝐞𝐦𝐩𝐚𝐭 𝐀𝐧𝐞𝐡

63 39 128
                                    

Liora, dengan perasaan berat, akhirnya harus menerima misi penting yang mengharuskannya meninggalkan desa, meski waktunya bertepatan dengan peringatan kematian orang tuanya. Baginya, peringatan itu adalah momen istimewa yang selalu ia jalani untuk mengenang kedua orang tuanya dan mendoakan mereka.

Namun, perintah adalah perintah. Sebagai seorang pendekar yang telah berjanji untuk melindungi, ia tidak memiliki pilihan selain menunda duka pribadinya demi tanggung jawab yang lebih besar. Dengan tatapan kosong, ia mengepak barang-barangnya sambil mengingat kenangan masa kecil bersama keluarga yang telah lama tiada.

"Saya mengerti, Ketua. Saya akan pergi," ucap Liora saat menerima misi itu, suaranya terdengar tegas meskipun hatinya terasa hampa.

Sebelum berangkat, ia menyempatkan diri berdiri di depan makam orang tuanya, membisikkan janji, "Maafkan aku, Ayah, Ibu. Aku tidak bisa berada di sini hari ini. Tapi aku berjanji, aku akan kembali dan membawa kabar baik."

Dengan langkah yang berat, Liora meninggalkan desa, membawa beban kenangan sekaligus tanggung jawab sebagai seorang pendekar.

Liona dan Raina melangkah memasuki Desa Duskthorn, suasana desa tampak suram. Warga terlihat sibuk menutup jendela, memperkuat pintu, dan membawa barang-barang ke ruang bawah tanah. Kecemasan jelas terpancar di wajah mereka, sementara suara gong besar yang dipukul terus-menerus memperingatkan kedatangan bulan purnama yang hanya beberapa jam lagi.

"Liona, ini gila. Kita benar-benar datang di waktu yang paling buruk," ucap Raina sambil memandang langit yang mulai menunjukkan bulannya.

"Kita tidak punya pilihan. Jika desa ini meminta bantuan, kita harus siap menghadapi apapun," jawab Liona tegas, meskipun matanya memindai keadaan sekitar dengan penuh kewaspadaan.

Desa Duskthorn, seperti yang tercatat dalam sejarah, dikenal sebagai tempat favorit para manusia serigala saat bulan purnama. Desa ini terletak di lembah yang jauh dari perlindungan kerajaan, dikelilingi oleh hutan lebat yang menjadi sarang para pemburu malam. Cahaya bulan purnama yang bebas menyinari desa hanya membuat situasi semakin berbahaya.

Seorang kepala desa yang terlihat tua dan lelah menghampiri mereka dengan tergesa-gesa.

"Kalian pendekar yang dikirim untuk membantu kami?" tanyanya dengan nada penuh harapan.

"Benar. Apa yang bisa kami lakukan untuk melindungi desa ini malam ini?" Liona menjawab dengan nada tenang, meski ketegangan terasa di udara.

"Kami sudah memperingatkan warga untuk tetap berada di dalam rumah. Tapi setiap bulan purnama, mereka selalu menemukan cara untuk masuk. Kami kehilangan banyak orang," kepala desa menjelaskan sambil menunjukkan peta desa.

Raina menatap peta itu dengan serius. "Mereka biasanya menyerang dari mana?"

"Utara, dari hutan. Tapi terkadang, mereka muncul dari arah lain. Kami tidak pernah tahu pasti," jelas kepala desa.

"Bawa kami ke tempat dengan pandangan terbaik ke arah utara," perintah Liona.

Waktu semakin berlalu, dan bayangan bulan purnama mulai terlihat di ufuk timur. Angin dingin membawa suara lolongan jauh dari hutan. Liona dan Raina menyiapkan senjata mereka, sementara gemuruh lolongan semakin mendekat.

"Malam ini akan menjadi panjang," gumam Liona, bersiap menghadapi kengerian yang akan datang.

Mata Liona dan Raina terus memindai gelapnya hutan, berusaha mencari arah pasti dari suara lolongan yang semakin mendekat. Ketegangan semakin terasa, tapi keduanya tetap berdiri teguh. Sebelum malam ini, mereka telah meminta bantuan dari beberapa pendekar terlatih yang tersebar di desa-desa sekitar untuk bergabung menjaga Desa Duskthorn. Namun, hanya kabar singkat yang diterima bahwa sebagian dari mereka masih terjebak di perjalanan tanpa alasan yang jelas.

Eternal Thirst : A Curse On The Red Moon [PEROMBAKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang