Merzes's Message (3)

1 0 0
                                    

Hari-hari terasa panjang dan suram, matahari memancarkan bayangan dua pemuda di bukit. Eliodorus berjalan lambat di padang rerumputan, tatapannya yang biasanya tegar kini dipenuhi kekhawatiran. Setiap waktu yang berlalu semakin membebani hatinya saat dia menunggu dengan sia-sia, berharap untuk melihat Grigor di cakrawala.

Hampir seminggu telah berlalu sejak terakhir kali ia menitipkan surat cintanya pada burung itu. Ketiadaan balasan dari Epimela dan senyap tanpa kepak sayap Grigor membuatnya gelisah.

Perseus tertawa keras. "Begini ya wajah orang yang tidak dapat balasan surat cinta?" kata Perseus mengolok-olok Eliodorus.

Reaksinya sangat cepat. Sikap Eliodorus yang biasanya tenang berubah menjadi kemarahan yang langka, matanya berkilat-kilat dengan campuran frustrasi dan rasa sakit. Dia menatap Perseus dengan tajam, membungkam si pemuda kekar. Ini pertama kalinya Eliodorus bersikap sekeras ini sepanjang perjalanan mereka. Biasanya Eliodorus menganggap enteng kata-kata kurang pantas Perseus karena dia tahu sifat Perseus yang urakan. Tidak kali ini. Eliodorus tidak bisa terima dengan perkataan tadi.

"Dengar ya bocah laut," kata Eliodorus menekan. "Aku telah melakukan perjalanan jauh ke berbagai tempat. Sudah tak terhitung jumlahnya surat yang aku kirim kembali ke kuil Delphi melalui Grigor. Aku tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Grigor untuk melakukan perjalanan. Sekalipun tidak ada balasan, Grigor seharusnya sudah kembali tiga hari lalu!"

Sadar telah menginjak ekor singa, Perseus mundur selangkah. "Aku hanya bercanda."

"Tidak lucu."

"Iya, iya, maaf," kata Perseus santai. Dalam keheningan yang terjadi, Eliodorus dan Perseus terus berjalan, suara langkah kaki yang menembus rerumputan mengalir di bukit itu. Beberapa puluh langkah kemudian, saat kemarahan Eliodorus telah mereda, Perseus bertanya, "Apa ini pernah terjadi sebelumnya?"

"Pernah, satu dua kali."

"Apa penyebabnya?" tanya Perseus.

"Biasanya karena cuaca buruk," kata Eliodorus datar.

"Ah, kuasa Zepter," kata Perseus.

"Ya, dan aku juga melihat tanda-tanda badai di kejauhan sejak beberapa hari lalu. Semoga saja Grigor tidak terjebak di dalamnya dan semoga saja badai itu tidak mengarah kemari."

"Semoga saja," kata Perseus. Ia lalu menengadah ke langit. "Tapi aku tidak menyangka Grigor terbang secepat itu. Sementara kita menempuh perjalanan selama berminggu-minggu sampai ke tempat antah berantah, Grigor bisa bolak-balik ke Delphi hanya dalam beberapa hari. Aku jadi iri."

"Perjalanan kita lama karena kita berputar-putar," kata Eliodorus.

"Makanya aku protes ke orakel agung! Kenapa dia tidak langsung memberitahukanku lokasi medusa? Kenapa harus ke nenek-nenek tua itu dulu? Dan mereka malah menyuruh kita ke tempat lain lagi. Entah kebun buah emas ini memang ada atau tidak!"

"Orakel agung itu orang paling sibuk di Delphi. Harusnya kau bersyukur orakel sudah memberimu petunjuk. Lagipula orakel pasti punya alasan dengan menyuruhmu mengambil rute yang panjang ini. Apalagi dia sampai mengutusku untuk menjadi 'mata'."

"Apa itu berarti dia sudah bisa melihat keberhasilanku di masa depan sehingga perlu mencatatnya dari awal?" Perseus tertawa bangga sendiri.

Eliodorus ikut tertawa, tapi mengejek. "Kau pikir hanya keberhasilan yang patut dicatat?"

"Apa maksudmu?"

"Pikir saja sendiri."

Beban ketidakpastian menyelimuti mereka berdua ketika hitam mulai berkumpul di langit. Sinar Asvollios di ujung cakrawala telah tersamarkan oleh lapisan awan. Perseus dan Eliodorus yang hendak menyudahi perjalanan hari ini dan segera membuat api unggun dipaksa melanjutkan langkah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 07, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

12 GODS (Gifts of Olympian Dragons)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang