Emergency Car

7.1K 150 12
                                    

Siang itu jam rasanya bergerak lambat sekali. Renjun yang terkapar di sofa dorm hanya dapat menghitung penanda waktu di ponselnya dengan tangan yang terus mengelus perut buncitnya. Kandungannya sudah empat puluh minggu lebih tiga hari, sudah overdue dari perkiraannya melahirkan yang harusnya dua minggu lalu. Sejak kemarin perutnya sudah berkontraksi mulas dan sialnya ia menolak tawaran manager noona untuk ke rumah sakit. Kini ia tak menyangka bahwa kontraksinya akan semakin parah sementara tidak ada satupun orang di dorm yang dapat membawanya ke rumah sakit.

"Ughhh jangan melahirkan sekarang, ssshhhh...." Ia terus merapalkan kata-kata itu sembari mengelus perut super besarnya yang sudah sangat turun. Merasa tak nyaman dengan posisinya sekarang, pria itu lantas bangkit untuk duduk. Dirinya sudah mencoba berbagai posisi dan selalu berakhir seperti ini—menyerah oleh kontraksi yang semakin hebat dan menjadi-jadi.

Ponselnya yang berada di genggaman berbunyi. Nama Jeno terpampang di sana. Sembari meringis pria itu mengangkat telfon dari sang kekasih.

"Hallo...."

"Kau sudah ke rumah sakit?"

Renjun mendengus sembari menggigit bibir bawahnya saat merasakan satu kontraksi hebat, "kau pikir aku akan ke rumah sakit sendirian huh? Anakmu mungkin akan lahir di taxi, Lee!"

Sebenarnya ide itu tidak terlalu buruk. Renjun tadi sempat berpikir untuk pergi ke rumah sakit sendiri, namun ia terlalu takut penyamarannya akan terbongkar dan orang lain akan tahu bahwa saat ini seorang Huang Renjun yang tengah hiatus nyatanya justru berkeliaran di jalan dengan perut membesar seperti orang busung lapar.

Oh tidak, itu ide yang buruk.

Pergulatan batin Renjun terintrupsi oleh suara Jeno yang tengah meminta maaf dan tampak menyesal di seberang sana. Sejujurnya itu bukan salah kekasihnya. Renjun yang memaksa Jeno untuk tetap ikut ke acara musik mingguan demi mempromosikan lagu terbaru mereka.

"Kamu masih dapat menahannya? Satu jam lagi Manager Noona akan menjemputmu ke rumah sakit."

"Ughhh...." Renjun meloloskan satu lenguhannya. Pria itu mengatur napas sembari mengelus perutnya, "aku.... Ughhh.... Aku tidak yakin. Perutku sudah mulas sekali...."

Terdengar sedikit keributan di seberang sana. Kali ini jelas sekali bahwa yang tengah memekik panik bukan hanya Jeno, tapi juga Chenle dan Jisung yang sepertinya menguping pembicaraan mereka sejak tadi.

"Baik-baik, aku akan memberi tahu Noona sekarang. Aku—yah, aku harus segera perform, Sayang. Aku akan datang bersama Noona nanti."

Sambungan telfon terputus, disusul dengan tiga pesan teks Jeno yang menunjukkan permintaan maaf dan khawatir pria itu. Renjun mengabaikannya saja, karena sejujurnya ia tak peduli. Ia hanya perlu untuk ke rumah sakit sekarang dan segera mengeluarkan bayi dari perutnya ini.

****

Renjun bangkit dari posisi berbaringnya dan merasa upaya untuk tidur siangnya tak berhasil. Sudah terhitung dua jam sejak tadi ia menelfon Jeno, dan tak lama setelahnya manager Noona memberi tahu bahwa ia akan datang. Tapi sampai sekarang belum ada satupun yang memunculkan batang hidung di dorm dan Renjun rasanya panik juga kesal.

Setelah memaksakan diri memasak makan siang, pria hamil itu duduk di kursi makan yang terasa sempit sembari mengatur napasnya yang sudah tersenggal. Jarak kontraksinya semakin sempit dan ia rasanya tak memiliki cukup banyak waktu untuk bernapas.

"Ughh... huh.... Huh... huh.... Ughhh jangan lahir dulu sekarang, Nak. Ohhh enghhh—"

"Renjun, kami datang!"

Ejanan tertahan Renjun terhenti saat sebuah suara muncul dari inter-come dorm. Dengan kesusahan pria itu bangkit dari duduknya lantas berjalan menuju pintu. Manager noona dan Jeno muncul dengan wajah panik dan pucat mereka.

MPREG NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang