365 Days (3)

6.5K 176 34
                                    

Tolong komennya lebih apresiatif dan ga cuma nanya atau nyuruh update doang ya

.

.

.



Renjun mengatur napasnya sembari mengelus perutnya yang terasa mulas akibat tendangan dari bayi-bayinya di dalam sana. Jam sudah menunjukkan waktu makan siang, dan ia rasanya malas luar biasa untuk sekedar mengambil camilan di kulkas. Perutnya yang sudah sangat besar benar-benar membatasi pergerakannya, meski omega hamil itu tahu bahwa ia harus banyak bergerak untuk merangsang kontraksi yang satu bulan ini ia nanti dengan penuh harap dan frustasi.

Yap, sudah satu bulan sejak ia merasakan kontraksi palsunya, dan kini perutnya masih terus berkembang besar di usia kehamilan empat puluh dua.

Bel rumahnya berbunyi dan Renjun tahu siapa yang datang. Ibu hamil itu memaksa untuk bangkit dari duduk dengan tangan yang sudah menadah perut beratnya. Ia jatuh terhuyung saat hilang keseimbangan dan mendarat kasar di sofa.

"Awww shhh...."

Bayi di dalam perutnya semakin bergerak brutal akibat goncangan yang baru saja terjadi. Renjun duduk sejenak sembari mengusak perutnya dan mengatur napas. Hal yang seperti ini sudah sering terjadi di usia kehamilannya yang semakin tua.

"Aku kira kamu akan membukanya saat jam makan malam," Sindir Haechan, waktu sahabatnya itu membukakan pintu dengan wajah masam. Renjun yang mendengar itu merotasikan mata malas lantas menunjuk perut besarnya.

"Kau pikir mudah bergerak dengan perut sebesar ini huh?"

"Sabar-sabar!" Jaemin melerai pertengkaran sengit itu lantas memimpin jalan tanpa peduli bahwa rumah yang ia masuki bukanlah rumahnya sendiri, "aku dan Haechan ke sini ingin mengajakmu makan siang. Mungkin udara luar bagus supaya kamu tidak terlalu stress memikirkan kehamilanmu."

Kedua sahabatnya jelas mengerti bahwa omega hamil ini butuh hiburan dan udara segar. Renjun mempertimbangkan barang sesaat, merasa kondisinya tak memungkinkan untuk pergi. Meski demikian, ia juga merasa butuh suasana baru dan makanan enak—yang biasanya dapat mengubah suasana hatinya menjadi lebih baik.

"Bagaimana kalau aku tiba-tiba kontraksi?" tanyanya, membuat mata Haechan berbinar-binar tiba-tiba.

"Justru itu." Ujar omega berkulit tan itu, dengan sumringah, "biasanya—ini kalau aku lihat di film-film, orang hamil suka tiba-tiba melahirkan di situasi yang tak terduga—misalnya di mobil, di rumah makan, di acara pernikahan orang—"

"Dan kami berniat untuk mencoba kemungkinan itu." Jaemin ikut menimpali. Omega itu menampilkan senyuman lebar sementara Haechan mengangguk-angguk semangat. Renjun yang mendengar itu hanya dapat melongo lantas tertawa frustasi, merasa terhibur sekaligus miris dengan kebodohan dua sahabatnya—yang sialnya selalu kompak untuk ide-ide konyol seperti ini.

"Kalian gila ya?!"

"Tidak sama sekali." Jaemin membela diri. Ia sudah lebih tenang dibandingkan Haechan yang masih tampak bersemangat dan menggebu-gebu.

"Coba pikir, barangkali bayi-bayimu akan merasa terpancing untuk lahir di situasi dan tempat darurat. Aku sanksi mereka memang tidak ingin lahir di rumah dalam situasi yang nyaman dan aman seperti ini."

"Tapi tetap saja, membayangkannya membuatku ngeri!"

Renjun berkata sembari mengelus-elus perut super besarnya. Tiba-tiba saja ia meringis saat membayangkan bahwa ia harus melahirkan di lantai sebuah mall, atau di kursi gereja saat pemberkatan pernikahan seseorang.

"Melahirkan di rumah sakit saja sudah berbahaya buat omega seperti kita, apalagi di luar?"

Ya, salah satu alasan mengapa Renjun tidak melahirkan di rumah sakit adalah karena maraknya kasus penukaran bayi werewolf yang akhir-akhir ini menjadi pemberitaan hangat. Banyak oknum-oknum perawat maupun dokter yang tergabung dalam proyek riset illegal dimana mereka menjadikan bayi werewolf sebagai uji coba untuk penelitian mereka. Renjun rasanya tak sampai hati membayangkan apabila hal itu terjadi pada dirinya.

MPREG NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang