Keran tua,
Teramat kusam dan memudar
Membendung tetesan air dari bibirnya
Dengan sabar menanti, lalu mengalir, dan jatuh ke permukaan yang sudah basahPohon yang tertunduk selalu
Sesekali bergoyang saat angin bangkit berseru
Karena dedaunan yang kian bertambah
Pun membuatnya begituArakan awan kelabu sudah jenuh menunggu
Barangkali bosan sehingga gaung guntur meletup pecah; menunjukkan marahnya
Dan anak-anak sekolah melintas
Hitam putih, berseragam rapi
Sedang berlatih baris-berbarisPutih abu tak kan berselang lama
Setengah tahun lagi waktuku
Sebentar, bukan?
Dan segalanya terus berlalu
Dan segalanya kan berganti seiring waktuDedaunan yang lebat,
Tetesan air keran yang pelan,
Kucing kecil yang penuh penasaran,
Siswa-siswa berpakaian hitam-putih berkilat,
Dan pilar abu yang kokoh ini,
Hanya saksi bisu
Tanpa tahu perasaanku, yang meredup dan pelan-pelan menjadi senduInilah akhir,
Akhir masa jabatanku
Akhir masa keanggotaanku
Akhir dari masa baktiku
Dan inilah awal,
Awal perjalanan baruku
Awal kisah baru dalam lembaran hidupku
Awal dari pengembaraan yang kian panjangKisah ini diakhiri dengan hujan turun
Dengan seruan guntur
Dan dengan daun-daun yang gugur
KAMU SEDANG MEMBACA
Buttereads (Antologi Puisi)
PoetryPuisi tak selalu biru, sajak tak selalu senja, apalagi warnanya yang tiba-tiba tampak jingga. Bukankah begitu?