Satu

3.7K 308 24
                                    

Waktu istirahat adalah jam yang paling ditunggu oleh seluruh murid sekolah. Selain karena mereka bebas akan tekanan belajar, mereka juga bebas berkeliaran.

Rata-rata dari mereka memilih menghabiskan waktu di kantin atau keluar lingkungan sekolah. Namun sepertinya berbeda dengan tiga orang pemuda yang kini berada di depan kelasnya, duduk di bangku menggoda siswi yang lewat atau siswa lain yang terlihat menarik untuk digoda.

"Kiw, kiw! manis!"

Plak!

"Aduh, apa sih!"

"Dia murid baru tadi pagi, njing! lo jangan gitu."

"Kelas berapa? kok gue ga tau?"

"Masih kelas X."

"Berisik!"

Dua pemuda yang tadinya memberikan atensi pada pemuda pendek yang katanya murid baru itu lantas menoleh pada temannya yang duduk paling anteng, "Sensi amat sih, Wa."

Yang dipanggil 'Wa' menatap tajam temannya, pemuda yang paling tenang di antara mereka. Anti rusuh.

"Eh tapi, tunggu! kenapa dia di koridor kelas XI?" salah satu dari mereka kembali bersuara, masih sangat penasaran dengan sosok murid baru pendek itu. Jika dikatakan anak SMA terlalu kecil. Eh!

"Tersesat?"

"Kemungkinan sih iya, Wa. Dia murid baru 'kan, juga ini sekolah gede. Mana tuh anak sendirian."

"Wa, lo mau ke mana?"

Pemuda itu tampak mengacuhkan pertanyaan temannya, ia beranjak dengan netra yang terpusat pada seorang yang meremat tangannya, terlihat sedikit gugup dan tidak nyaman.

Setelah berjarak kurang lebih satu meter, ia berucap, "Hey?"

Sang empu terperanjat, mengangkat wajahnya menatap pemanggil yang memiliki suara cukup tenang.

"Tersesat?"

Bukannya menjawab, mulut kecil itu malah tertutup rapat. Netra anak itu bergulir gelisah.

"Eh itu, murid baru yang katanya bisu 'kan?"

"Kenapa dia di sini?"

"Caper kali!"

"Udah bis-"

Pemuda itu yang menyadari ada hal yang tidak beres menatap tajam sekitar, membuat beberapa murid yang tadinya berisik menjadi terdiam.

"Ayo," ia meraih tangan kecil yang masih bertaut itu, menuntun adik kelasnya untuk mengikuti langkahnya.

"Jaegar, kakak..."

Kali ini ganti pemuda itu yang terkejut, refleks ia menghentikan langkahnya karena suara lirih yang terdengar setelah beberapa saat mereka berjalan meninggalkan keramaian.

"Sadewa." Balasnya setelah beberapa saat.

"Laksamana Sadewa." Ulangnya yang mendapat anggukan dari si adik kelas.

"Aku ga bisu."

Sadewa tersenyum tipis, "Iya. Ga bisu." Balasnya menepuk pucuk kepala anak itu menggunakan tangan kirinya karena tangan kanannya masih menggenggam tangan yang lebih kecil.

"Ayo jalan lagi. Sebentar lagi sampai taman." Lanjut Sadewa.

Jaegar, anak itu mengikuti Sadewa dengan perasaan yang lebih tenang karena sudah mengetahui dirinya akan dibawa ke mana.

Sesampainya mereka di taman, Sadewa mengode Jaegar untuk duduk. Mereka duduk berdampingan dengan pandangan lurus ke depan.

"Udah makan?" tanya Sadewa membuka percakapan.

Jaegar hanya menggeleng tanpa membuka suara.

"Mau makan apa?"

"Aku tidak jadi lapar."

Sadewa mengangkat alisnya mendengar jawaban yang sedikit menggelitik.

"Kenapa?"

"Mereka menyebalkan. Aku tidak bisu, aku cuma malu." Jelas Jaegar tanpa sadar.

Wajah anak itu menggebu, alisnya hampir menyatu karena kesal.

"Malu?"

Jaegar menoleh, raut kesalnya membuat Sadewa hampir tertawa jika saja suasananya tepat. Tapi sekarang, jika ia kelepasan tertawa maka dapat dipastikan mood anak di depannya ini makin buruk.

"Suaraku, jelek."

"Siapa bilang?" Sadewa mengerutkan keningnya heran, lalu tidak lama ia terkekeh kecil, "suara lo, lucu."

"Kaya orangnya."

.

.

.

.

.

Tbc.

Minggu, 10 Desember 2023.

KarunasankaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang