.
.
.
Suasana duka lekat menyelimuti rumah besar keluarga Wang. Silih berganti para pelayat menghampiri putra sulung di keluarga taipan itu untuk mengucap bela sungkawa.
Derap langkah di tengah keheningan cukup membuat setiap orang di dalam sana menoleh penasaran.
"Ge ...."
"Yibo." Senyum yang sudah dua hari hilang itu akhirnya terbit seiring kemunculan sosok manis yang kini erat memeluk tubuhnya.
Beberapa menit saling mendekap, keduanya larut dalam suasana haru setelah sekian tahun terpisah jarak.
"Istirahatlah, kau pasti lelah setelah penerbangan panjang. Nanti sore kau bisa bergabung dalam proses kremasi ayah."
Yang lebih muda hanya mampu mengangguk patuh meski tak rela dengan pelukan yang terurai.
Proses kremasi telah selesai satu jam yang lalu. Satu per satu sanak kerabat mulai meninggalkan kediaman Wang. Hingga lengang menyisakan seorang adam yang kini sibuk dalam lamunan. Memandang teduh pada foto pria paruh baya yang tengah menyunggingkan senyum penuh wibawa.
Mungkin lelaki dalam foto itu memang bukan ayah kandungnya, tapi sekalipun Zhan tak merasakan perbedaan kasih sayang yang didapat antara ia dan sang adik yang notabenenya merupakan anak kandung sang ayah. Kehilangan seorang ibu di usia muda tak membuat mereka berdua juga merasa kehilangan kasih sayangnya. Wang Xueming adalah sosok yang sempurna sebagai ayah sekaligus ibu.
"Teh hangat?" Aroma teh hijau yang khas menguar dari cangkir porselen yang diberikan Yibo membuyarkan lamunannya.
"Terimakasih," ucap Zhan kemudian menyesap tehnya. "Bagaimana Carolina? Menyenangkan?"
"Biasa saja, tidak ada yang benar-benar istimewa."
Segaris senyum tercetak mendengar ucapan itu. Dari dulu adiknya ini memang tidak pernah berubah. Selalu dingin dan tak acuh pada orang-orang sekitar.
"Aku turut berduka cita atas kematian tunangan Gege. Maaf kemarin tidak bisa pulang." Wajahnya yang datar sebenarnya sama sekali tidak cocok dengan ucapan belasungkawa tersebut.
"Tidak apa-apa. Kau pasti sedang sibuk di sana. Lagipula ... ini bukan yang pertama kalinya kan?" Segurat senyum sendu menghiasi wajah tampan Zhan saat memori itu kembali berputar.
Xiao Zhan, sulung keluarga Wang yang selalu dielu-elukan ketampanan juga kecerdasannya. Namun di balik bersinarnya nama itu, ada sisi gelap yang membuat banyak orang tak berani melangkah melebihi batas.
Julukan 'Pria Terkutuk' yang tersemat di belakang namanya selama bertahun-tahun bukanlah tanpa alasan. Tak hanya satu dua orang yang sudah merasakan kekejaman 'kutukan' itu. Bagaimana kesialan bahkan kematian tak segan menghampiri siapapun yang menjalin hubungan romantis dengannya.
Namun meski dengan sebutan Xiao Zhan si Pria Terkutuk, tak membuat beberapa orang takut. Salah satunya adalah putri bungsu keluarga pemilik tambang batu bara, Li Annchi. Besar dalam kehidupan modern Eropa, membuat Annchi tidak percaya kutukan ataupun hal-hal serupa yang menurutnya hanyalah mitos belaka.
Dalam hitungan hari, kabar pertunangan antara putra-putri dua keluarga konglomerat itu sudah menjadi headline di banyak surat kabar dan majalah-majalah lokal.
Namun sepertinya kutukan tersebut memang bukanlah isapan jempol semata. Tepat satu minggu setelah pesta pertunangan mereka, berita kecelakaan yang menewaskan Annchi tentu saja menggemparkan seluruh China. Sekali lagi tagar 'Pria Terkutuk' menjadi trending topik di jagat sosial media.