Bab 2.

7 0 0
                                    

Fikri melangkahkan kakinya di sepanjang lorong kelas. Ukelele berada di pelukannya yang ia rampas dari adik kelasnya tadi di lantai satu. Ia menyenandungkan lagu dangdut Elvi Sukaesih yang sering diputar bapaknya di rumah membuat ia jadi hapal di luar kepala.

Gayanya yang over pede membuat beberapa siswa tertawa dan mengejek kelakuan Fikri. Namun ia tidak peduli sama sekali.

Dari kejauhan terlihat Galan sedang mepet seorang siswi berambut panjang dengan jepitan khasnya yang berwarna pink. Siswi itu bernama Alinda, salah satu cewek tercantik di angkatan 35, angkatan Fikri dan kawan-kawan di tahun terakhirnya sekolah di SMA 77.

Begitu dekat dengan keduanya Fikri memetik senar ukulelenya, bukannya merdu malah fales.

Jrenggg. "Judiii... teettttt" Jrenggg

"Judiii... teettttt. Menjanjikan kemenangan,"serunya. Langsung dapat gaplokan dari Galan.

"Waras gak sih, loe? Kenapa jadi judi?!"

Fikri terkekeh garing. "Tak apa, Lan. Lagu itu bagus buat pengingat kita semua bahwa judi itu tidak bagus. Maksiat. Bukan sesuatu yang elok,"kata Fikri sok bijak.

Galan mendengus, kesal dengan kehadiran temannya yang malah merusak suasanan romantisnya dengan Alinda. Ia memandang Alinda tak enak.

"Loe kalau mau ceramah noh di masjid sekolah jangan di sini,"semprotnya.

Alinda mengibaskan rambut panjangnya. "Temen loe aneh. Gue balik kelas,"kata Alinda dan berlalu begitu saja.

"Eh, eh, Alinda.."tapi yang dipanggil terus melaju tanpa menoleh. Galan menatap Fikri horor. Benar-benar si jomlo satu ini perusak suasana. Fikri yang ditatap seperti itu mendadak menciut nyalinya. Meski ilmu bela dirinya lebih mumpuni dibanding Galan, tapi menurut Fikri orang yang diganggu masalah cewek akan jadi sangat menyeramkan.

Fikri mundur dua langkah sambil nyengir.

"Hehe.. nanti gue traktir batagor sama nasi goreng plus es pisang ijo dan es teh jumbo kesukaan loe, ya,"katanya sambil memeluk erat ukulelenya.

"Harga diri gue gak bisa dibeli cuma sama makanan murah kayak gitu, cuihhh!"Galan berlagak seperti pemeran antogonis di sinetron yang sering ditonton ibunya.

"Gaya banget loe, mentang-mentang kaya!"

"Lahhh emang gue kaya. Mau apa loe?!"

"Lahh iya juga ya,"Fikri garuk-garuk tengkuknya malah jadi seperti orang bingung.

"Pokoknya kalau sampai Alinda ilfil sama gue. Gue kasih perhitungan ke elo,"ancam Galan.

Fikri bergidik,"perhitungan apa sih, Lan? Gitu banget sama temen. Belum tentu Alinda juga ilfil sama loe. Makanya doa yang baik-baik. Perkataan kita itu adalah doa, gimana sih!"

"Bodo amat gue gak peduli!" Galan ngambek dan masuk kelas meninggalkan Fikri yang masih meratapi nasibnya. Bersamaan dengan itu bel masuk berbunyi. Para siswa berhamburan masuk ke kelas masing-masing.

Terlihat dari arah kanan lorong Sadewa berlari kecil menuju kelasnya. Sampai di depan kelas ia mendapati Fikri yang bengong. Ia tepuk lengannya.

"Ada Bu Indah tuh,"dagunya menunjuk seorang guru muda dengan rambut dicepol sedang menuju ke arah mereka. Tepatnya akan mengajar di kelas mereka. 12 IPS 1.

Fikri lantas mengikuti Dewa untuk masuk ke kelas. Ia simpan ukulelenya di laci meja. Ia melihat Baron duduk di sebelahnya, di mana itu adalah tempat Galan. Lalu ia mencari keberadaan Galan yang ternyata duduk di sebelah Gery, sang ketua kelas.

Fikri mendengus. Galan benar-benar ngambek sampai pindah tempat duduk segala.

Bu Indah lalu masuk diikuti seorang siswi berseragam lain, alias bukan seragam SMA 77. Kalau dilihat ia sepertinya anak baru. Wajahnya oriental yang lumanyan cakep, kulitnya putih bersih, rambutnya pendek sebahu. Matanya bulat dengan alis yang tebal.

Kisah kasih kita (MASA SMA)Where stories live. Discover now