Bab 4.

3 0 0
                                    

"Sadewa."suara perempuan menghentikan langkah Dewa. Ia balik badan, membenarkan tali tasnya yang melorot dari pundak.

Giana berjalan ke arahnya sembari tersenyum.

"Ada apa?"tanya Sadewa begitu Giana sudah berada di depannya.

"Udah mau pulang?"Giana malah balik bertanya. Sadewa mengangguk, lalu menunggu gadis itu menjawab pertanyaannya tadi.

"Gue boleh pinjem buku catatan sejarahnya gak? Tadi belum selesai nyatet udah keburu dihapus sama Gery,"pinta Giana. Sadewa beroh ria lalu mengambil buku sejarahnya dari tas.

Sadewa menyodorkan buku tersebut ke Giana,"Nih."

"Gue pinjem dulu gapapa, kan?"Giana menerima buku tersebut lalu memeluknya.

"Iya, gapapa. Loe mau balik juga?"tanya Sadewa lalu mulai berjalan kembali diikuti Giana.

"Iya. Capek banget hari ini. Mana tugas yang dikasih Bu Sari banyak banget lagi,"keluh Giana mengingatkan Sadewa pada tugas bahasa jepang yang diberikan gurunya tadi.

"Bu Sari kalau lagi bad mood emang suka ngasih tugas banyak,"kata Dewa.

Giana mengerutkan kening. Baru tau fakta tersebut."emang iya?"

Sadewa tertawa kecil,"katanya sih gitu."

Mereka lalu tiba di parkiran luar dekat lapangan voli. Sadewa menghentikan langkahnya diikuti Giana.

"Loe naik apa?"tanya Sadewa.

"Angkot. Yaudah gue duluan ya?"

"Emang rumah loe dimana?"

"Deket kok. Belakang padepokan bimantara. Kenapa?"

"Lah deket banget ternyata. Bareng gue aja mau gak? Kan gue juga ngelewatin ini."

Giana tampak menimbang-nimbang tawaran Sadewa. Bukannya ia gengsi tapi ia merasa tak enak jika harus merepotkan Dewa. Belum lagi mereka berteman belum genap dua minggu.

"Gak ngerepotin emang?"tanya Giana hati-hati.

Sadewa terkekeh,"ngerepotin itu kalau elo naik motor, gue suruh dorong di belakang."

Giana ikut tertawa,"yaudah kalau gitu."

"Oke. Gue ambil motor bentar loe tunggu sini,ya."

Di Bandung pukul tiga sore, dua anak manusia itu berboncengan diiringi langit jingga yang indah. Sepanjang perjalanan mereka asyik mengobrol hal-hal random untuk mengisi kebisuan. Giana memang baru dua minggu ini pindah ke SMA 77. Hanya seminggu pula ia jadi teman sebangku Dewa, karena Tyo sudah sembuh dari sakit demam berdarah dan kembali bersekolah. Sosok Giana yang humble dan ramah terhadap teman-teman sekelasnya membuat ia cepat akrab dan menyesuaikan diri.

Tapi sedekat ini dengan Giana, baru sekarang Dewa rasakan. Giana ternyata di luar ekspektasinya. Mengobrol dengan Giana ternyata seseru itu, Giana bisa nyambung diajak ngomongin banyak hal sampai tak terasa motor Dewa sudah berhenti di depan gedung Padepokan Bimantara.

Giana turun dari boncengan motor Dewa. "Makasih ya, Wa. Maaf banget ngerepotin."

"Perasaan tadi gue gak dorong motor deh. Kok ngerepotin,"kata Dewa heran lalu Giana tertawa.

"Iya iya. Yaudah loe hati-hati ya,"ucapnya sambil tersenyum.

"Loe hobi senyum ya,Gi?"tanya Dewa beneran heran karena setiap ngobrol dengannya Giana sering sekali senyum. Jujur pipi Giana sedikit menghangat ditanya begitu oleh Sadewa.

"Senyum kan bagian dari ibadah."

"Berarti pahala loe banyak ya,"balas Dewa sambil tersenyum lebar. Giana hanya manggut-manggut sambil menyembunyikan senyumnya, tak tau mesti merespon apa.

Kisah kasih kita (MASA SMA)Where stories live. Discover now