09. Cake (2)

244 23 10
                                    


Masih dengan posisi yang sama. Ran dan Sanzu tidak berniat untuk melepaskan satu sama lain. Ran semakin menekan pistolnya ke dada Sanzu, sedangkan Sanzu semakin menekan belatinya ke leher Ran.

"Bodoh!" Ucap Ran. Ia menarik mundur pistol di tangannya, lalu meletakkan pistolnya di atas meja. Sedangkan Sanzu tersenyum penuh kemenangan. Ia merasa telah menang dari Ran, padahal pria berambut ungu itu hanya merasa lengannya sakit.

Tapi tunggu dulu. Semua itu tidak akan berakhir dengan mudah.

Ran mendorong tangan Sanzu yang masih memegang belati ke lehernya cukup kuat. Cukup kuat hingga membuat tangan Sanzu melepaskan cengkraman pada belatinya dan terlempar ke sudut ruangan.

"Ups! Tidak sengaja." Ucap Ran yang di akhiri senyum mengejek.

Ran sengaja melakukan hal itu untuk menyulut emosi Sanzu.

"Brengsek!" Kesal Sanzu.

Boom. Tepat sasaran.

Sanzu melayangkan pukulan tepat ke wajah Ran, namun pria berambut ungu pendek itu langsung menghindar.

"Bajingan!" Tangan Sanzu menarik kerah kemeja Ran hingga membuatnya berdiri. Dengan emosinya yang meledak-ledak, Sanzu  kembali melayangkan tinjuan pada Ran.

Ran tidak dapat menghindar kali ini. Terpaksa ia harus merelakan mata kanannya terkena bogeman Sanzu.

Rei akhirnya pergi dari toko kue Nyonya Tanaka bersama dengan 2 buah kotak berukuran sedang yang berisi sepotong kue yang berbeda-beda rasa.

Nyonya Tanaka yang bersamanya terkejut melihatnya. Dan menjadi lebih terkejut begitu masuk ke dalam mobil Rei yang sudah penuh dengan kue dengan rasa yang berbeda dan dari toko yang berbeda pula.

"Rei, kau membeli kue sebanyak ini?" tanya Nyonya Tanaka pada Rei yang akan menghidupkan mobil.

Rei menoleh ke belakang, melihat kursi penumpang penuh dengan kotak-kotak berukuran sedang berisi kue. Ia tersenyum kikuk. "Aku ingin mencoba tiap kue dari toko yang berbeda, Ma. Jadilah aku beli semua hehe," ujar Rei.

Nyonya Tanaka menggelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan Rei yang membeli kue sebanyak itu.
"Rei, padahal kau bisa memintaku untuk membuatkan satu untukmu," Nyonya Tanaka melirik lagi kotak-kotak kue di belakang, lalu menghela napasnya.

Rei menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Karena kali ini ia membawa nyawa lain bersamanya.

"Ah, aku tidak kepikiran sama sekali," Rei terkekeh canggung. Karena memang benar dia tidak kepikiran sama sekali. Bertemu dengan Nyonya Tanaka saja tidak berada dalam to do list nya hari ini.

Nyonya Tanaka menatap tidak percaya Rei. Namun, ia memilih untuk tidak ambil pusing dan menanyai Rei akan di apakan semua kue itu.

"Awalnya aku ingin mencoba setiap kue itu. Lalu, akan memesan kue yang menurutku paling enak dan paling pas dengan seleraku," jelas Rei, ia memberhentikan mobilnya karena lampu lalulintas di depan sana berwarna merah.

"Tapi Rei kau tidak akan sanggup menghabiskan semua ini. Ah, daripada kau mencoba semuanya dan akhirnya tidak termakan semua. Biar Mama saja yang buatkan untukmu," jelas Nyonya Tanaka pada akhirnya.

"Benarkah? Sungguh!?" Tanya Rei dengan begitu antusiasnya. Nyonya Tanaka mengangguk. Rei tersenyum senang, tapi ia tiba-tiba kepikiran bagaimana ia akan menghabiskan semua kue ini? Ia tidak akan kuat memakan semua kue itu.

"Kenapa? Kau tidak senang?" Tanya Nyonya Tanaka yang melihat perubahan ekspresi wajah Rei.

Rei menggelengkan kepalanya pelan. Ia melirik sebentar kotak-kotak kue di kursi penumpang belakang. "Aku hanya kepikiran bagaimana caranya menghabiskan semua kue ini..." Rei menggantung kalimatnya. Sebelum ia melanjutkannya kembali.

Big Sister [Haitani Brothers] • on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang