PROLOGUE

91 0 0
                                    


Telanjang. Tangan terikat di antara barisan urinal. Udara ruangan ini pekat dengan aroma pesing dan keringat. Hembusan angin dingin terasa perih, punggungku bersandar di tembok keramik kotor, serta tali - tali kasar ini mulai melukai pergelangan tanganku.

Lima orang gelandangan mengelilingiku dengan tatapan penuh nafsu dengan nafas menggebu - gebu. Mereka tertawa, bergumam, saling mengutarakan rencana menjijikan yang akan mereka lakukan padaku.

"Pasti masih rapet banget nih cewek" Celetuk gelandangan bertubuh ceking.

"Toket bisa bulet gitu gimana cara nya anjing!" Saut temannya dengan nada gemas.

"Boleh ke luar dalem kan?" Tanya gelandangan dengan perut gendut ke temannya sebelum menoleh ke arah ku. "Punteun ya neng kalau nanti hamil"

Aku tetap diam. Rasa takut ku belum bisa ku hilangkan semenjak mereka membawa ku ke sini. Aku ingin berteriak, tapi suaraku tertahan di tenggorokan. Tubuhku terasa lemas, lumpuh sama rasa ngeri dan pasrah. Ini cuma mimpi. Please.. Ini cuma mimpi.

Seseorang dari mereka berlutut, kemudian memegang daguku, memaksa ku menatapnya. "Sabar ya neng, tunggu si bos dulu."

Wajah kak Reza terlintas di pikiranku. Sentuhan lembutnya, kecupan manisnya, dekapan hangatnya. Semua kebohongannya, semua rasa sakit yang kurasakan selama bersamanya. Semua bagian diri ku yang hilang sepotong - demi sepotong sampai gak ada lagi yang tersisa.

"Galak bener neng ngeliatinnya." Gelandangan itu menyeringai. "Jangan nangis ya nanti"

Udah, cukup. Aku gak tahan lagi dilecehin terus - terusan kayak gini sama mereka. Ku tekan rasa takut ku untuk mengumpulkan sisa - sisa tenaga yang ada dalam dirku dan kuludahi muka gelandangan itu.

"Najis!" Maki ku.

Untuk sesaat, semua nya menjadi hening. Senyum di wajah gelandangan itu menghilang dan raut wajahnya berubah. "Lonte anjing!"

Gelandangan itu menyeka air ludahku dari wajahnya, tangannya kemudian menjambak rambutku dan meludahi wajahku. Ludahnya bercampur dahak dan bau busuk yang bikin aku mual. Teman - temannya tertawa, meledek, mengatakan kalimat - kalimat yang bikin aku sakit hati.

"Lo yang najis anjing!" Gelandangan itu kemudian melepaskan rambutku dengan kasar,

Sebelum aku bisa bereaksi, gelandangan itu berdiri, menurunkan celananya dan mulai mengencingiku.

Aku langsung menggeliat, mencoba menghindar. Tapi tak ada tempat untuk lari, tangan ku masih terikat erat. Aku hanya bisa memejamkan mataku, aku gak bisa lari dari penghinaan ini.

Gelandangan yang lain tertawa terbahak - bahak. "Siram terus bos!" ledek seorang dari mereka. "Jadi bau deh si lonte.", timpal gelandangan yang lain

Mereka terus meledek ku kayak paduan suara. Setiap kata - kata yang keluar dari mereka membuat semangatku semakin hancur. Aku gak boleh nangis! Gak sekarang! Aku gak sudi terlihat lemah di depan mereka.

Setelah siraman air kencing itu berhenti aku langsung terbatuk - batuk, gak kuat sama bau pesing yang sekarang menempel di seluruh tubuhku. Aku tersedak dan berkali - kali hampir muntah. Para gelandangan itu langsung menjauhi ku dengan tatapan jijik.

Sekuat tenaga, ku telan kembali apapun yang berada di tenggorokan ku saat ini. Aku gak mau mereka punya alasan baru untuk ngelecehin aku.

Ingin rasanya berteriak. Meminta tolong untuk diselamatkan dari sini. Aku langsung teringat sama Bapak. Satu - satunya orang di dunia ini yang bener - bener tulus sayang sama aku. Kalau dia ngeliat aku sekarang, apa yang bakal Bapak pikirkan? Apa dia masih bisa menganggap aku putri kesayangannya? Apa dia mashi bisa menerima diriku dalam keadaan hina seperti ini?

Symphony of SinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang