Pagi-pagi sekali Anin sudah berdiri manis di dekat gerbang utama sekolahnya, SMA Tunas Bangsa. Ini adalah akal-akalannya supaya bisa berjalan bareng menuju kelas bersama lelaki yang disukainya. Tangan kanan gadis itu memegang paper bag berwarna pink.
Sepuluh menit berlalu tapi orang yang ditunggu tak kunjung datang juga, padahal seharusnya lima menit yang lalu Rendi sudah sampai.
"Anin!" teriak perempuan yang heboh membawa tas tangan dan buku-buku paket. Itu Jessi, manusia terheboh dengan suara cempreng di kelas.
"Ngapain sih kamu berdiri disini? Freak banget" tanyanya langsung setelah menghampiri Anin. "Jangan bilang kamu teh mau nungguin Rendi, ya?" tebaknya tepat sasaran membuat Anin tersipu malu.
"Ih Anin. Rendi kan bawa motor sekarang mah. Aku juga kaget tiba-tiba Rendi naik motor ke sekolah, soalnya sehari-hari motornya tuh di parkir terus. Dipakai waktu hari libur aja biasanya" heboh Jessi.
Mendengar itu senyum Anin memudar. Sia-sia sudah modus Anin pagi ini. Pantas saja Rendi tak kunjung datang, pasti dia menuju parkiran samping sekolah dan masuk dari gerbang samping. Anin melipat mukanya sebal dan berjalan meninggalkan Jessi yang masih berceloteh.
"Hei, Anindiya! Kok ninggalin sih!!!"
***
Suasana kelas sudah ramai. Mata Anin langsung menuju ke bangku nomor tiga barisan kedua, tepat samping bangku miliknya. Anin mendekat dengan senyum mengembang di wajahnya yang manis.
"Pagi, Rendi" sapanya menghentikan Rendi yang sedang bermain ponsel. "Pagi juga" jawabnya
"Aku mau ngembaliin hoodie kamu. Udah aku cuci dan aku keringin malam itu juga. Udah aku setrika juga lho. Terima kasih, ya" jelas Anin sembari menyerahkan paper bag dengar gambar kelinci. Rendi tersenyum dan menerimanya "Sama-sama Anindiya"
***
Jam pelajaran pertama pun dimulai, Biologi. Pelajaran kesukaan Anin.
"Selamat Pagi anak-anak. Berhubung materi kali ini kurang mudah dipahami jika kalian hanya membaca buku jadi hari ini jam pelajaran Biologi pindah ke Lab Biologi, ya! Ibu tunggu disana, dan Rendi, tolong diperhatikan teman-temannya agar tidak membuat kegaduhan selama perjalanan menuju lab" jelas Bu Nurul panjang lebar. Rendi yang diberi perintah pun mengangguk.
Seisi kelas berjalan tertib menuju Lab. Beberapa ada yang mengobrol dan sebagian membahas seputar materi hari ini, tapi mereka tidak membuat kegaduhan yang berarti.
***
"Disini ibu sudah bagi kalian menjadi enam kelompok dengan masing-masing kelompok lima orang. Kalian sudah memiliki peran masing-masing yang Ibu sudah tulis, jadi saya mohon tidak ada keributan selama praktek berlangsung. Silahkan dilihat kelompoknya" ucap Bu Nurul menunjuk papan tulis di belakangnya. Tanpa sadar Anin melompat kecil saat membaca namanya tertulis satu kelompok dengan Rendi.
"Jangan lupa pakai sarung tangannya dan bergabung dengan kelompoknya"
Anin langsung menghampiri Rendi dan tiga anggota kelompoknya lagi menyusul. Itu adalah Jessi, Damar, dan Ethan.
Rendi kebagian tugas sebagai ketua kelompok dan pembius katak. Anin menjadi pembedah, Jessi dan Ethan sebagai pengamat dan Damar sebagai pencatat.
Tangan Rendi terlihat lihai dengan peralatan praktek. Satu menit ia sudah berhasil membius katak. Katak itu dibaringkannya di meja praktek dan kedua tangan dan kakinya ditusuk oleh jarum supaya tidak bergerak. Sekarang giliran Anin untuk membelah tubuh katak itu, Anin sedikit ngeri melakukannya. Rendi yang seakan paham dengan sigap membantu.
"Ga usah tegang, Nin. Lemesin tangan kamu, aku bantu" ucapnya menenangkan Anin yang mulai berkeringat. Itu terlihat cukup lucu bagi Rendi. Jari-jemari Rendi menyentuh jari Anin yang kaku. Rendi menepuknya "Lemesin, Anindya" Anin pun sedikit melemaskan jari-jarinya yang tegang itu. Tetapi dibanding jarinya, tubuhnya saat ini lebih tegang dari apapun, sebab tubuh Rendi begitu dekat dengannya, ditambah lagi tangan lelaki itu menyentuh tangannya.
Rendi mulai menggerakkan tangan Anin untuk membuka perut katak. Anin semakin berkeringat saja dibuatnya. "Nah, kalau tangannya lemes kan enak" Anin hanya bisa tersenyum kikuk. Bisa-bisanya Rendi biasa saja dan dia malah gugup dengan jantung yang terus berdetak tak karuan.
"Anin! Udah dulu saltingnya. Kamu bantu ambilin kapas disuruh Kapten Rendi, ga denger?" celetuk Ethan
"Mana bisa denger sih. Dia lagi di ngelamunin mau nikah pakai adat apa tuh" timpal Jessi
"Apa sih!"
Teman-temannya selalu menyebalkan.
Bersambung...
Maaf jikalau ada salah atau kurang penulisan benda-benda praktek karena aku juga lupa apa aja yang dibutuhkan waktu praktek belah perut katak TvT
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe in Another Life
Teen FictionSeisi kelas, bahkan mungkin satu angkatan tau bahwa seorang Anindiya Giselline menyukai Rendi Atmaja seorang, lelaki sempurna baginya. Segala pendekatan sudah Anin lakukan hingga Rendi berhasil menjadi miliknya. Namun tak disangka banyak kejadian ya...