bab 10

442 9 4
                                    

POV Baskara

"Permisi, Om!" Terhitung sudah empat kali bocah perempuan kelas 5 Sekolah Dasar itu mondar mandir di depanku.

"Ya." Keempat kali pula aku menjawab dengan ucapan sama.

Dia tidak akan beralih memandangiku sebelum respons diterima. Setelah mendengar jawaban yang diinginkan, pasti senyuman khas bocahnya keluar. Senyuman yang sulit kuartikan untuk bocah berusia 10 tahun.

Namanya Sisy, keponakan Jatmiko--rekan kerja di salah satu perusahaan di Surabaya. Entah ini pertemuan ke berapa, aku lupa.   Tiap aku bertandang ke rumah Jatmiko, selang beberapa menit kemudian pasti gadis cilik dan dekil itu langsung muncul entah dari mana datangnya. Tahu-tahu sudah mondar-mandir, entah bawa karet, bola bekel, atau sekadar panjat-panjat pohon jambu dan bergelantungan di sana.

Kali ini dia tidak sendirian, tapi bersama dua bocah yang sepertinya berusia sepantaran. Sekilas kulihat dari balik jendela, mereka tengah bermain masak-masakan. Pantas Sisy sibuk mengambil air, gayung, sendok dan entah apa lagi. Tidak diambil sekaligus, melainkan satu per satu dan tentu saja bolak-balik lewat depanku.

"Kerasan di sini, Bro?" Pria yang tiga bulan lagi akan menikah itu akhirnya keluar juga dari WC. Lumayan bisa mengalihkan fokusku pada Sisy.

"Ya, lumayan lah untuk ngadem di akhir pekan." Malang memang kontras dengan kota Surabaya yang panas. Maka dari itu, sering kusempatkan ikut jika kebetulan Jatmiko pulang.

"Om, beliin es krim!" Sisy berlari masuk dan merajuk manja di lengan pamannya. Tak lupa cari kesempatan melirikku dan melemparkan senyum yang ... ah entah.

"Nih, dibagi-bagi sama temennya." Jatmiko mengeluarkan selembar uang dari dompet.

Usai mendapat uang lima ribu di tangan, bocah yang masih belum memiliki lekuk tubuh itu berjalan keluar. Langkahnya melambat saat melintas di depanku. Menunduk, tersenyum, menunduk lagi tersenyum lagi. Sampai-sampai kepalanya terantuk kusen pintu. Aku menggeleng menahan tawa, dasar bocah absurd!

Di bangku kayu bawah pohon jambu itu, tiga anak kecil cekikikan sembari menikmati es krim masing-masing. Es krim berwarna merah muda dengan cup tipis seperti kerupuk. Jajanan dingin yang cepat sekali meleleh jika tidak buru-buru ditandaskan. Namun, mereka paling senang menjilati bagian permukaannya dulu. Hingga lelehan es yang mulai mencair mengalir ke tangan. Bukannya dielap malah dijilati sekalian. Tak terkecuali Sisy.

Sisy salah tingkah saat kami tak sengaja bertatap mata. Hingga dia tak sadar mulutnya belepotan penuh dengan cairan es krim. Namun ada satu hal lagi yang mencengangkan. Sesuatu keluar dari dua  lubang hidungnya, kental berwarna kehijauan. Bukannya dielap pakai ujung baju atau cari tisu. Bocah itu hanya mengusapnya dengan punggung tangan, bukan malah hilang tapi semakin panjang terseret ke pipi. Seketika ada sesuatu yang ingin keluar dari perut ini.

Lama-lama, Sisy mulai memberanikan diri untuk mendekat. Bercerita apa saja tentang dunianya. Tentang Upin dan Ipin yang tak kunjung besar. Tentang Dora yang suka tersesat dan butuh peta, atau sekedar bertanya-tanya apa makanan kesukaanku, warna favoritku, dan siapa saja artis idolaku.

Pendekatan itu kukira wajar untuk anak seusianya yang serba ingin tahu. Ternyata aku salah, diam-diam Sisy memiliki tujuan lain. Suatu hari dia memberikan selembar kertas. Diambil dari kertas bagian tengah buku tulis.

Dia atas kertas itu tertera gambar berbentuk hati penyok yang tertancap anak panah. Pada kedua ujung panah tertulis namaku dan namanya. Di bawah gambar ada satu kalimat yang membuat mataku terbelalak.

'Om Bas, mau gak jadi pacar Sisy?'

Seketika aku menyemburkan tawa di hadapan gadis ingusan yang sedang menunggu jawaban saat itu juga. Jelas aku menolak mentah-mentah. Bisa turun harga diriku kalau orang tahu. Baskara--pemuda yang telah memasuki usia seperempat abad pacaran dengan bocah SD. Konyol!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DITOLAK OM-OMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang