- POV Senja -
Mataku terbuka saat aku merasakan getaran dari ponselku. Bukan suara alarm, melainkan panggilan telepon. Karena nada deringnya pun berbeda. Dengan posisi masih terbaring, aku melihat siapa yang meneleponku.
"Tiwi ternyata." Aku menggeser ikon hijau untuk menyambungkan panggilan. "Halo. Assalamu'alaikum."
"Kamu pasti baru bangun,"
"Jawab dulu salamnya, Neng,"
"Iya, iya. Wa'alaikumsalam. Sekarang kamu jawab pertanyaanku, Ja,"
"Iya, aku baru bangun tidur. Ada apa sih subuh-subuh nelepon?"
"Subuh? Astagfirullahal'adzim, Senja. Wake up, please. Ini udah jam tujuh woii. Kamu gak solat ya? Masa baru bangun jam segini?"
Aku melihat jam yang tertempel di dinding. Tiwi benar, sekarang memang sudah jam 7. Aku sedang datang bulan makanya alarm yang biasa membangunkanku untuk shalat subuh tidak terdengar.
"Senja! Hello! Kamu masih hidup 'kan?" seru Tiwi di seberang sana.
"Sialan kamu. Ya, iya aku masih bernyawa kok,"
"Kamu gak ke sekolah hari ini?"
"No, aku gak ada jadwal kalo hari Sabtu,"
"Main yuk, Ja. Kemana kek, biar gak suntuk gitu. Aku juga gak ada jadwal hari ini,"
Aku berpikir sejenak. Usulan Tiwi boleh juga. Selama dua minggu ini, aku sibuk dengan tugas magangku. Mana sempat aku memikirkan untuk refreshing. Hari libur saja aku masih mengerjakan tugas. Tapi berhubung hari ini tugasku tak terlalu banyak, tak ada salahnya jika aku mengiyakan ajakan Tiwi.
"Hmm, boleh deh. Ke kebun teh aja gimana? Biar gak jauh-jauh amat,"
"Tapi jajanan di sana mahal-mahal loh, Ja,"
"Iya juga sih. Kita beli di sini aja deh, jadi pas di sana kita bisa langsung makan. Di sana kan bebas mau bawa makanan dari luar juga. Kalau perlu kita bawa nasi juga sekalian." Aku tampak antusias jika sudah berurusan dengan jalan-jalan.
"Jadi ceritanya kita mau botram? Piknik berdua gitu?"
"Good idea! Itu maksud aku,"
"Ya udah, aku yang bawa makanan berat dan kamu bawa makanan ringan. Gimana?"
"Oke, boleh. Kalau gitu, aku mau beres-beres rumah terus mandi dan siap-siap,"
"Yoi, Ja. Jam 9 aku ke rumah kamu ya. Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam." Sambungan telepon pun terputus.
Bersamaan dengan itu, pintu kamarku dibuka. Tampak seorang wanita yang merupakan ibuku tercinta yang sudah siap dengan seragam khas seorang guru. Ya, ibuku memang seorang pendidik di salah satu Sekolah Dasar. Sementara bapak, seorang guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN). Sekolah yang setara dengan SMP Negeri.
"Kebiasaan kalo udah bangun siang teh ya kamu mah. Malah di duluin main HP lagi. Kamu gak ke sekolah hari ini?" tanya Ibu.
Aku menggeleng cepat. "Aku gak ada jadwal di hari Sabtu. Tapi aku mau main sama, Tiwi."
"Main kemana?"
"Gak jauh-jauh kok. Ke kebun teh aja,"
"Sama Tiwi aja 'kan?"
Aku mengangguk. "Memang mau sama siapa lagi?"
"Kali aja sama temen cowok kamu. Terus pulangnya jam berapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersamamu (END)
Roman pour Adolescents⚠️Wajib follow sebelum baca ⚠️ Jangan lupa tinggalkan jejak, minimal vote *** "Senja selalu membuatku terus menyukainya. Karena dia selalu memberiku kehangatan dan ketenangan di saat dunia memberiku banyak masalah." - Harun Arrasyid - "Jika aku buk...