Hallo
Kantin di isi beberapa anak yang sedang melaksanakan makan siangnya disana. Mereka terlihat riang dalam pandangan Bumantara, bahkan mungkin terlihat tiada masalah yang menyiksa batin mereka.
"Pulang nonton yuk?"
"Gas...."
"HAHAHA ANJIR."
Beberapa kalimat kalimat yang di ungkapkan oleh anak di kantin menggema di telinga Bumantara. Bukan menganggu, namun itu sedikit membuat gadis kesepian itu cemburu. Kini ia hanya sendiri, di kelas pun ia tak saling menukar pembicaraan dengan Arunika.
Bagaskara yang ia temui tadi terlihat murung, mungkin lelaki itu masih memikirkan keadaan kekasihnya.
"Tar, buat lo." Laki laki yang entah asalnya dari mana itu memberi permen yang sama persis seperti yang diberikan mang Rewang kemarin malam. Siswa itu langsung pergi setelah Bumantara menerima permen tentu saja, ia tak menoleh bahkan tak melihat Bumantara yang terlihat kebingungan.
Siapa pengirim permen ini?
Bumantara kembali memasukkan permen itu kedalam saku, kini sudah terisi dua. Jaket yang kemarin ia kenakan masih belum ia keluarkan permennya, jadi kini ia membawa dua permen.
Koridor depan kelas Bagaskara terlihat sepi, guru sudah memasuki ruangan itu padahal belum waktunya masuk. Bagaskara terlihat tertidur di ujung kelas, Nawasena terlihat sedang mencatat tugas bersama yang lain.
Sedangkan gadis itu, setelah melihat kegiatan di kelas Bagaskara ia langsung pergi. Melihat betapa senangnya mereka yang kini bergurau di sepanjang koridor sekolah sangat membuatnya merindukan sosok Harsa yang biasanya selalu ada untuk Bumantara.
"Tar."
Bumantara berbalik, rambutnya sedikit terbang menampar siswi yang memanggil dirinya di belakangnya. "Iya? kenapa?" Siswi yang tak ia kenali itu terlihat menyodorkan sebuah permen yang sama persis seperti tadi.
Seketika alisnya hampir menyatu, tangan itu reflek menerima permen darinya. Bumantara membolak balikkan permen, yang memang sama namun hanya pitanya saja yang sedikit berbeda dari segi warna.
"Dari siap-"
Belum juga kalimat itu utuh, siswi didepannya sudah menghilang entah kemana. Ia hanya menghembuskan nafasnya, memasukkan lagi permen itu ke dalam saku jaketnya. Berjalan kembali tanpa memikirkan permen permen tadi.
Melihat kelas membuatnya terkejut, Bukan karena ada guru namun, mejanya penuh dengan permen. Tertata rapi, bahkan di atas kursi juga. "Apasih ini?"
Ia menoleh ke semua anak di kelas itu, namun mereka terlihat tak perduli. Bahkan Arunika, gadis itu hanya menunduk menjawab chat dari Nawasena. Bumantara gengsi untuk bertanya, jadi sudahlah ia hanya membersihkan permen itu dan memasukkannya kedalam tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma Is Real
RandomTrauma itu bukan mengada ada, namun trauma itu nyata. Dalam bayang-bayang kesengsaraan, Bumantara, seorang gadis terluka oleh stigma dan trauma, mencari cahaya dalam kegelapan hidupnya. Dipersekusi sebagai pendosa, pelacur, dan gadis murahan, dia...