Terima Kasih

7 1 0
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan Maudy-sahabat Cakrajiwa- ke Inggris untuk melanjutkan kuliahnya disana dan Cakrajiwa baru saja pulang dari bandara untuk mengantar si sahabat. Belum ada sehari ditinggal Maudy, Cakrajiwa sudah merasa kesepian. Kemudian dirinya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kota saja dari pada harus pulang dan mendengarkan omelan Mama.

Keadaan perpustakaan siang ini cukup ramai. Kebanyakan diisi oleh orang-orang yang belajar dengan buku tebal dihadapan masing-masing. Cakrajiwa mengambil salah satu novel dan membacanya di meja berisikan dua kursi dekat jendela. Kemudian suara buku yang dihempaskan di atas meja mengalihkan atensinya yang semula fokus pada novel.

Bruk!

“Ah, maaf-maaf. Aku pasti ngagetin kamu ya. Kamu sendirian ‘kan? Aku numpang duduk disini ya. Kursi yang lain udah penuh soalnya.”

Cakrajiwa hanya mengangguk menanggapi gadis dihadapannya. Tas ransel terselampir di bahu sempitnya. Kedua tangannya tampak kesulitas menenteng laptop dan beberapa buku.

“Hehehe makasih ya. Omong-omong nama kamu siapa? Kenalin namaku Kinandari.” Gadis cerewet dengan tingkat akurasi extrovet seratus persen itu menyodorkan tangannya. Berniat untuk mengajaknya bersalaman. Caranya mengajak orang lain untuk berkenalan seperti anak kecil.

“Aku Cakrajiwa.” Jawabnya singkat. Cakrajiwa adalah tipe orang yang tidak suka berbasa-basi, apalagi dengan orang lain.

“Wow, nama yang bagus. Salam kenal ya Cakrajiwa. Aku senang bisa kenalan sama kamu.” Ujar Kinandari.

Arloji yang melekat di tangannya menunjukkan pukul 3 sore. Lantas Cakrajiwa segera mengambil novel yang tadi dibacanya dan berniat untuk mengembalikannya ke tempat semula. Ia harus segera pulang, karena tadi pagi Cakrajiwa bilang kepada Mama akan pulang sebelum pukul empat.

“Loh, kamu udah mau pulang? Padahal aku pengen ngobrol sama kamu lebih lama lagi lho.” Ujar Kinandari dengan nada kecewa.

“Iya, aku duluan.” Balas Cakrajiwa singkat dan berlalu pergi.

“Hati-hati Jiwa! Semoga kita bisa ketemu lagi ya!”

Dan benar saja. Beberapa hari setelah pertemuan pertama Cakrajiwa dan Kinandari di perpustakaan, mereka kembali dipertemukan. Entah takdir apa yang mengikat keduanya. Saat itu Cakrajiwa sedang berada di minimarket karena Mama menyuruhnya untuk membeli kecap. Masih tampak sama seperti pertemuan pertama mereka. Gadis itu masih menggunakan tas ranselnya dan g laptop di dekapannya. Tangannya juga menjinjing sebuah kantong kresek berlogo minimarket.

“Loh, Cakrajiwa ‘kan? Kamu masih inget aku ‘kan? Aku Kinan yang waktu itu di perpustakaan. Tuh kan, udah aku bilang kita bakalan ketemu lagi.” Kinandari tampak berbinar memandang laki-laki dihadapannya.

Dan pertemuan kedua mereka berlanjut dengan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Mereka berdua menjadi semakin dekat. Cakrajiwa juga sudah tidak canggung lagi dengan Kinandari. Lelaki itu tampak nyaman dengan kehadiran Kinandari yang membuat hidupnya lebih berwarna.

Alun-alun kota yang penuh dengan kelap-kelip lampu menjadi tujuan Cakrajiwa dan Kinandari untuk mengisi perut dengan dua porsi sate ayam lengkap dengan lontong di warung tenda favorit mereka.

“Hari ini ngeselin banget tau gak. Masa dosen tiba-tiba batalin kelas sih, Ji! Mana aku udah dateng pagi-pagi banget lagi.” Obrolan dimulai oleh Kinandari si gadis cerewet dengan mulut penuh dan bibir mengerucut sebal.

Cakrajiwa dibuat terkekeh oleh tingkah perempuan dihadapannya. “Ya namanya juga kuliah Kin. Ya suka-suka dosenlah, hahaha.” Cakrajiwa tergelak.

“Gak usah ketawa kamu Ji!” Sungut Kinandari galak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hidup untuk JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang