"Aku tidak perlu mendengar kata-kata sampahmu!"
"Nadira Gamila!" pria itu berteriak untuk menghentikan seorang wanita yang mengabaikan ucapannya.
Sayangnya si wanita tersebut melangkah dengan anggun meninggalkan pria yang berusaha keras sejak beberapa saat lalu agar bisa berbicara dengannya.
Apa yang terjadi? Kenapa semua mata tertuju pada dua orang petinggi perusahaan itu?
"Zam menggangguku." Nadira berbicara di telepon. "Kamu tahu aku bisa menggulingkannya kurang dari 24 jam." wanita itu mematikan sambungan telepon.
Di belakang dua orang asistennya terus berjalan mengikuti Nadira hingga ke sebuah ruangan yang mulai hari ini akan ditempati Nadira.
Nadira tidak perlu khawatir Zam akan menerobos masuk karena kedua asistennya cukup terlatih selama lima tahun menjadi orang kepercayaannya.
Hari pertama dengan agenda meeting terkait proyek baru Nadira memberi perintah pada salah satu asistennya untuk memberi informasi pada peserta rapat agar menunggunya di ruangan meeting.
Cukup lima menit waktu untuk memahami isi laporan pengadaan proyek baru wanita itu bergegas ke ruangan di mana peserta rapat sudah menunggu.
"Pak Nizam belum tiba."
"Tidak perlu kehadirannya." Nadira menyela dengan tegas. "Paparkan, aku akan mendengarkannya."
Terlalu tiba-tiba sementara berkas meeting dibawah tanggungjawab Zam dan laki-laki itu belum tiba di ruangan meeting.
Kelima karyawan saling berpandangan, di hadapan mereka wakil direktur baru dengan tatapan dingin menatap satu persatu dari mereka.
"Kita tidak menunggu pak Nizam?"
"Sepertinya kamu tidak betah kerja di sini." Nadira melirik tanda pengenal wanita itu. "Zenya Arista, kamu mau mengundurkan diri?"
Raut wanita itu pucat, dengan cepat ia menunduk dan siap memaparkan laporan bersama tim.
"Jangan kamu." kemudian dengan telunjuknya Nadira menunjuk seorang karyawan laki-laki. "Berikan aku kepuasan."
Nadira tidak peduli karyawan itu saling melirik yang mungkin saja salah mengartikan Kalimatnya.
Karena dia sudah bergabung di perusahaan itu mau tidak mau semua penghuni gedung itu harus mengenalnya, tidak terkecuali.
"Apa yang kamu tunggu Gunawan Said?" tanya Nadira membaca dengan pasti nama ditanda pengenal laki-laki itu.
"Laporan ini sudah mengeluarkan point."
Jawaban Gunawan membuat Nadira murka tapi sama sekali tidak menjadi cela di wajah cantiknya.
"Jadi ini sampah?"
Nadira melemparkan laporan dari hadapannya. Melihat keadaan genting-- Reyn--salah satu asisten Nadira segera mendekat. Sementara kelima karyawan itu ketakutan, mereka tidak mendengar bentakan dan baru kali ini melihat seseorang dengan raut dingin yang mengerikan.
"Aku bisa membatalkan proyek ini."
Dan karyawan yang menggantungkan nasib di High Corp selama beberapa tahun ini hanya bisa menelan ketakutan mereka.
Proyek senilai tujuh milyar dibatalkan begitu saja, akan banyak resiko yang tentu saja merugikan perusahaan. Tapi mereka hanya orang biasa yang kebetulan dipercaya karena kemampuan masing-masing namun tidak bisa berbuat apa-apa ketika mendengar keputusan sadis itu.
"Aku tidak menyangka beliau sekejam ini." Zenya yang pertama kali berkomentar setelah Nadira keluar dari ruangan meeting.
"Aku baru tahu." Gunawan memperlihatkan pesan masuk dari seseorang.
"Mantan istri pak Nizam?!"
Keempat orang itu menatap tak percaya pada isi pesan yang baru dibaca dari ponsel Gunawan.
"Ini serius?" Helen shock.
Mereka tidak tahu jika wanita yang dilantik sebagai wakil direktur baru satu Minggu lalu itu mantan istri direktur High Corp.
"Seperti bertemu malaikat maut, hanya saja ini sangat cantik."
Sebagai laki-laki Gunawan saja gugup apalagi rekan wanitanya.
"Benar." Ines menyetujuinya.
"Apakah dia seorang diktator?" Zenya masih bingung, pagi yang buruk karena pertemuan pertama dengan wakil direktur sangat tidak baik.
Jujur, ia tidak tahu apa yang harus dipaparkan karena meeting pagi ini untuk membahas point kelanjutan proyek dan itu di bawah tanggungjawab Nizam.
"Aku mungkin orang yang pertama kali mengundurkan diri." Kiki membuka suara. "Mending jadi babu jalanan ketimbang disiksa diktator."
Lantas kelimanya keluar dari ruangan meeting dengan wajah tak bersemangat. Meeting pertama tapi seperti mempermalukan wakil direktur, kekonyolan yang nista.
"Hubungi pak Jimmy." sepertinya ia harus berbicara dengan salah satu pengacara perusahaan itu.
Reyn mengangguk dan segera melaksanakan perintah Nadira.
Zam, kali ini kau salah menargetkan orang.
Ini hari pertamanya bekerja dan laki-laki itu berani mempermainkannya?
Tiga puluh menit menunggu orang yang ditunggu datang tapi dia tidak sendiri, ikut bersamanya laki-laki yang sudah membuatnya marah pagi ini.
"Aku hanya memanggil anda pak Jimmy."
Jimmy Mahfud, pria berusia 52 tahun yang dipercaya untuk menjadi ketua pengacara di High Corp menyapa Nadira Gamila.
"Kebetulan kita memang harus bertemu, jadi sekalian aku mengajaknya."
Nadira tidak ingin berbasa-basi, dengan tegas wanita itu mengatakan, "Aku akan menata ulang semuanya, sepertinya di gedung ini terlalu banyak sampah."
"Akan kita bicarakan nanti." pak Jimmy menanggapi dengan tenang.
"Harusnya kita berbicara dulu sebelum melibatkan banyak orang." sama tenang seperti pak Jimmi saat Zam bicara.
"Tidak ada yang perlu kudengar darimu, bukankah isinya sampah? Sama seperti sumber daya di gedung ini." dingin tak tersentuh tatapan Nadira pada laki-laki berstatus mantan itu.
"Tapi tenang saja, aku tidak akan mendaur ulang sampah melainkan membuangnya ke tempat pembakaran."
Pak Jimmy salah satu saksi prahara yang sudah lebih dari lima tahun itu hingga Nadira kembali ke tanah air menengahi keduanya.
"Bisa kita bicara sekarang?"
"Silakan." Nadira meletakkan sebuah alat perekam tanpa peduli ada seseorang yang kesal dengan tindakannya itu.
"Karena anda sudah kembali kami ucapkan selamat datang."
Nadira tidak gila pada kehormatan dia hanya perlu meletakkan posisi sebenarnya mantan suaminya.
"Pak Nizam sudah memimpin selama lima tahun lebih dan sudi kiranya anda bekerja sama dengan beliau seperti perjanjian dulu."
"Tanyakan padanya, bagaimana sambutan di hari pertama aku bekerja."
"Maaf atas ketidaknyamanannya." pak Jimmy tidak tahu maksud Nadira tapi ia yakin telah terjadi sesuatu.
"Aku kembali bukan untuk menelan kata maaf."
Pak Jimmy terkejut dengan ucapan Nadira sedang Zam mengeratkan rahangnya.
"Ada beberapa orang yang akan kusingkirkan, karena bau busuk mereka mengganggu."
"Apa begini sikapmu di depan pengacara kita?" diluar dugaan, tidak seperti dulu pembawaan mantan istrinya berbanding 360 derajat.
"Berterus-terang lebih baik, tidak seperti kamu bersembunyi dibalik kata tidak cocok demi wanita lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Sang Mantan (Cerita Lengkap Di Pdf)
Romansa(cerita lengkap di PDF. Harga 70k) sekuel sang mantan