03

15 1 7
                                    

"Seperti pelangi indah yang muncul setelah hujan reda, aku ingin lebih berwarna setelah lukaku mereda"

________________________

Welcome to this part

๑𝓐𝓼𝓽𝓻𝓪 𝓜𝓮𝓵𝓸𝓭𝓲

Plakk

Astra menahan perih di pelipisnya, membiarkan pria paruh baya di hadapannya itu menyalurkan amarahnya. Saat ia baru saja tiba di rumah, bukan ucapan selamat datang atau pelukan hangat yang ia dapatkan. Melainkan tatapan maut dari wajah laki-laki yang menjadi ayahnya.

Tatapan maut saja tidak cukup untuk memberi Astra si anak nakal itu pelajaran. Setelah apa yang ia lakukan di sekolahnya, memecahkan kaca jendela dan bolos pelajaran. Astra bahkan sudah bisa menebak bagaimana Ayahnya itu bisa tau, telfon dari sekolah atau mulut hangat milik Nalendra yang mengadukannya.

"Ayah tidak tau lagi dengan jalan pikiran kamu, Astrajingga. Ayah selalu berharap kamu bisa seperti Nalendra, bisa membuat Ayah bangga dengan prestasimu, tapi apa yang kau lakukan sekarang ini? Hari pertama sudah buat masalah!" Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut pria bernama Bisma.

Di belakang Ayah, Nalendra dan Zeva - Bunda Astra, berdiri menyaksikan apa saja yang Ayah lakukan pada Astra. Bahkan Bunda pun membisu, sebagai Ibu, bukankah seharusnya berperan membelanya saat Ayah melakukan kekerasan? Tapi bagi keluarga Astra, itu tidak akan berlaku, atau hanya di khususkan untuk Nalendra si anak emas mereka? Ya sepertinya begitu.

"Kapan kamu bisa membuat Ayah bangga Astrajingga, kapan?" Tanya Ayah kembali.

"Mungkin, setelah Astra mati nanti, yah" Jawaban itu keluar begitu saja dari mulut Astra, sudah merasa lelah dengan semua drama di keluarganya. Sedikitpun Ayah ataupun Bunda tak ada yang mau mendengarkan alasannya.

Plakk

"BERANI KAMU MENJAWAB SAYA?" Pipi Astra kian memerah, menerima tamparan terus menerus dari tangan Ayahnya itu.

Bunda maju mendekat, namun bukan untuk melindungi Astra melainkan untuk menenangkan Ayah agar tidak terpancing emosi semakin lama, atau migrain nya akan kambuh nanti.

"Yah, tenang, kamu gak boleh stres nanti kumat lagi" Kata Bunda menenangkan, mengelus lembut pundak Ayah.

"Tanpa kamu ingatkan saya sudah stres menghadapi anakmu itu Bun"

Bunda menarik Ayah untuk duduk di kursi, "Astra kamu kembali ke kamar" titah sang bunda tanpa menatap Astra sedikit pun.

øøø

Di dalam kamar, Astra terdiam menatap pantulan dirinya di cermin. Rambutnya begitu acak-acakan, pakaiannya benar-benar berantakan. Bahkan wajahnya terlihat lebam dimana-mana.

Tangan Astra perlahan naik menyentuh sudut bibirnya yang terluka akibat pukulan Nalendra tadi, di tambah lagi banyaknya tamparan yang Ayah berikan hingga sudut bibirnya itu berdarah.

"Payah" Gumam Astra pada dirinya sendiri. Rahangnya mulai mengeras, belakangan ini harinya sungguh buruk.

Astra merebahkan dirinya di kasur, tidak seperti Nalendra yang di manjakan dengan fasilitas. Seorang Astra harus mandiri dan menghidupi dirinya sendiri, bahkan sebuah ranjang pun tak ada di kamarnya yang sempit ini. Bahkan tidak terlihat seperti anak pengusaha sukses, hanya ada satu buah kasur, dua bantal, meja belajar dan satu lemari di sudut dekat pintu. Kamar Astra sesederhana itu, tidak ada kemewahan.

ASTRA MELODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang