Bab 4: Proyeksi Sihir

19 12 0
                                    

"Profesor sepertinya anda harus segera menemui adik saya." Noa yang sepertinya telah menyatu dengan suasana ini memperingatkan sebelum hal yang lebih buruk terjadi "Tolong bawa pedang ini bersama anda saya yakin dia pasti membutuhkannya."

Saya menerima pedang yang diberikan oleh noa, pada dasarnya itu adalah pedang bermata satu dengan bentuk sedikit melengkung yang merupakan ciri khas pedang dari benua ini. "Ku pastikan pedang ini akan sampai padanya."

Noa hanya mengangguk dan mengajak ibunya meninggalkan perkemahan yang mulai kacau oleh api.

Saya menunggu untuk memastikan bahwa mereka telah pergi ketempat yang lebih aman dan kemudian kembali ke titik awal saya menginjak tanah Oasis yang sudah dipenuhi oleh kekacauan.

Diantara pertempuran sengit yang terjadi Amram menjadi fokus perhatian saya namun itu terhalang oleh banyaknya orang yang beradu pedang. Dan saya menjadi terlibat diantaranya saat seseorang dari arah belakang mencoba menikam tubuh saya.

Pedang yang masih terbungkus oleh sarung itupun dengan cepat saya tarik menyebabkan bunyi nyaring dari gesekan dua belah senjata untuk menghindari serangan yang diberikan. Akibat perbedaan kekuatan tubuh milik saya tertarik mundur beberapa langkah.

"Di luar dugaan meski ingatan anda menghilang insting berlindung anda masih sangat kuat tuan Alchemist." Pria itu memandang pantulan wajahnya ke dalam sebuah pedang, memperlihatkan matanya yang berwarna sebiru langit siang. Wajahnya yang ditutup lembaran kain membuatnya sulit dibaca oleh musuh.

Dan kata-katanya yang menyiratkan beberapa hal membuat saya terdiam "Entahlah, aku sendiri juga tidak tahu mengapa bisa begitu." saya mencoba memancing emosinya yang ternyata berhasil membuatnya tersulut pada akhirnya.

Dengan sigap dia memberikan serangan mencoba mengarahkannya pada Pundak kiri saya yang menyebabkan tumpuhan tubuh saya lebih pada senjata dari sisi bawah untuk menangkis serangannya. Memberikan belokan, tubuh lawan yang mundur menarik saya maju untuk membalas serangan.

Langkah pertama dari serangan berasal dari arah kanan yang menimbulkan decitan dua senjata dan berbagai serangan terus bertambah diantara kami berdua. Kemampuan berpedangnya yang sangat baik membuat saya baru sadar siapa sebenarnya pria ini, awalnya saya berpikir mungkin saja dia bagian dari suku yang memicu peperangan. Tapi jika memang demikian mereka memiliki banyak pengguna pedang yang terampil.

"Kau memiliki keterampilan berperang yang sangat luar biasa." Puji saya yang khawatir akan menimbulkan kesalahpahaman.

"Saya merasa sangat terpuji mendengarnya." Dan itu benar terjadi dengan sanggahan yang dibuat berlebihan "Tapi mari kita lihat sampai kapan anda dapat terus memuji."

"Terbentuk." Ucapnya dalam Bahasa yang tidak dapat saya ketahui.

Keterkejutan dan rasa waspada menyambut saya saat melihat beberapa pedang di udara. Ilmu sihir, sepertinya dia menciptakan belokan dari pencipta. Padahal saya sangat yakin ilmu sihir sudah banyak ditinggalkan oleh peradaban setelah dewa tak pernah kembali.

Dengan kemampuan sihir yang dimiliki dia mencoba menyerang saya dengan mengarahkan serangan pertama tepat didepan wajah. Kedua mata saya membola penuh keterkejutan, mau tak mau saya menangkis dengan gerakan vertical membuat pedang tersebut terlempar ke arah lain. Kemudian tiga buah datang lagi menyerang pada bagian pundak, tubuh saya merespon untuk menghindari serangan yang terjadi begitu cepat.

Serangan terus terjadi dengan saya yang hanya dapat menangkis dengan satu tangan untuk mengikuti kecepatan serangan yang diberikan.

Seandainya diri saya dapat mengingat beberapa hal di masa lalu dengan begitu tubuh saya dapat mengurangi kelemahan yang penuh celah ini. Memikirkan solusi untuk menggimbanggi pertempuran yang saya dapatkan hanyalah pilihan untuk terus maju mengalahkan lawan di depan saya.

Serangan kembali datang dengan acak dan sepertinya sengaja dibuat untuk menguras tenaga, sepertinya memang dia lebih mengenal diri saya bahkan dia tau bahwa saya sedang berada dalam keadaan tubuh yang kelelahan sejak tersadar di padang gurun.

Di tengah pertempuran yang penuh celah ini sebenarnya saya sudah tahu bahwa mereka mengatakan saya sebagai salah satu sasaran mereka tapi apakah perlu membuat seseorang sampai bertarung seperti ini. Bukankah mereka hanya perlu membuat saya menyerah, atau mungkin saja mereka juga mengincar sesuatu yang lain dari diri saya.

Saya mulai merasakan kelelahan di tengah pertempuran yang tidak dapat saya imbanggi ini. Beberapa pedang mulai datang dengan jarak yang lebih dekat untuk mengincar kaki saya yang mengharuskan tubuh kembali melompat untuk menghindar, tanpa menunggu untuk menyelesaikan tumpuhan serangan kembali datang mengarah ke leher. Sebuah pemikiran terbesit hanya untuk membuktikan apa yang ada di pikirannya, ketika saya sudah menapak tanah tubuh saya bertindak untuk tidak memberikan serangan balik.

Pedang yang berada di tangan saya terjatuh di tanah dan serangan udara yang diberikan pada saya tiba-tiba berhenti. Dapat dipastikan ekspresi wajahnya menjadi semakin tajam saat melihat pemandangan tersebut, ditambah dengan kedua tangan saya terangkat sebagai bukti bahwa "Aku menyerah."

"Tsk." Kekesalan yang begitu jelas tergambar di dalam matanya di tengah serangan yang terhenti tepat di leher lawan. Sebuah senyum yang begitu jelas didalam bola mata terlihat mengejeknya penuh kemenangan.

Senjata itu pada akhirnya ditarik mundur oleh pikirannya bahkan pada titik dimana Alchemist itu tidak dapat mengetahui keberadaannya. "Benar-benar diluar dugaan bahwa kau tidak menyerangku." Kalimat provokatif dibuat didepan wajah tersebut hanya untuk mengacaukan emosi yang dia miliki. Tapi sayangnya ketenangan dalam bola mata itu begitu jelas hanya untuk menunggu sebuah ombak datang menerpa.

Dengan cepat Alchemist tersebut mencabut pedang yang tertancap di tanah dan melemparkannya untuk mengetahui senjata yang ia bawa dilempar ke arah lain oleh pedang milik musuhnya. Tapi kini serangan berikutnya datang dengan tujuan menghantam punggung musuhnya.

Pria tersebut membalikkan badan untuk menahan serangan yang diberikan. Hantaman antar pedang menyebabkan bunyi decitan dari gaya dorong yang terjadi. kedua bola matanya meneliti kedalam wajah lawannya yang mengibarkan helaian warna merah, wajahnya yang tersenyum penuh rasa haus akan kematian menyatu kedalam bola mata kuningnya yang mengecil.

Tatapan yang seolah akan menelannya hidup-hidup itu menahan tubuhnya yang berakhir terlempar mundur. Tanpa perlu menunggu lama pedang yang mengetahui siapa tuannya ditarik dengan dorongan dari dua kutub magnet.

Ia kembali menyerang dalam jarak beberapa meter diantara mereka. Mencegah pertempuran jarak dekat terjadi musuh kembali mengeluarkan pedang di udara dan diterbangkannya kearah Amram. Dengan gerakannya yang gesit ke dalam mata kuningnya yang pandai dalam menentukan serangan musuh ia bergerak maju dengan baik.

Hantaman pedang yang dibuat oleh sihir bertemu dengan miliknya, ia mengambil sisi tenggah pedang tersebut dalam gesekan dua buah senjata, mendorongnya menyebabkan pedang tersebut terlempar kesisi lain. Serangan datang dari arah lainnya lagi, gerakan senjata yang cepat tersebut membuat lengan kirinya bergerak untuk menghentikan kecepatan pedang dan menjatuhkannya.

Proyeksi pedang yang lain berdatangan namun seolah telah terbiasa dengan pertempuran ini menjadikan senjata yang dibuat dari belokan ketuhanan itu dilemparkan di berbagai arah. Tubuhnya yang kini tak bisa dihentikan bergerak maju untuk membunuh musuh dan bergumam "Mari kita selesaikan pertempuran di masa lalu saudaraku."

The Alchemist Journey: The Lost MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang