Bab 1: Emas

123 21 2
                                    


Itu berawal dari setitik cahaya yang begitu cerah layaknya logam yang begitu murni, jatuhnya tetesan cahaya sebuah warna emas yang bersinar begitu terang dengan penuh kemuliaan. Dengan kesadarannya dari kehendak langit ia bergerak menyatu dengan elemen lain untuk menurunkan anugrah bukti keagungan sang langit yang begitu perkasa.

Anak muda itu membuka matanya di tengah hamparan padang pasir yang menjulang begitu jauhnya. Ingatan terakhirnya hanyalah perasaan kejatuhan dengan suara yang ricuh dari reruntuhan milik penganut politeisme.

Ia menghela nafas, ekspresinya begitu tenang untuk orang yang mengalami suatu musibah. Sepertinya dirinya telah mengalami hilang ingatan. Yah, setidaknya dia tersadar dalam penampilan yang baik dan tak serampangan dengan demikian tidak akan menimbulkan penilaian buruk dari orang-orang yang berpapasan dengan dirinya nantinya.

Jika tidak salah di arah barat daya ada permukiman yang terbuka terhadap orang asing, mungkin dia bisa menanyakan beberapa hal pada mereka.

Di Tengah langkahnya yang memijak tanah berpasir ia kembali mencoba mengingat memori tentang kehidupannya dimasa lalu yang sayang sekali ia tidak dapat mengingat apapun disana. Kembali menghela nafas, ia akan bertanya pada dokter ketika kembali ke kota. Tapi sebelum itu ia harus mencari modal tertentu untuk kembali ke kota. Setidaknya itu akan membantunya mendapatkan ingatannya.

Terlalu sibuk memikirkan untuk kedepannya ia tak sadar sebuah gumpalan pasir yang menyembul dengan begitu tinggi menembus gelombang panas padang pasir, itu semakin cepat ketika dekat ke arahnya yang menyebabkan dirinya harus menutup kedua bola matanya. Ketika dia merasa gumpalan yang membawa pasir itu telah berhenti kedua matanya terbuka.

Di sana dia melihat sekelompok penjelajah padang pasir, dengan jumlah sekitar 7 orang di atas tunggangan seekor ungas yang berdiri begitu tegak dengan kisaran tinggi pada daun pintu.

"Hei apa yang kau lakukan ditengah padang pasir seperti ini, bukankah sudah diterbitkan peringatan bahwa perang antar suku sedang terjadi." Ucap pemimpin mereka diatas tunggannya.

Anak muda itu menjadi gagap seketika, pemberitahuan perang berada diluar pengetahuannya "Saat ini aku sedang ingin mengungsi ke suku penguasa Oasis barat daya."

Pemimpin penjelajah itu mengernyit saat mendengar kalimat itu "Aku akan memberitahumu bahwa Suku penguasa Oasis berada di arah seberang sana." Dagunya menunjuk pada jalur yang mereka tuju "Sedangkan tempat yang kau tuju saat ini adalah medan peperangan."

Tubuh anak itu bergidik dengan wajah yang begitu terkejut "Haha, aku benar-benar minta maaf panasnya padang pasir membuatku buta arah." Dia hanya mengeluarkan tawa garing, apa yang kau harapkan dari orang yang terbanggun dientah berantah dengan tanpa ingatan.

Pemimpin itu hanya menghela nafas seolah dia sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini "Aku akan mengantarmu ke tempat mereka lagi pula aku ditugaskan untuk mengurus orang sepertimu. Naiklah."

"Aku benar-benar berterima kasih." Anak muda itu mendekat kearah pimpinan penjelajah. Rambutnya yang panjang bahu berkibar saat naik keatas punuk burung unta, itu bergerak layaknya gelombang lautan yang tenang dalam warna emasnya.

"Jika aku boleh tau apakah kalian penjelajah padang pasir." Anak muda itu meninggikan suaranya akibat teredam oleh deburan langkah unggas yang ditunggangi.

"Penjelajah padang pasir?" pemimpin kelompok itu balik bertanya dengan suara yang lebih tinggi "Kami pasukan penyergap malam al-lail dan aku Abqary." Ucapnya dengan penuh kebanggaan saat burung unta itu berhenti diujung puncak padang pasir.

"TURUN.." suaranya menggelegar dan dalam saat memberikan perintah kepada pasukan.

Saat itulah burung-burung melompat dan menggunakan kedua kaki mereka untuk bergerak menuruni gunung pasir, kedua bola mata anak muda itu melebar begitu terkejut memperlihatkan warna lautan yang mengkilap.

Kedua kakinya masih merasakan debaran saat mereka telah sampai di oasis, ia turun dan disambut oleh penduduk Oasis.

"Oh Abqary, orang tersesat di padang pasir lagi." Seorang anak muda dengan surai merah menyapa, anak muda yang kehilangan ingatan itu mengamati. Menurut pengamatannya anak laki-laki itu memiliki tinggi diatas rata-rata penduduk padang pasir dengan Pundak yang tidak lebar namun cukup untuk menjadi seorang petarung. Usianya mungkin menginjak umur matang pada tahun ini.

"Seperti yang kau lihat tanah gurun selalu membawa kejutan, dia hampir masuk ke perangkap para musuh jika kami tidak menemukannya." Abqary menuruni tunggangannya dan melepas kain penutup wajah. Di sana dapat terlihat dengan jelas helai rambut panjangnya yang terbelah menjadi dua, tatapan matanya yang tajam menyatu dengan warna tanah padang pasir yang pekat tertuju pada orang asing yang diungsikan ke dalam kemah penduduk.

"Berhati-hatilah kami mendapat informasi bahwa musuh sedang mengincar ilmuwan dari Benua Timur." Abqary mengganti tunggangan unggasnya dengan kuda hitam, ia harus segera kembali ke medan peperangan untuk memimpin pasukan.

"Aku mengerti semua orang yang menginjak Oasis adalah orang-orang yang mencintai perdamaian dan mereka yang mencintai perdamaian adalah saudara kami." Ujar anak muda itu mengepalkan tangan di dada yang membusung lebar.

Abqary mengangguk dan menaiki kuda hitamnya "Ingat baik-baik Amram tanah Oasis tidak akan pernah menumpahkan darah manusia." Ia merapatkan tumpuannya dan menarik tali kekang memberikan tumpuan pada tumitnya agar kuda tersebut bergerak maju, dengan kecepatan yang stabil Abqary meninggalkan tanah Oasis.

"Jangan lupa untuk berkunjung kembali saudaraku." Amram berteriak di tengah hembusan angin padang pasir, bola matanya yang berwarna senja menatap kepergian pejuang tanah gurun.

Ia pun mengembalikan badannya, wajahnya tersenyum seolah akan menyambut tamu terhormat. Tubuhnya pun membuka tenda berwarna putih yang selalu melindungi mereka dari alam gurun yang dipenuhi dengan ketidaktahuan.

"Jadi apa yang mengganggumu saudaraku sampai kau bisa terdampar di padang pasir yang terbentang begitu luas itu." Ujarnya menduduki kursi di tenda tersebut.

Anak muda yang hilang ingatan itu hanya terdiam wajahnya terlihat begitu rumit seolah dia kebingungan harus menjelaskan dari mana "Kau tak perlu terburu-buru kami selalu mendengarkan bahkan jika itu hanya kisah kebohongan."

Anak muda itu menghela nafas, dia mulai merasakan beban berat dipundaknya saat ini "Sejujurnya aku sendiri juga tidak begitu tau, aku hanya mendengar suara di tengah kegelapan seperti langit malam yang Panjang dan ketika aku tersadar aku telah berada di tengah gurun."

Amram pun mengingat-ingat apakah ada kejadian seperti ini di masa lalu. Banyak orang yang mengalami hilang ingatan ketika terpapar panasnya padang pasir namun itu berbeda dengan yang diceritakan oleh orang asing di depannya, sepertinya orang ini adalah korban dari reruntuhan milik kepercayaan kuno. Tapi jika sampai membuatnya terpental ke tengah padang pasir pasti terjadi sesuatu di dalam reruntuhan. Apakah itu memiliki keterkaitan tulisan batu yang dijelaskan tetua.

Amram pun tersenyum dan berdiri "Yah mari kita mencari petunjuk sembari memberikan laporan kehilangan pada pemerintah setempat, tidak baik membiarkan keluarga menunggu kabar orang yang mereka sayangi."

Amram pun mengulurkan tangannya "Untuk sementara kau boleh tinggal disini Tuan, perkenalkan namaku Amram pelindung tanah Oasis. Dan Tuan sendiri." Dia bertanya di tengah uluran tangannya yang menggantung.

Anak muda berambut emas itu berpikir sebentar, harus dengan sebutan apa dia memperkenalkan diri "Zahab." Ujarnya "Zahab sang penjelajah." Jemarinya menjabat dengan tegas dan penuh kepercayaan diri.

Amram pun tersenyum saat menerima jabatan itu "Selamat datang di tanah perdamaian saudaraku Zahab."

The Alchemist Journey: The Lost MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang