三つ

85 14 1
                                    

"Sang Aquila dan Abdinya."
.
________________
.
..
.
. .
..

Langkah demi langkah mengikis jarak antara kedua makhluk. (Name), gadis itu menatap 'benda aneh' di hadapannya. Itu terlihat seperti postur tubuh ideal seorang manusia, tidak, lebih tepatnya perempuan. Namun itu nampak transparan, yang membentuk posturnya hanyalah cahaya-cahaya temaram kebiruan, selebihnya terlihat seperti kaca.

Hanya kedua matanya yang sedari tadi menampakkan warna. Bagian kiri menampakkan warna hitam pekat, sedangkan yang kanan berwarna kelabu, pupil nya berwarna biru laut dengan kegelapan di sekitar irisnya. Indah bagi (Name), namun kalbunya merasa sesak nan sakit.

"Siapa.. dirimu?" tanya (Name) dengan suara serak menahan bulir yang hendak berjatuhan dari matanya.

"Aku?" Sosok itu terkekeh. Amat hangat pembawaannya.

"Entahlah, mungkin... Dendam? Atau mungkin... Cinta? Tebak lah."

(Name) mengernyitkan dahinya menatap kedua netra sosok di hadapannya, hatinya merasakan amarah, rasa sakit, bahkan kesedihan.

Namun, sosok itu tertawa dengan begitu indahnya.

"Apa maksudmu?" (Name) kalah telak, dia tak dapat menahan tangisnya lagi saat menanyakan hal tersebut.

"Eh.. Sedari awal Kamu memanglah gadis yang penuh dengan kelembutan, yah..," ucap Sosok itu.

(Name) sekali lagi tak dapat memahami perkataan perempuan di hadapannya. Namun dia juga tak dapat mengajukan pertanyaan seperti sebelumnya, suaranya tak dapat keluar, hanya menangis sedu yang dapat ia lakukan. Meski sang nona tak tahu menahu alasannya, dia tetap menangis dengan pilu.

"Pergilah, kami menanti perjalanan yang lain darimu. Aku penasaran bagaimana itu akan berakhir, akankah itu sepertiku, seperti dia atau... Hal baru?"

"Apa maksudmu..?" (Name) menatap sendu pada sosok di hadapannya.

"Maksudku, pergilah. Gadis itu memanggilmu, Nadeeva-ku."

***

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Kini sudah genap lima bulan (Name) tinggal bersama Yyra, waktu yang sangat singkat, dan (Name) amat menyayangi waktu singkat tersebut.

"Nona?" panggil Yyra.

Panggilan itu menginterupsi keheningan milik (Name), pikiran kosong yang memikirkan satu hal yang sama itu telah sirna, digantikan keheranan di mimik wajahnya.

"Ya?" sahut (Name).

"Akhir-akhir ini Anda sering melamun. Ada apa?" tanya Yyra.

(Name) menggeleng sebagai balasan dengan senyuman tipis sebagai imbuhan.

"Saya hari ini akan memasak jamur lagi, hehe," kekeh Yyra.

"Karena sepertinya Anda menyukainya, jadi Saya-"

Ucapan Yyra terhenti kala tanah yang ia dan (Name) pijaki bergetar, hawa panas mulai mengelilingi mereka.

"Yyra? Yyra... Ini- ada apa ini?" tanya (Name) dalam wujud manusianya berusaha memapah Yyra.

"Di luar tidak ada jejak api apapun, apakah mungkin..,"

"Tidak... Nona! Kita harus pergi!" panik Yyra.

Yyra hendak kembali dan membawa barang-barang pentingnya, namun (Name) mencegatnya. Dilihat dari kondisi tubuh dan raut wajahnya, Yyra sedang tak sehat.

"Tidak. Biar Aku saja," ujar (Name).

(Name) mulai memasuki kamar yang mereka tempati, hanya ada satu kamar di sini, dan itu memudahkan (Name) untuk menemukan barang-barang penting milik Yyra.

Aqila's Dream WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang