1. Nuansa Baru

0 0 0
                                    

Adnan, pria paruh baya itu menggeret koper berukuran besar sekuat tenaga. Begitu pun dengan istri dan anak nya yang sama-sama mengangkut barang-barang pindahan mereka di rumah yang baru ini.

Mereka memutuskan pindah ke Bandung karena urusan pekerjaan. Dan bagi mereka, Bandung itu tenang dan begitu nyaman nuansanya. Ditambah lagi sebab latar film kesukaan anaknya, Aika Adnan yang begitu kagum dengan film Dilan 1990 yang tayang pada tahun 2017 kemarin.

Aika mengeluarkan segala isi bagasinya, menurunkan satu persatu untuk kemudian diangkut oleh Ayah dan Bunda nya.

"Sudah semua, sayang?" Wanita bernama Citra yang merupakan Bunda dari seorang Aika, Ia menengok bagasi mobil di depannya.

Aika mengangguk. "Udah, Bun."

"Kalau begitu, kamu istirahat dulu aja ya? Bunda sama Ayah mau lanjut beberes dulu." Citra meninggalkan putrinya, masuk mendatangi suaminya yang tengah sibuk di ruang sana.

"Dingin banget ya di sini. Pantes aja Milea betah," Aika monolog. Ia menyusuri jalan depan rumahnya, terlihat begitu sepi dan cukup rindang di sini.

Ia sedikit khawatir dengan 'bagaimana nanti akan bersekolah'. Sebab selain karena masalah pekerjaan tadi, putusnya hubungan antara dirinya dan Yusuf juga menjadikan orang tuanya lebih yakin 'tuk meninggalkan kota kelahirannya.

💤💤💤

Esok harinya, setelah mereka sampai dan berbenah di rumah ini, mereka cukup bisa beradaptasi dengan mudah. Bagaimana tidak? Semua barang yang mereka bawa kemarin, sudah tertata rapi di tempat yang baru ini.

Ayah dan Bunda nya membayar mahal orang untuk membantu mengemasi banyak barang-barang mereka. Rumah yang tidak kalah luasnya dengan yang lama, menjadikan beberapa space terasa kosong.

"Bunda sudah dapat orang buat bantu kita di sini. Mungkin besok bisa mulai kerja." Citra meletakkan sepiring lauk sarapan untuk suami dan anak nya itu.

"Dan Aika, besok kamu ikut Ayah ke sekolah baru kamu. Kamu mau Ayah masukkan ke SMA Manunggala 'kan?" sahut Ayahnya. Adnan memeberikan senyumnya tulus.

Aika menangguk paham. "Oke, Ayah, Bunda. Terimakasih."

Ketiganya melanjutkan kegiatan mereka, menyantap sarapan dengan nuansa baru. Sedikit melirik, Aika merasakan kehangatan yang sama selalu seperti sebelumnya.

Setelah beberapa saat berlalu, Aika merebahkan dirinya di kamar yang telah Ia pilih. Padahal sebenarnya Ia tidak perlu repot-repot melakukan hal itu, karena hanya ada dirinya di sini, tidak akan ada yang lain. Sepertinya.

Ia meraih ponselnya dan pergi menilik foto yang tersimpan di galerinya. "Gue kangen lo, Cup."

Aika menutup wajahnya dengan bantal gulingnya, menenggelamkan rasa murung dan isak nya sejenak. Begitu sulit baginya untuk melupakan seseorang yang pernah Ia ajak untuk menghabiskan waktu bersama dalam 1 tahun terakhir lalu.

"Aelah! Gue lama-lama muak liat foto lo, Cup!" Aika melempar ponselnya ke sembarang tempat.

Ting..

Ting..

Bel rumah nya berbunyi nyaring, tidak ada seorang pun yang menghentikan. Ayah dan Bunda nya pergi sedari tadi.

Aika beranjak ke arah depan, melirik sedikit lewat jendela rumahnya. "Aneh, baru juga pindah. Udah ada yang bertamu aja."

Ia membuka gerbang rumahnya yang terkesan berat. "Iya, siapa ya?"

"Gue tetangga samping rumah lo. Kebetulan Nyokap gue cerita kalo ada tetangga baru di samping rumah. Jadi ya, Nyokap nyuruh gue ngasih ini ke sini. Ini ada makanan, kebetulan adik gue ulang tahun"

Aika menatap ramah sosok cowok di depannya. Cowok berpostur tinggi itu cukup menawan untuk penglihatannya.

"Oh iya. Terimakasih. Selamat ulang tahun buat adik lo ya." Aika menampa pemberian cowok di depannya. "Gue, Aika. Aika Adnan," lanjutnya.

"Sama-sama. Salam kenal, gue Adrian Seka." Cowok itu menyodorkan tangannya, memberi kode untuk bersalaman memberi hangan kesan awal pertama mereka.

"Oh, ya. Kalau gitu, gue cabut dulu." Ia memberikan lambaian. Aika menatap cowok tersebut hingga terlelap hilang dari pandangannya.

Aika menyincing bingkisan yang baru diterimanya. Ia memicingkan mata, melihat isi di dalamnya. Ternyata potongan bolu cokelat dalam satu sisi dan nasi kuning di wadah yang lain.

Ia melahap bolu di depannya, dan hanya menyisakan nasi kuning untuk Ayah dan Bundanya. Berharap pun, Ia yang akan menghabiskannya juga nanti.

"Enak. Untung cokelat, kesukaan gue banget!" Mulutnya belepotan memakan habis, tanpa Ia pedulikan.

"Sayang." Citra dan Adnan masuk bersamaan, sedikit mengejutkan putrinya.

"Bunda, Ayah. Kok cepet banget, tumben? Udah selesai urusannya?" Aika menoleh mencari keberadaan kedua orang tuanya.

"Udah."

Adnan menyampirkan jasnya pada senderan kursi di seberang Aika. "Lho, ini dari siapa, Kak?"

"Dari tetangga sebelah, Yah. Enak lho, mau?" Aika menyodorkan piring di tangannya. "Tapi, udah habis."

Adnan mengernyit. "Tetangga?"

Aika mengangguk. "Iya, tadi katanya anaknya baru ulang tahun. Itu rumahnya di samping kita persis, Yah." Aika menunjuk secara asal.

Citra terkekeh. "Kamu ini, Kak. Kalo soal cokelat, pasti langsung dilahap ya."

Citra mengelap mulut putri nya, Ia membersihkannya dengan perhatian. "Ya udah, Bunda istirahat dulu ya."

| S U D A H |
- 191223 -

Sudah (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang