Seperti yang dijanjikan kemarin, pria paruh baya itu menggandeng anaknya. Keduanya bergegas berpamitan pada Citra yang sedari tadi berdiri diambang pintu rumah berwarna putih tersebut.
"Bun, Aika pamit dulu ya." Ia mencium punggung tangan wanita di depannya. Dan dibalas senyuman.
"Ayah juga, ya. Bunda hati-hati di rumah." Adnan mencium pipi istrinya dengan singkat. Aika pergi mendahului Adnan 'tuk masuk ke dalam mobil berwarna hitam pekat milik orang tuanya.
"Hati-hati ya, Ayah, Aika." Citra melambaikan tangannya, hingga akhirnya keberadaan mobil tadi tidak terlihat lagi.
"Ayah." Adnan menoleh.
"Ayah, aku nggak sabar dapet temen baru. Rasa-rasanya, antara senang juga sedih. Ternyata hal kemarin udah berlalu aja." Aika menatap Adnan intens. Lalu memalingkan wajahnya yang tenggelam dalam sesak pemikirannya.
"Ayah senang kamu semangat gini. Tapi Ayah juga sedih kalau kamu masih ingat-ingat hal kemarin. Menurut Ayah, sudah cukup kamu mengingatnya. Dan, ya! Ayo, move on your ex!" Adnan mengelus kepala putrinya. Berharap Ia akan menuruti perkataannya.
Aika menggerakkan sudut bibirnya sedikit melengkung. "Iya. Yusuf, udah waktunya kita berhenti sampai di sini."
Adnan kembali memfokuskan dirinya, keduanya kembali menikmati perjalanan mereka menuju SMA Manunggala, tempat putrinya akan melanjutkan sekolah nanti.
Tidak banyak memakan waktu, Adnan dan Aika sudah berada di parkiran yang bisa dibilang cukup elit. Parkiran ini lebih luas dibanding halaman belakang rumahnya, tentu saja! Mengapa Ia harus membandingkannya?
Keduany turun, dipandu dengan satpam yang sebelumnya telah diberitahukan akan kedatangan mereka.
"Lewat sini, Pak. Mari biar saya arahkan." Laki-laki yang kelihatannya telah menginjak umur 50 tahun itu berjalan sedikit mendahului. Mengantarkan Adnan dan Aika ke ruang Kepala Sekolah.
"Baik, sudah sampai. Tolong tunggu sebentar, saya akan matur ke Kepala Sekolah dahulu. Silakan duduk, Pak." Laki-laki itu masuk ke ruangan.
Mata Aika menyusuri tiap sudut sekolah ini. Kebetulan sekali lapangan di sini dihimpit oleh bangunan, jadi letaknya pun strategis.
"Gue tebak, pasti di sini juga tempat buat upacara," Aika bermonolog. Tangannya digerakan menepuk ke depan dan ke belakang. Matanya menangkap sosok cowok berpostur tinggi.
Aika memperhatikan dengan pasti tiap gerak-gerik cowok di seberang matanya. Cowok itu tampak tengah fokus melatih kelincahan dengan lari secara zig-zag.
"Silakan, Pak. Bapak bisa menemui Kepala Sekolah. Saya pamit dulu, Pak." ucap Satpam tersebut ramah. Kemudian meninggalkan Adnan dan Aika yang malah sibuk sendiri.
"Aika." Ia tidak menyahut.
"Aika, kamu dengar tidak?" panggilnya sekali lagi.
Aika kehilangan fokusnya dan membalikkan arah nya kepada sang Ayah. "Oh iya dengar, Ayah."
"Ayo, masuk."
Aika menyusul langkah Adnan, mereka masuk ke ruang Kepala Sekolah. Sementara Adnan berbincang-bincang mengenai kabar kelanjutan bagi putrinya, Aika menatap jari-jemarinya. Ia mengusap-usap, memberitahukan kesan gugup pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudah (On Going)
Teen Fiction"Kita nggak bisa maksa orang lain buat suka sama kita, Ka." "Ayo keluar dari zona nyaman kamu." Pengadaan Classmeet menjadikan Aika bisa tahu sosok seorang Gizal. Seorang cowok yang dikenal sebagai 'anak pintar' oleh guru-guru. Bahkan hampir oleh se...