Bab 1

3 2 0
                                    


Bab 1.

Di bawah langit biru, diiringi hembusan angin pelan. Seorang gadis berlari menembus kabut pagi. Terus berlari meski napasnya tak lagi seirama dengan langkah kaki.

Jejak kaki dari sepatu kusam, yang terlihat robek di beberapa bagian, membekas hangat pada jalanan yang sedikit berlumur akibat hujan semalam.

Gadis dengan name tag bertuliskan nama 'Shine' itu, menatap benda kualitas rendah yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Lima menit lebih awal sebelum jam masuk sekolah. Helaan napas lega meski diiringi debaran yang cepat pada jantungnya, menjadi cara tersendiri berterimakasih pada kedua kaki kuat.

Shi mengelap keringat dengan punggung tangan, lalu menoleh, saat matanya menangkap seorang pria menatap dari kejauhan. Pria dengan potongan rambut under cut; tipis di bagian bawah sedangkan atasnya rapi, yang baru saja memarkirkan motor besar itu menyunggingkan senyum, dengan acungan jari tengah yang sangat jelas ditujukan padanya. Shi memilih memalingkan wajah, daripada seseorang melihat dia berhubungan dengan pria yang tak lain adalah Ahza Refan Wibowo. Saudara sedarahnya, namun berbeda nasib dan perlakuan.

"Bangun!"
Shi terperanjat, tubuhnya seakan di tarik paksa dari alam mimpi saat segayung air mengguyur wajahnya.

"Mama." Matanya tak lagi mengerjap. Terkejut membuat dia sadar seutuhnya.

"Sudah jam berapa ini! Enak-enakan tidur disini. Abangmu sudah kelaparan di luar sana!"

"M-maaf, Ma. Aku begadang semalam—"

"Anak nggak tau di untung. Sudah bagus di besarkan, tapi nggak tau diri. Seharusnya kamu memang mati saja!"

Kata-kata itu sudah tak lagi bisa menyakiti hati Shi. Gadis itu bahkan mendapat perlakuan lebih buruk daripada ucapan Ibunya.

"Apa yang kamu tunggu! Cepat buatkan abangmu makanan!" bentaknya kemudian, melihat Shi masih berusaha mengumpulkan sisa-sisa nyawa dari mimpinya.

"Iya, Ma."

Shi melepas celemek yang membalut tubuhnya, setelah sebelumnya menyuguhkan roti bakar di meja makan.

"Mau kemana kamu!"

Langkah Shi terhenti, menoleh dan menatap nanar wanita empat puluh tahun yang sudah melahirkannya tujuh belas tahun lalu, "s-sekolah, Ma," jawabnya

"Sekolah?!" Mayang membulatkan mata, "setelah kamu membuat Ahza hampir kesiangan kamu bilang Sekolah. Tidak! Kamu hanya boleh Sekolah setelah membersihkan seluruh rumah. Atau memang lebih baik kamu tidak pernah Sekolah. Menyusahkan!"

"Tapi, Ma. Hari ini aku ada ujian, aku bisa terlambat jika harus membersihkan rumah dahulu. Aku akan bersihkan setelah pulang nanti. Sekali ini saja, aku mohon."

"Anak tidak tau di untung!" Mayang gusar, membanting sendok yang ada di tangan "aku memeliharamu bukan untuk mendengar bantahan dalam bentuk apapun! Kerjakan apa yang aku perintahkan sekarang!"

"Ma—"

"Karena siapa Ahza harus makan roti saja pagi ini?!" suara Mayang meninggi, dia bangkit dari tempatnya duduk. Menatap nyalak Shi dengan tangan menunjuk-nunjuk wajah gadis itu, "Kamu sengaja bangun siang, kan? Agar Abangmu itu kelaparan. Kamu tau betul Ahza biasa sarapan dengan nasi. Tapi, dengan beraninya kamu sengaja bangun siang agar dia tidak bisa sarapan. Kamu tau hari ini Abangmu juga ujian! Kalau ujian Abangmu gagal, semua adalah salahmu. Mengerti? Aku membiarkanmu hidup bukan untuk mengacaukan hidup putraku!"

Shi menunduk. Meski tuduhan Ibunya bukanlah sebuah kebenaran, dia tak bisa membantah. Dia memang kesiangan dan itu adalah kenyataan.

"Sudahlah, Shi. Turuti saja kemauan Mama. Jangan jadi anak durhaka." Azha yang tengah duduk di meja makan, dengan roti di tangannya, menyahut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kutukan Ibu Dalam Sepenggal NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang