2. Ciuman

432 22 4
                                    


Leon duduk di kursi kerjanya dengan tersenyum, mengingat istrinya yang menurutnya sangat lucu. Membuat temannya mengangkat alis heran, "Hei, kau gila?". Pertanyaan itu menganggu kegiatan Leon yang tengah khusyuk mengingat istrinya. Membalas pertanyaan temannya dengan tatapan tajam.

"Berhenti menggangguku, Max."

"Iya iya, maaf mengganggumu Yang Mulia Leon yang terhormat." Max hanya menjawab singkat, melanjutkan makan siangnya yang dibuatkan sang kekasih.

"Hei, kau tidak mau istirahat?" Max kembali bertanya sebelum meminum air. Leon diam tak berniat menjawabnya.

"Tumben sekali Yura tidak membuatkanmu makan siang." Celutukan asal yang keluar dari mulut Max membuat Leon terdiam. Bagaimana bisa dia lupa. Tangannya terkepal menahan amarah.

"Yura, apa kau benar-benar sudah tidak mencintaiku?"

Sepertinya Leon juga lupa bagaimana reaksinya setiap Yura datang membawakannya makan siang ke kantor. Melupakan ketidakpedulian yang ia berikan, lupa bagaimana ia tidak memedulikan Yura yang datang tersenyum dengan kotak bekal ditangannya, apa bahkan dia masih ingat tak sekali dua kali dia membuang bekal itu ke tempat sampah.

Tanpa menunggu lagi Leon segera mengirim pesan pada Yura untuk dibawakan makan siang. Leon sangat kesal mengingat ketidakpedulian Yura, mana Yura-nya yang perhatian itu, yang selalu menatapnya dengan cinta, yang selalu memperlakukannya seolah Leon lah satu satunya pujaan hati baginya. Namun satu detik kemudian bibirnya tersenyum, "Hukuman apa yang harus kuberikan pada istriku ya?"

Di tempat lain dimana Yura berada, kini dia tengah terkejut  melihat pesan yang dikirim Leon. Berjalan kesana kemari dengan gelisah. Dia tidak tahu bagaimana keseharian Yura dengan detail. Dalam novel hanya dituliskan bahwa Yura memperlakukan Leon dengan baik dan penuh cinta. Setelah itu, novel berfokus pada kedua pemeran utama.

Yura kini duduk dengan tangan memegang kepala, kepalanya berdenyut sakit. Andai Yura memberinya ingatan  lebih jelas, mungkin dia tidak akan sebingung ini.

"Ah entahlah aku pusing!" Tanpa sadar Yura berteriak frustasi. Kakinya melangkah ke dapur, berusaha menghilangkan kebingungannya dan segera memasak makanan apa saja.

Leon yang masih berada di kursi kebanggaannya menatap pintu terus menerus. Menunggu kedatangan Yura. Sudah lima belas menit berlalu sejak Yura mengirim pesan bahwa dia telah menuju kantornya, tapi kenapa terasa lama sekali. Apa kantornya memang sejauh itu? Apakah sedang macet disana? Atau jangan-jangan Yura berbohong bilang telah dalam perjalanan tapi nyatanya belum?

Ketukan pintu terdengar tak lama kemudian, Leon yang tengah menatap pintu langsung mengalihkan atensinya pada berkas dimeja. "Leon?" Yura memanggilnya.

Kaki Leon melangkah mendatangi Yura dengan wajah sumringah, membuat karyawan yang melihatnya menganga terkejut. Sepertinya Yura lupa menutup pintu, tapi tidak masalah bagi Leon. Bukankah bagus jika karyawan melihat?

"Kenapa kau lama sekali, sayang?" Leon merengek dengan memeluk Yura, menaruh kepalanya di ceruk leher sang istri.

"Ayo masuk, aku sudah lapar." Leon tersenyum lagi lalu menggandeng tangan istrinya setelah menutup pintu. Tangannya meremas kuat jemari sang istri, membuat Yura mengaduh kesakitan hingga berusaha melepaskan genggamannya. Tentu saja Leon tak akan melepaskannya semudah itu.

Leon menarik Yura duduk ke pangkuannya, tangannya meremas pinggang Yura dengan kuat. "Leon, sakit." Jemari Yura bergerak menjauhkan tangan Leon dari pinggangnya. Sayang sekali kekuatan Yura tak mampu melawan Leon. Kini satu tangannya beralih ke leher Yura lalu memegang dagu Yura kearahnya.

"Maaf sayang, aku sedang kesal." Meski mengatakannya dengan tersenyum, namun Yura tetap bergetar ketakutan. Satu tangannya yang masih bertengger di pinggang Yura semakin mengeratkan pelukannya. Bibirnya tersenyum senang melihat Yura ketakutan.

"A-apa aku berbuat salah?" Yura memberanikan diri untuk bertanya meski dengan terbata.

Leon hanya diam menatap Yura. Memperhatikan mata istrinya yang berkaca dan mulutnya yang sedikit terbuka. "Cium aku." Leon memerintah dengan mata yang terus menatap bibir Yura. Yura terkejut lalu reflek menjauhkan pandangannya menghadap depan. Tak tahu saja Leon semakin kesal karenanya.

Yura diambang dilema, jantungnya yang semula berdetak kencang jadi semakin kencang tak karuan. Bukankah dalam novel tidak pernah ada skinship antara Leon dan Yura? Yura melirik keatas melihat Leon, langsung terkesiap setelah tahu Leon menatapnya marah.

Dengan penuh ketakutan Yura mengangkat kedua tangannya dan memegang sisi kepala Leon lalu dengan secepat kilat mengecup bibirnya. Leon melotot terkejut, tak menyangka Yura akan melakukan perintahnya. Namun sebelum Yura menjauh, Leon segera menahan kepala Yura dan memperdalam ciumannya.

Leon dengan ganas melumat dan menggigit bibir Yura. Merasa kecanduan akan rasa manis dari bibir itu, Leon semakin melesakkan lidahnya seakan mengajak lidah Yura bertarung. Dorongan Yura pada dadanya membuatnya mau tak mau menghentikan ciuman panas itu.

"Hah hah Leon.. " Yura kehabisan nafas. Dengan segera menutup mulutnya agar Leon tak melanjutkan ciuman itu. Namun milik Leon malah mengeras setelah mendengar suara Yura. Tak diberi bibir, leher pun jadi. Kepalanya mencari tempat di leher Yura, mengendusnya lalu menjilatnya seperti eskrim.

"Ahh Leon, makan siangnya.. " Yura berusaha mengalihkan atensi Leon. Mengingatkannya tentang alasan Yura kemari.

"Kau makan siangku, Yura." Jawabnya  disela memberi kissmark pada leher Yura. Jemarinya melepas dua kancing atas pakaian Yura.

Yura berusaha menjauhkan satu tangan Leon yang melepas kancingnya, membuat Leon segera menggigit kembali leher Yura agar tak mengganggu kegiatannya. "Ah!" Yura memekik terkejut.

.
Bersambung.....

Kurang nggak?

Kurang panas atau kurang panjang?

See you di next eps 😘

Hanya FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang