4. Itu Apa?

308 12 0
                                    


Kini Leon tengah duduk nyaman di kursinya mengabaikan Max yang terus mengomel. Suasana hatinya sangat bagus meskipun Max terus mengumpatinya. "Hah. Sepertinya kau sangat senang sampai tidak mendengarkan perkataanku." Max menyindirnya.

Kali ini Leon diam tanpa membalas Max dengan tatapan tajam, merasa berterima kasih karena sudah menggantikannya di rapat dadakan siang ini dengan Perusahaan XC. Tentu saja Leon tidak memaksanya, Max sendiri yang melakukannya setelah sebelumnya masuk ke kantor Leon untuk mengabari perihal rapat itu tapi malah menemukan ruang kantor yang berantakan.

Awalnya Max masih bisa berpikir positif, tapi otaknya sudah tidak bisa berpikir begitu lagi ketika matanya tanpa sengaja menemukan celana dalam berenda yang Max yakini pemiliknya adalah seorang wanita.

Mulai dari karyawan yang bilang bahwa istri bos sedang berkunjung, kemudian meja kerja yang berantakan, dan yang terakhir adalah celana dalam. Jadi, mereka melakukan .. itu?. Meskipun sudah pasti tapi Max tetap mempertanyakannya. Seolah ada sesuatu yang salah.

Jam sudah menunjukkan pukul 17:00, sebentar lagi waktunya pulang. Daripada bersiap untuk pulang, Max lebih memilih duduk sambil mengomeli Leon.

"Jadi kau sudah membuka hatimu untuk Yura?" Lelah mengomel, kini Max menyandarkan kepalanya di sofa sambil melihat Leon yang masih saja berkutat dengan berkasnya.

Leon segera melihat Max dengan tatapan tajam, "Jangan sebut nama istriku sembarangan, Max."

Max yang diberi jawaban begitu kini menegakkan tubuhnya, matanya melotot kearah Leon. "Wow wow wow! Jadi benar ya yang karyawan bilang kalau kau tersenyum lalu memeluk Yura? Hahaha Astaga aku kira mereka sedang berhalusinasi." Max melanjutkan tawanya, menertawakan Leon. Membayangkan Leon yang kaku tersenyum lalu bermanja dengan istrinya terdengar seperti lelucon bagi Max.

"Kau benar-benar mencintainya? Atau kau melakukannya karena itu?" Suara Max memelan serius, matanya kini menatap tajam mata Leon yang juga menatapnya.

Hening. Leon tak memberikan respon apapun. Kini hanya terdengar suara langkah kaki menjauh. "Itu? Apa maksudnya?" Diam diam Yura mendengarkan dibalik pintu. Dia juga penasaran jawaban Leon. Tubuhnya terduduk di lantai, menyandarkan punggungnya dibalik pintu.

Yura sama sekali tidak bermaksud untuk menguping pembicaraan Leon dan Max, tapi dia merasa sungkan ketika ingin keluar kamar karena terdengar Leon dan Max tengah mengobrol. Tak enak untuk menginterupsi pembicaraan mereka, Yura memilih duduk sambil menyandarkan punggungnya. Ingin berdiri tapi kakinya bergetar lemas. Belum lagi tubuhnya yang sakit dan nyeri.

Karena sudah hening, Yura memutuskan untuk keluar. Suara terbukanya pintu membuat Leon menoleh, namun satu detik kemudian matanya kembali fokus pada berkas yang dipegangnya.

"Leon, aku pergi dulu." Yura mengatakannya dengan suara serak. Sekian lama menunggu jawaban, Leon hanya merespon kalimat Yura dengan deheman. Yura tersenyum kecut melihatnya. Kakinya segera beranjak pergi keluar, meninggalkan Leon dengan masalahnya.

"Max, sialan." Leon menggeram mengumpati Max setelah Yura keluar. Tangannya mengepal marah meremas berkas ditangannya.

Bersambung...

Leon marah kenapa ya?

Hanya FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang