5. Angkat Telfonnya, Sayang

224 11 0
                                    


Yura terdiam melamun menatap langit-langit kamarnya, memikirkan perlakuan Leon terhadapnya. Yura tidak mengerti, dia bingung. Bingung kenapa Leon bersikap manis, bingung kenapa Leon mau menyentuhnya, dan bingung dengan sikap acuh Leon setelahnya. Apa Leon berniat mempermainkannya? Di novel hanya dijelaskan bahwa Leon tidak tertarik dengan Yura. Lalu semua ini apa?

Rasa nyeri ditubuhnya masih terasa, membuatnya enggan untuk bergerak. Seluruh tubuhnya sakit dan pegal karena Leon. Namun sikap acuh Leon setelahnya membuat Yura ingin memaki Leon saat itu juga.

"Hah, sialan." Yura mengumpat. Entah untuk siapa umpatan itu, tapi yang terpenting sekarang Yura sangat kesal. Dan mengumpatlah solusinya.

Kini Yura beranjak menuju kamar mandi setelah melihat jam sudah menunjukkan pukul 19:00, membersihkan diri dari bekas-bekas percintaannya dengan Leon. Rasanya dia ingin segera tidur dan beristirahat dengan tenang. Melupakan pikiran yang mengganggunya, termasuk Leon.

Ditempat lain dimana Max berada, suara diseberang telefon terdengar ditengah perjalanan pulangnya. Pertanda bahwa ia sedang berbincang dengan lawan bicaranya.

"Ya, seperti yang sudah aku katakan. Hubungan mereka sepertinya membaik. Kau mungkin akan terkejut melihatnya." Max berkata seolah sedang memberi laporan.

"Hahaha, kau lihat kan. Adikmu itu normal, tidak sepertimu. Dasar gay." Max tertawa sambil mengumpati lawan bicaranya. Entahlah, apa itu bercanda atau tidak. Namun suara diseberang sana tidak terdengar merespon.

Tak berselang lama kemudian telefon ditutup sepihak oleh lawan bicara Max. Tak marah ataupun kesal, namun Max hanya terheran. Bertanya-tanya memangnya dia salah?

"Hah, sialan. Bisa-bisanya aku ada di tengah-tengah orang gila." Max mengumpati hidupnya. Kini dia memilih melajukan mobil dengan kecepatan tinggi agar segera sampai ke tempat tinggalnya, memeluk sang kekasih dan istirahat dengan tenang.

Lain hal dengan Yura dan Max yang ingin segera beristirahat, Leon memilih untuk lembur. Berkutat dengan berkas-berkas yang ada setidaknya membuat otaknya lebih fokus tanpa perlu terganggu oleh hal yang mengganggunya kali ini.

Satu jam? Dua jam? Tiga jam? Berapa lama pun Leon bekerja, pikirannya tetap saja tertuju pada Yura. Sejujurnya dia ingin tidur dan memeluk Yura saat ini. Tapi daripada melakukan itu, Leon malah memilih mengacuhkan Yura. Berharap keinginan sialannya itu menghilang dengan segera. Yah kalo boleh jujur, sebenarnya Leon hanya gengsi untuk melakukannya. Gengsi dan malu mengingat apa yang pernah dia katakan dulu pada Yura,

"Ini yang pertama dan terakhir kalinya. Kau harus ingat bahwa aku melakukan ini karena terpaksa. Kalau tidak ada si sialan itu, sekarang aku pasti sudah bersama Shiena."

Kalimat yang Leon katakan pada Yura di malam pertama mereka. Sangat jahat bukan? Meskipun begitu Yura hanya tersenyum anggun menanggapinya. Tidak marah ataupun membentak, yang dia katakan hanyalah "Iya, Leon. Aku mengerti. Karena itu, mari kita lakukan agar mereka tidak curiga."

Apa kalian ingin mengetahui kisah malah pertama mereka? Sepertinya Yura pun akan menolak untuk memberitahu. Karena daripada rasa sakit tubuhnya, hatinya terasa lebih hancur. Rasanya seperti diperkosa, sangat sakit hingga dia berpikir untuk tidak lagi melakukannya. Meskipun begitu, rasa cinta yang Yura punya tidak akan pernah habis untuk Leon.

"Keparat. Persetan dengan ini semua. Aku hanya ingin memeluk dan mencium Yura." Leon mengamuk, melempar berkasnya ke sembarang arah. Segera meraih jasnya yang tersampir dan berlari. Berharap segera sampai dirumah.

Leon menyetir dengan kecepatan penuh, seolah tidak peduli dengan apapun. Dia bahkan tidak peduli dengan dering ponselnya yang sedari tadi berbunyi. Kini memilih untuk melempar ponsel itu ke sembarang arah di mobilnya. Baginya Yura lebih penting sekarang.

"Kumohon angkat telfonnya, sayang."

Bersambung...

Tau lah ya, dia siapa👀

Hanya FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang