Udara malam menyelinap masuk dari sela-sela jendela yang sengaja memang di buka sedikit. Alena yang sudah berjam-jam di depan laptop mulai merenggangkan kedua ototnya. sejak kembalinya dia dari acara makan siang bersama direktur Axel tadi memang menyibukan diri dengan mengisi laporan bulanan.
nampaknya beberapa penghuni di rumah sakit sudah mulai beristirahat. Terasa dengan jelas kesunyiannya dari sini. padahal dua jam yang lalu terdengar beberapa langkah yang terus mondar mandir di balik ruangannya ini. tapi sekarang tidak...
matanya mulai terasa berat, sebaiknya dia juga bergegas pulang ke apartemen. Untung sejak awal datang dia tidak membawa banyak barang. hanya dompet kecil berisikan beberapa uang uantuk ongkos pulang dan juga hp. sebuah pesan masuk dari benda pipih tu yang seketika membuat Alena mengembangkan senyumnya seketika.
selepas dia menanggalkan jubah kebanggaanya- segera saja melenggang dengan cepat menuju lobi bawah. jari lentiknya segera menekan tombol lift dan segera masuk ke dalam. suasana di lift sangat sunyi karena hanya berisikan dirinya seorang. itu pikirnya sih ... sampai tiba-tiba seorang pria dengan jaket gelap dan topi hitam yang hampir mentupi separuh bagian pandangannya segera ikut masuk sebelum pintu lift tertutup. Jujur saja entah kenapa Alena merasa sedikit gugup. Entah itu karena atmosphere di dalam sini terasa panas atau hanya perasaanya saja?
Sedangkan pria di sebelahnya hanya menundukan kepala tanpa melakukan gerak gerik apa pun. Bahkan dia tidak menekan tombol mana yang akan dia tuju..! hanya mematung. atau mungkin dia memang memiliki tujuan yang sama? entahlah... tidak seharunya berpikiran aneh-aneh terhadap orang lain.
Denting pintu lift terdengar nyaring dan pintu mulai terbuka. Tanpa buang waktu lagi Alena segera keluar dari ruang sempit itu. tapi sepertinya hanya dia yang keluar- sedangkan pria tadi masih di dalam lift, sesampainya pintu lift kembali tertutup menelan bayangan pria aneh tersebut.
"Alena" tidak sempat pikiran negatifnya berkelana- langsung terbuyarkan dengan kehadiran seseorang yang sejak tadi sudah menunggunya. dengan pakaian casual pria itu masih nampak gagah.
Seketika pria tersebut segera menghampirinya dengan senyuman merekah. Alena tau betul senyuman itu. Pria di hadapannya kini tidak mengalami perubahan sama sekali. bentukan potongan rambutnya saja masih sama di dalam ingatannya dulu sejak mereka masih satu sekolah. Tidak lain dan tidak bukan pria yang menunggunya sekarang adalah Arkas.
dirinya tidak tau harus menjelaskan dari mana.., singkatnya sejak kejadian delapan tahun yng lalu hanya Arkas seoranglah yang tau bagaimana kabar dan kondisinya. Bukan artinya dia ingin memutuskan tali pertemanan dengan teman semasa sekolahnya yang lain, Cuma ini demi kepentingannya juga.
Sejak penculikan itu di kabarkan bahwa Eric tenah menjadi buronan dengan beberapa anteknya yang lain berhasil kabur. Tapi setelah dua tahun pencarian akhirnya kabar Eric di tahan sampai ke telinganya. Walaupun itu kabar baik, tidak membuat Alena lupa masa kelam tersebut. Dan hanya Arkas lah yang tau segala sesuatu tentang dirinya selama delapan tahun terakhir. karena dia juga lah Alena mengingat betul berhasil selamat dari kejadian itu.
Sekian lama mereka bertukar kabar melalui media online. Akhirnya dua tahun yang lalu Arkas kebetulan pekerjaannya dipindahkan ke kota ini selama empat tahun. Arkas sendiri menjabat sebagai Manajer di perusahaan pemasaran. Sungguh pencapaian yang gemilang. sebenarnya dia tidak heran..., apalagi Arkas dulu adalah anggota OSIS. prestasi pria ini sudah tidak bisa di pertanyakan lagi.
"are u okay? u look so tired" ucap Arkas tidak lupa dengan ekspresinya yang tambak khawatir.
"i am tired" dia tidak bisa berpura-pura untuk baik-baik saja.., nyatanya dia memang lelah.
"Kalau begitu ayok gw anter lo pulang"
"Thanks Arkas.., gw gak tau lagi kalo gak ada lo disini. Lo benar-benar penyelamat gw"
"Dari dulu kan..." dengan senyum pria itu segera mengambil alih dompet Alena dan segera menuntun gadis itu menuju mobil dimana dia parkir. Sudah sebulan lebih Arkas selalu menawarkan tumpangan. Padahal jarak apartemen dia dengannya cukup jauh memakan jarak tempun sejam setengah.
Arkas langsung membukakan pintu mobil yang di susul masuk oleh Alena. Selama mobil mulai berjalan tidak ada yang membuka percakapan. Alena sibuk memandang seluruh jalanan yang mulai sepi karena sekarang sudah jam 21.54 malam. Walau seisi jalan sudah mulai sepi, tapi kota ini termasuk sala satu kota yang aman dengan kriminalitas yang rendah. Jadi terkadang jika memungkinkan Alena harus menaiki angkutan umum- dirinya tidak akan cemas. Apalagi jarak tempuh apartemennya tidak begitu jauh.
"Udah sarapan?" Alena yang tidak begit larut dari lamunannya menatap Arkas di samping yang tengah menyetir.
"Untuk makan malam belum" jika bukan karena laporan itu membuat dia tidak punya waktu untuk sarapan. Untungnya tadi siang dia menerima tawaran dari Axel. Bayangkan semisal tadi dia menolak tawaran Axel tadi?! mungkin dirinya akan di temukan pingsan di ruang kerjanya karena kelaparan.
"Kalau begitu mau makan dulu"
"Sepertinya enggak. Tapi mungkin kalo memungkinkan bisa menepi sebentar di supermarket? gw lupa beli beberapa kebutuhan rumah yang hampir habis"
"Tentu" Arkas membelokan setirnya menuju arah yang berlawanan dari tujuan awal. Sekitaran 10 menit mobil yang di tumpangi mulai terparkir di sebuah supermarket dengan papan iklan besar bertuliskan 'Buka 24 jam'.
Alena pertama masuk yang di ekori dengan Arkas di belakang. Tampak penjaga yang di depan kasir segera menyambut kedatangan mereka berdua.
"Gw mau ngambil beberapa kebutuhan dulu. gpp kan gw tinggal?" Alena segera menganggukan iya. Selepas Arkas beranjak ke sisi sebelah- dirinya sibuk memilah milah barang apa lagi yang akan dia masukan ke dalam troli.
Entah kenapa rasanya dia mulai tidak nyaman. Sesekali Alena melirik kanan dan kiri tempat di area mana dia berhenti. Tapi nihilnya tidak ada apa pun selain dirinya sendiri di lorong minuman dingin.
Atau mungkin itu memang cuma perasaan negatif nya saja?! Alena menggelengkan kepalanya mengusir pikiran dan perasaan negatif barusan. Tanpa sengaja lengan kirinya menyenggol botol minuman dari rak dan terjatuh menggelinding di lantai. Reflek dirinya bergegas ingin menangkap botol minuman tersebut.
Tapi sebelum tangannya menggapai botol itu- secara tiba-tiba sebuah tangan mengambilnya. Beberapa detik Alena segera mendongak menatap orang yang berdiri di hadapannya. Itu pria tadi!
Pria yang di temuinya di lift! Karena pria di hadapan nya ini masih menuduk membuat dia tetap tidak bisa menatap rupa dari pria aneh ini. Pria misterius di hadapnnya segera menyerahkan botol minuman tersebut ke arahnya. Walau ragu tapi Alena menerima uluran tanggan nya dan mengambil botol itu kembali.
"T-terima kasih" jujur dia sangat takut. Pria ini terlihat sangat misterius! dan kenapa juga dia kembali bertemu di sini? Apa pria ini mengikutinya? ketika pikiran negatif itu menyerang- sontak tanpa sadar langkah kakinya mundur selangkah.
Apa yang harus dia laukan sekarang? Berteriak minta tolong?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu II
Teen Fiction⚠️Dewasa:17+⚠️ ⚠️kata-kata vulgar⚠️ *** *** *** *** *** Selama delapan tahun pelarian bukan hal yang mudah bagi Alena. Semua cerita masa lalu yang sudah berakhir ternyata baru permulaan setiap perjalanan takdirnya. "Lo harus bertanggung jawab Alena...