Takdir

185 5 1
                                    

Terkadang orang bilang bahwa dunia itu sempit. Atau ada juga yang bilang bahwa takdirlah yang sedang bermain. Entah dari mana pernyataan yang benar sepertinya Alena akan mempercayai keduanya.

Mempercayai bahwa takdir sedang menyusun siasat untuk dirinya...

"Hi Alena"

Sekali lagi, orang di depannya ini menyapa kembali. Sontak diriku tersadar dari lamunan sesaat. Alena tidak percaya ini... Walau tahun sudah berlalu tapi dia masih mengenali wajah di hadapannya ini. Ingatannya tidak buruk. Rio?!

Rasanya kakinya seperti jelly, siap kapan saja akan terjatuh. Dadanya berpacu sangat cepat. Seketika ingatan masa lalunya berputar di memory nya. Dan hal itu bukan kejadian yang bagus. Tapi awal dari traumanya.

"Menjauh darinya!" Diriku masih belum bisa mencerna semuanya. Itu ketika arkas datang dan menarik pergelangan ku pergi. Napasku tersengal, pandanganku mulai kabur. Itu semua karena mataku yang berkaca kaca.

Kenangan buruk itu terus terngiang di kepalaku. Seperti kaset yang di ulang terus menerus, tapi arkas berusaha mengguncang kedua bahuku. "Alena sadar" ucapnya sambil menjentikan jari jempol dan telunjuk nya. Seperkian detik akhirnya aku pun mulai sadar dan melihat sekelilingku.

Kita ada di basement? Kenapa bisa? Apa aku pingsan?

"Kenapa kita disini?" Tanyaku masih dengan jantung yang berdebar. Rasanya semakin sesak saja.

"Lo bengong setelah gw tarik keluar dari gedung. Lo gpp kan?" Tanya arkas memastikan masih memegang kedua bahuku. "Sekarang Lo tarik napas yang panjang" masih dengan mata berkaca kaca Alena mengangguk dan mulai mengikuti ucapannya.

Aku mencoba mencoba menahan debaran jantungnya dengan kedua tangannya. Sesekali ia menutup kedua matanya untuk mengalihkan pikirannya dengan kenangan yang sekiranya bahagia. Dua menit dia melakukan itu sedangkan Arkas menunggunya dengan sabar. Menatap setiap inci wajah Alena yang berusaha menarik kembali pikiran buruknya.

"Arkas itu beneran Rio kan?" Kini dia membuka mata dan berusaha lebih tenang. Sedangkan Arkas tidak berbicara hanya mengangguk mengiyakan. Sekali lagi jantungnya kembali berdebar kencang.

"Lo gak usah pikirin itu. Itu semua udah berlalu Alena. Dan ada gw yang bakal jaga in Lo" ucap Arkas menenangkan Alena. Seolah tau apa yang sedang dilanda gadis ini.

"t-tapi~

"Sst dah tenang. Gw bilang bakal jagain Lo" belum sempat Alena berkomentar Arkas menarik tengkuk leher nya dan membenamkan kepala gadis itu di dadanya. Alena tidak memberontak, jujur rasanya sekarang dia membutuhkan ini. Jadi dia menenggelamkan kepalanya lebih dalam agar debaran jantungnya ini membaik.

"Gw mau pulang" ucap Alena mulai berbisik dengan kepala yang masih menyandar di dada Arkas. "Biar gw anter" Alena tidak menolak, dia hanya menganggukkan kepala. Rasanya dia tidak akan fokus jika harus kembali bekerja jadi dia akan meminta izin sementara waktu.

Segera Arkas mengantar Alena kembali ke apartemen nya. Suasana di mobil begitu sunyi. Pria itu mau saja membuka suara tapi melihat wajah Alena yang sudah menjadi tenang tidak ingin mengusik nya. Setibanya di parkiran Alena menolak dengan keras untuk di antar kedalam apartemen.

Dirinya tau betul Arkas masih ada pekerjaan lain yang belum selesai. "Lo istirahat yang banyak. Kalo perlu apa pun tinggal hubungin gw" tutur Arkas sebelum pergi. Sedangkan Gadi itu mengangguk. Hanya dalam hatinya tidak mungkin dia akan meminta. Karena sudah cukup Arkas membantunya selama ini.

Tak lama Alena berjalan menuju unit nya. Matanya masih menangkap barang berserakan di depan penghuni unit baru. Sudah berhari hari tapi tidak kunjung selesai? Jujur saat ini dia sangat letih tapi ada rasa tarikan ingin mengunjungi penghuni baru di sebelahnya apalagi ketika dia mendapat surat semalam.

Tapi lebih baik dia beristirahat lebih dulu. Dia sudah bertekad akan mengunjungi penghuni sebelah tapi nanti.

Tidak banyak yang bisa dia lakukan seharian ini. Hanya memakan cemilan dan menonton. Selalu begitu berulang-ulang. Walau pikirannya masih sedikit kalut mengingat wajah Rio. Hingga tak terasa kini sudah jam 8 malam.

Alena menghentikan aksinya menyendokan es cream di mulutnya dan segera beranjak menuju kulkas.

Hmmm kira-kira apa yang bisa dia bawa ya... Pikirnya. Dan ya! Dia akan menyapa ke sebelah sebentar. Tapi tidak bisa dengan tangan kosong. Untung matanya menangkap sekeranjang buah jeruk yang masih di segel . Jadi dia akan menyuguhkan ini saja ke seberang.

Sesekali dia menatap tampilannya di pantulan jendela. Tidak buruk! Kaos kebesaran dan celana pendek serta rambut di Cepol keatas. Setidaknya dia tidak terlihat berantakan. Jadi langsung saja dia mengambil keranjang buah dan berjalan keluar.

Sesampainya di depan pintu dia mengetuk beberapa kali. Sesekali matanya menyusuri barang yang berserakan di sekitarnya. Ada begitu banyak banyak barang dan semuanya tidak tertata rapi. Ada panci, piring, bantal, dan boneka kelinci putih dengan gaun pink. Hmm rasanya aneh... Apa tetangga kita punya anak? Jika iya kenapa dia tidak pernah mendengar suara anak kecil.

Sekali lagi, jari lentiknya mengetuk pintu itu. tapi nihil sepertinya tidak berpenghuni. Ahh baiklah jika begitu. Tapi sebelum dia melangkah tiba saja pintu sedikit terbuka. Alena mengkerutkan keningnya. Menampakan sedikit celah dalam ruangan yang masih gelap.

"H-halo?" Himbaunya. Tapi tidak ada jawaban. "Saya Alena dari kamar sebelah. Saya kesini cuma mau memberikan ini..." Ucapnya sekali lagi dengan mengangkat sedikit keranjang buah di tangannya. Tapi lagi dan lagi tidak ada jawaban.

Ini aneh.., pintu nya sedikit terbuka tapi tidak ada orang. Padahal sangat jelas pintu ini terbuka di depan nya barusan. Itu sudah pasti orang yang membukanya kan?! Ataukah hantu?! Ahh tidak mungkin!

Alena meneguk salivanya kasar. Sedikit dorongan untuk keberaniannya dia mendorong pintu itu hingga terbuka. Dia menangkap ruang sangat gelap, tapi semua barang tertata rapi. Walau sepertinya belum semua nya mengingat masih ada di depan pintu.

Dia melangkah untuk lebih masuk. "Permisi... Apa ada orang?" Lagi dan lagi tidak ada jawaban. Apa orang ini baik-baik saja? Pikirnya membatin. Maksudku lihatlah! Ruangan gelap, tapi pintu terbuka... Dirinya hanya takut jika penghuni sini terjadi apa-apa. Batin kedokterannya menghimbau. Memikirkan setiap kemungkinan yang terjadi.

Aneh memang harusnya dia merasa resah ketakutan tapi saat ini dia resah karena khawatir. Dia yakin 100 persen ada penghuni di sini. Karena kemaren dia lihat sendiri pria yang membawa bantal itu...

Brak~

Alena terperanjat kaget. Dia melihat pintu yang terbantik tertutup. Suasana tambah gelap tapi dia dapat melihat siluet pria depan pintu.

"M-maaf saya lancang. Saya pikir tidak ada orang disini" ucap Alena merasa bersalah. Sesekali dia memicingkan matanya untuk memperjelas wajah pria ini. Tapi keadaan sangat gelap dan hanya di terangi rembulan di luar jendela. Tapi yang pasti pria ini sangat tinggi.

"Maaf. Kalau saya mengganggu ..." Kata ku sekali lagi sesekali menggigit bibir ku karena canggung tidak mendapat jawaban. "Kalau begitu saya lebih baik pergi" dia sangat tidak enak menerobos tempat orang begitu saja.

Bukannya mendapat jawaban pria itu melangkah lebih cepat ke arahnya. Refleks kaki Alena melangkah mundur mendapati sosok besar itu semakin mendekat. Tapi lengan pria itu menarik pergelangan tangannya hingga gadis itu berakhir di dada bidangnya.

Pelukan! Ya kalian tidak gila! Pria ini memeluknya dan melilitkan kedua lengan besarnya di area pinggul nya. Kepalanya di benamkan dalam leher Alena. Gadis itu bisa merasakan pria ini yang menghirup aroma nya dalam-dalam.

Apa apan kegilaan ini!

"T-tuan tolong jangan kurang ajar" pekik Alena kaget menerima perlakuan ini. Namun bukannya melepaskannya malah membawa nya semakin dalam kepelukan pria itu.

"Diamlah aku belum selesai" balas pria itu dengan sedikit parau dan berat. Merasakan setiap hembusan napas pria ini di lehernya membuat dia bergidik ngeri. "Jangan kurang ajar! Saya bilang lepaskan!" Sekali lagi Alena memekik, sesekali mendorong tubuh pria ini menjauh. Tapi nihil karena tenanganya yang kalah jauh.

"Aku bilang diamlah Alena. Aku sedang merindukan semua ini" ucapnya penuh penekanan. Berhasil membuat Alena menegang...

Candu IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang