Minyak dan Air

591 31 2
                                    

Haerin menatap lekat Hanni yang kini tengah memainkan gitarnya. Sesekali ujung bibirnya terangkat ketika suara merdunya terdengar begitu sopan ditelinga.

We fell in love in october menjadi lagu pavorit Hanni yang selalu ia nyanyikan dihadapan Haerin. Setiap saat setiap waktu, tidak ada orang lain hanya mereka berdua.

"Bisakah kau menyanyikan lagu lain?"

Petikan gitar Hanni seketika terhenti, tatapannya terpaku pada Haerin.

"Apa itu?" Tanya Hanni sesekali memetik halus senar gitar, menciptakan melodi-melodi acak.

"Tidak tahu." Haerin mengangkat bahunya acuh.

"Menurutmu lagu apa yang cocok untuk kita?"

"Tidak ada." Ucap Haerin dengan tenang, sekali lagi tatapan Hanni tertuju kepadanya. Kali ini hanya reaksi datar dari raut wajahnya yang ia perlihatkan.

Hanni menghela napasnya, menyimpan gitar kesayangan di atas ranjang membuat Haerin terheran melihatnya beranjak pergi dari hadapannya.

"Kak, kau tahu hubungan seperti ini tidak akan berlangsung lama. Kan?"

Buku-buku tampak berjejer rapih dan terawat terlihat memanjakan mata, namun Hanni selalu tertarik pada album foto yang dirinya buat bersama Haerin.

"Kita tidak bisa memaksakan orang-orang agar terfokus hanya pada kita saja. Ibu mu, ibu ku, ayahku, dan kak Minji, mereka memiliki kehidupan masing-masing." Ucap Haerin melanjutkan perkataannya.

Sementara Hanni masih enggan bersuara, berpura-pura tidak mendengarkan padahal hatinya benar-benar sakit dan tersiksa.

Dengan perlahan Haerin mendekati, memegang kedua bahu kecilnya memaksanya agar mereka saling menatap.

"Kata orang-orang, mencintai tidak harus memiliki. Aku benar-benar mencintaimu, tapi kita tidak bisa selamanya seperti ini. Aku tahu semua yang ada di dunia ini tidak akan bertahan lama, kak Hanni juga harus tahu itu."

"Yakinkan aku agar aku percaya semua perkataanmu." Akhirnya setelah beberapa saat terdiam, Hanni membuka suara.

"Kita punya cinta tapi dunia punya norma."

Kali ini Hanni benar-benar terdiam untuk waktu yang lama.










































_





".....2 hari yang lalu dia membanting semua barang-barang di kamar, dengan terpaksa aku mengikatnya lagi."

Minji menatap sedih sahabatnya, kondisinya benar-benar memprihatinkan dengan kedua kaki dirantai. Tampak tangannya terus memegang gagang sapu, benar-benar persis seperti ia memainkan gitar kesayangannya dulu.

Ibu Hanni menyadari bingkisan yang sedari tadi Minji bawa, terlihat sebuket bunga lili menyembul dari sana.

"Apa itu untuk Hanni?"

"Sebenarnya ini untuk-"

"Oh iya aku benar-benar lupa, tunggu sebentar disini." Terlihat wanita dewasa itu pergi ke arah dapur, membuatnya kebingungan.

Tidak berapa lama ibu Hanni kembali dengan 2 tangkai bunga mawar putih dan satu botol air mawar.

"Ini, tolong berikan ini kepadanya." Ucapnya dan Minji hanya mengangguk patuh.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Tante tolong beritahu aku saat Hanni sudah tenang nanti."

"Tentu saja."

Minji tersenyum kecil, hendak keluar dari kediaman Hanni namun sebelum benar-benar pergi perkataan ibu Hanni menahan langkahnya sejenak.

"Titipkan salamku pada Haerin, maaf karena Hanni tak bisa mengunjunginya lagi."














Tamat

Kittyz oneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang