6. Hubungan Toxic

16 6 41
                                    

Malam ini langit tampak begitu indah. Berbagai macam jenis bintang berjejer rapi mengitari bulan sabit yang bersinar terang. Berbeda sekali dengan seminggu terakhir yang selalu ditemani dengan derasnya hujan kala malam.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Zen tentu menggunakan momen langka tersebut untuk berkumpul bersama para sahabat. Tak segan-segan, bahkan lokasi yang digunakan yakni rooftop kediaman Zen sendiri. Sementara kegiatan yang mereka lakukan ialah bermain kartu uno. Keempat sahabat ini memilih untuk duduk lesehan di alas karpet yang sengaja dibawa dari lantai bawah.

Di sisi lain Zen sedikit menyayangkan karena Reyyan tak turut hadir di tengah-tengah mereka. Apalagi setelah sekian lama agenda rutin ini tak terlaksana akibat terkendala cuaca.

Berbeda dengan yang lain--sudah tak peduli dengan Reyyan karena ini bukan kali pertama cowok itu menghilang, Zen tetap merasa persahabatannya tak lengkap jika tak ada Rey di sana.

Ditengah-tengah benak yang berpikir Reyyan kemana, seketika Zen teringat fakta bahwa sahabatnya itu merupakan mantan kekasih Karamel. Apa saat ini cowok itu tengah menikmati waktu kencan bersama kekasih barunya? Dasar, memang kurang ajar dia!

Zen menghela napas kasar. Memikirkan Reyyan rupanya membuat kepalanya sedikit berdenyut. Dia terlalu berpikir keras.

"Tebak nih, sayur ... sayur apa yang dingin?" tanya Eric, manusia yang paling receh serta anggota termuda di antara keempat cowok di sana. Dia menatap bergantian ketiga sahabat yang duduk tak jauh darinya. "Pasti nggak ada yang bisa jawab, ya?"

Tebak-tebakan dari Eric seketika membuat perhatian Zen teralihkan. Cowok itu sontak berhenti memikirkan Reyyan dan beralih memikirkan jawaban untuk pertanyaan tersebut.

Abyan memutar bola mata malas. "Gampang atuh itu mah. Sayur kol, kan?"

"Yah ... kok lo tahu sih, ah?" Eric menekuk wajah dalam. Dia kecewa. Tanpa diduga ternyata sahabatnya yang berasal dari tanah Sunda ini mengetahui jawabannya.

"Tau lah, tebakan itu tuh udah familiar banget di kuping gue!" kata Abyan dengan raut wajahnya yang meremehkan. "Kalo bikin tebak-tebakan tuh minimal bikin sendiri lah, Ric, jangan copas yang udah ada!"

Abyan menarik napas dalam-dalam. Sementara ketiga yang lain tampak serius menatap cowok itu.

"Misalnya kek gini nih. Di sebuah kegiatan ada lima sekawan, satu orang dari mereka kerja mati-matian tapi yang lain malah joget-joget nggak jelas. Coba tebak, itu kegiatan apa?" tanya Abyan sedikit kesulitan merangkai kata. Tebak-tebakan ini memang murni satu juta persen berasal dari pemikirannya. Dicari di internet pun tak akan ada jawabannya.

Farel, cowok yang duduk tepat di sebelah kanan Zen lantas melempar kuat salah satu kartu uno tepat pada tumpukkan kartu yang berada di tengah-tengah mereka. Lalu mengatakan, "Masih gampang itu, Yan."

Sontak Abyan merasa sedikit kecewa. Apakah tebak-tebakan darinya itu terlalu mudah?

Namun setelah beberapa saat menunggu jawaban dari Farel, cowok tampan yang satu ini justru tak kunjung membuka suara. Hal itu membuat Abyan, Eric, serta Zen menatapnya penuh tanya.

"Jadi apa jawabannya, Rel?" tanya Eric heran juga sangat penasaran. Atau jangan-jangan kalimat Farel ini hanya gimmick semata dan dia tak tahu apa jawabannya?

"Cie ... pada nungguin yah?" ejek Farel kemudian tertawa lepas. "Padahal gue nggak tahu jawabannya."

Secara serentak Eric dan Abyan sontak memutar bola matanya malas.

"Yeee Ogeb, gimana sih, katanya gampang?" Sang pembuat tebak-tebakan menimpali.

Melihat tingkah ketiga sahabatnya, Zen hanya menanggapi dengan sedikit kekehan. Dia sendiri pun tak tahu jawaban dari tebak-tebakan Abyan. Apakah mungkin orang yang sedang bekerja kelompok di kelas? Tapi Zen dengan cepat mengelak, rasanya tak mungkin jika itu jawabannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah ZekaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang