Ini tidak akan berjalan dengan mulus—itu yang Solar pikirkan sampai dia melihat Halilintar berguling kesamping untuk menyeringai ke arahnya, memberi tahu bahwa pertarungan mereka baru saja di mulai.
Pada detik awal pembebasan, Solar tidak cukup kasihan untuk melepaskan Halilintar dari balik bahunya sebelum ia segera menjauh; cemberut menguasai seluruh wajahnya.
Biasanya, orang-orang yang berhasil mabuk akan lupa sekitar—tidak menghitung mereka yang memiliki kadar alkohol tinggi. Solar sendiri sebenarnya tidak peduli dengan: apakah Halilintar memiliki kadar alkohol tinggi atau tidak. Meskipun dia tahu beberapa elemental cenderung lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk melatih kemampuan yang tidak berguna itu.
Solar menggelengkan kepala, mengusir pemikiran apapun yang tersangkut di kepalanya dan mulai berdamai dengan dunia. Setidaknya, dia mencoba. Begitu dia memulai langkah pertama untuk keluar dari ruangan persegi itu, Halilintar secara tiba-tiba mengerang memanggil namanya.
Remaja mabuk itu masih terus memanggil namanya sehingga Solar ragu Halilintar hanya sengaja melakukannya untuk menggoda.
"Seseorang akan datang menutup mulutmu jika kau masih melakukan hal bodoh." Dia berteriak, benar-benar kesal.
Halilintar tidak berusaha membantu tetapi terkekeh.
Kali ini dia berhasil menjadi bajingan kecil yang menyebalkan sebelum menjawab, "Dan siapa yang akan melakukan itu?" Perlahan mulai berguling dari sisi lain kasur sembari menatap Solar dengan lembut.
'Seolah-olah dia terlihat begitu tampan dengan postur tubuhnya yang bagus.'
Solar mencibir di sudut ruangan. Matanya berkedut karena kesal.
"Aku yang akan melakukannya—dengan bantal tentu saja. Jadi jangan macam-macam atau aku akan mengambil langkah seribu dan memanggil Gempa."
Solar tidak bermaksud menjawab dengan kasar. Dia hanya membiarkan lidahnya bergerak secara mekanis.
Tapi sepertinya Halilintar tidak peduli karena dia bahkan berhasil mengedipkan mata sebelum seringai muncul di ujung bibirnya.
"Oh? Mengapa kamu ingin lari?"
Kepala Solar sekarang berputar 180° mengikuti arah senyuman lebar Halilintar yang sangat ingin ia cubit sampai tidak bisa lagi menyeringai ke arah nya.
Halilintar memang menatap Solar meskipun dia terlihat seperti sampah. Tetapi Solar tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh si pengendali guntur sehingga seringainya semakin lebar mengetahui bahwa Solar masih berada di sana—menemaninya.
Solar: "...."
Tik
Tik
Tik
'Fuck!'
Solar bisa merasakan tangannya mulai gatal sehingga ia beberapa kali mengepalkan tangannya selama Halilintar bicara.
Rasanya seperti Paradoks meskipun Solar tahu lebih baik apa artinya itu.
"Aku pikir aku sendirian di sini. Tapi ternyata adik kecil itu masih berdiri di sana. Dia menemani ku seperti dia adalah penjaga kecilku yang manis ..."
Solar menggigit bibir bawahnya. Mengabaikan kata-kata yang keluar dari si pengendali Guntur.
"Rasanya jelas seperti mimpi. Seperti mimpi yang tidak nyata."
Perasaan di awasi tidak membiarkan Solar berhenti untuk tenang. Sekali lagi Halilintar berucap:
"Tapi dia pasti akan pergi. Mengatakan bahwa itu bukan salahnya. Dia pasti menganggap—"
"Diam!" Solar menatap tajam Halilintar. "Ini gak lucu." Dia tidak mempercayai betapa stabil suaranya.
Sekarang Halilintar bersandar pada tiang kasur. Mengangkat alisnya:
"Apa yang tidak lucu?"
Solar benci dengan semua perasaan muak ini: dengan semua omong kosong dan tingkah laku kekanakan Halilintar yang sudah lama ingin dimuntahkannya.
Tik
Tik
Tik
Tik
Rasa asam tiba-tiba naik sehingga menciptakan perasaan mual yang mengerikan. Seolah-olah perasaan itu juga mengingatkannya bahwa Solar bisa saja langsung pergi dari sana.
Tapi Solar menjawab, tanpa membuang waktu, berharap nada kesalnya tersampaikan dengan baik:
"Apa, sih, mau mu?!"
T.B.C
Yeay updated—
Waktunya menghilang lagi, poof!
KAMU SEDANG MEMBACA
HaliSol Fanfic: Golden Lightning
Fanfiction(HIATUS) [ SHORT ] Halilintar suka petualang dan Solar suka buku. Kemudian, mereka menyatukan kedua nya dan menjadi cerita komedian yang.... Entahlah. Kilat Emas? NO YAOI ⚠️ Bromance | Halilintar and Solar