12 : Runtuh

277 51 82
                                    

Entah sudah kali keberapa ponsel Alyssa berdering keras. Tak hanya ponsel, pintu kamarnya pun sudah diketuk berulang kali oleh sang Ibu yang semula mengira anak gadisnya ketiduran dan lupa jadwal bekerjanya.

Namun bukan itu yang terjadi.

Gadis berambut hitam panjang itu masih duduk bersandar pada sandaran ranjang, dengan kaki yang tertutupi selimut. Wajahnya pucat, dengan sekeliling mata yang membengka dan mata yang terlihat jelas memerah berair. Hanya menatap hampa ke selimut bermotif kotak-kotak yang biasa menghangatkan tidurnya.

Namun gadis itu belum tidur sama sekali sejak sampai di rumah pukul sebelas lewat empat puluh lima, malam kemarin.

"Alyssa? Kamu gak enak badan? Sarapan dulu, Mama udah beliin bubur. Nanti tidur lagi biar enakan."

Suara lembut itu terdengar dari balik pintu kamarnya dan Alyssa sedikit mengangkat kepala, menatap ke arah pintu. Ingin beranjak, tapi rasanya tubuhnya melemah dan tak kuat untuk bergerak.

Alyssa menarik napas, menghelanya perlahan dan mencoba menjawab dengan suara sekeras yang terdengar jelas bergetar.

"Nanti, Ma."

Hening sesaat sebelum suara sang Mama kembali terdengar. "Kamu...gak apa-apa?"

Alyssa memejamkan mata dan air mata entah bagaimana bisa kembali ke luar dari pelupuk matanya. Bibirnya bergetar menahan tangis dan dia menjawab keras, "Gak apa-apa, Ma."

"Mama taruh di meja makan ya, buburnya? Hangatin di microwave semisal sudah dingin. Mama ke pasar dulu."

"Iya, Ma."

Setelahnya, suara derap kaki terdengar semakin mengecil sebelum akhirnya menghilang sementara, suara tangis Alyssa kembali memecah.

***

"You will be a great partner and a great mother, Alyssa."

Alyssa diam sejenak mendengar pujian Elang tersebut, mata mereka bertemu dan terkunci satu sama lain sebelum akhirnya Elang memutus tatapan mereka dan kembali tersenyum. "Lo ada yang pengin dilakuin lagi gak setelah ini?"

Gadis itu mengangkat satu alis, lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. "Udah jam setengah sebelas? Mau ngapain lagi?"

Elang terkekeh, mengedikkan bahu. "Kemalaman, ya?"

Alyssa mengangguk kecil. "Lo juga flight pagi, bukan? Jam sembilan?"

"Iya, sih. Tapi gak apa-apa. Gue antar lo pulang sekarang? Gimana kalau kita night drive? Gak apa-apa, kan, kalau gue ambil jalur terjauh ke rumah lo dan nyetirnya nyantai?"

Lagi, Alyssa mengangguk setuju dan setelah menyelesaikan pembayaran di kasir, keduanya memulai night drive mereka. Sepanjang jalan, tangan kiri Elang menggenggam erat tangan kanan Alyssa enggan untuk melepaskan, Alyssa sama sekali tak keberatan.

Yang berbeda hanya, tak ada percakapan di antara keduanya. Padahal dua puluh menit sudah berlalu dan keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Lo udah packing untuk besok, kan, El?"

Alyssa memecah keheningan dan Elang sedikit tersentak karena Alyssa yang memulai percakapan. Elang tersenyum dan mengangguk. "Udah."

"Oh, oke."

Setelahnya, mereka kembali dengan pikiran masing-masing dan tak ada yang tahu seberapa cepat detak jantung Alyssa saat ini. Gelisah, kalut, entah kenapa mewarnai pikiran yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman.

"Gue keterima maskapai Indonesia, Al, dan bisa mulai kerja bulan depan."

Alyssa menahan napas dan menatap Elang penuh semangat. "Seriusan?"

Elang masih fokus menatap lurus ke jalan, namun Alyssa menangkap jelas tidak ada kebahagiaan di raut wajah Elang. Terlihat kaku dan entahlah, sangat sulit dijelaskan.

Lagi-lagi, keheningan menghantui perjalanan mereka hingga mobil yang Elang kendarai memasuki area kompleks perumahan Alyssa dan berhenti tak jauh dari rumah Alyssa. Alyssa tidak beranjak dari posisinya, begitu pun Elang yang tiba-tiba diam, memejamkan mata sebelum menoleh kepada Alyssa.

"Alyssa, lo tahu, kan, seberapa besar rasa suka gue ke lo? Seberapa besar perasaan gue ke lo? Bahkan setelah tahun-tahun yang gue lalui tanpa lo, perasaan ini tetap ada dan akan selalu ada."

Alyssa menoleh dan mata mereka kembali terkunci.

"Lo wanita idaman gue, Al. Lo cantik. Lo pintar. Lo baik dan yang terpenting, gue bisa ngerasain rasa sayang lo ke gue. Ketulusan hati lo, itu sesuatu yang gak bisa gue rasain pada wanita mana pun yang gue temui."

Elang menahan napas, memejamkan mata dan beralih menatap lurus ke depan sekilas sebelum meraih tangan Alyssa, menggenggamnya erat dengan mata yang kembali mengunci mata Alyssa. Berbinar, berkaca-kaca.

"Gue sayang banget sama lo, Alyssa. Gue mau lo dapat yang terbaik, gue mau lo selalu bahagia, gue mau lo hidup baik. Apa pun yang terjadi untuk ke depannya, antara lo dan gue, perasaan gue ke lo gak akan pernah berubah."

Entah kenapa, ungkapan perasaan Elang saat ini malah seperti duri yang membuat dada Alyssa sesak bukan main. Intuisinya bekerja dan Alyssa tahu air matanya bisa jatuh kapan saja, namun memilih untuk menahan. Tidak, tidak di depan Elang.

"Gue menikah bulan depan, Al."

Dunia Alyssa seakan runtuh, seketika.

---
I made this scene based on real life that happened to me a few months ago, hehe.
Aku gak bisa balas dendam di real life, jadi akan kubalas di sini. Komentar jahat, kasar, dll dipersilakan untuk cowok macam Bapak Elang🙃

REDOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang