3. Belenggu

305 52 23
                                    

Jungkook sering mendengar perihal peliknya hubungan pernikahan. Ia juga banyak membaca tentang ini, bahwa seiring berjalannya waktu, pasangan muda akan mendapati satu demi satu masalah. Tapi setelah dirinya menjadi pemeran dalam setiap hayalannya perihal masalah dalam rumah tangga, ia baru merasakan betapa peliknya masalah itu.

Ternyata rasanya seperti ini, ia membantin setiap kali muncul pertikaian. Jungkook justru merasa beruntung, karena dalam posisi ini ia hanya perlu mengurus dirinya sendiri. Tidak dipusingkan dengan anak, atau keluarga. Sedari awal ia memang sendirian.

Padahal jam masih menunjukkan waktu pagi, waktu di mana harusnya orang bermeditasi untuk memberi afirmasi positif ke diri mereka. Tapi Jungkook berbeda, pikirannya terbawa jauh menyelami kerunyaman hubungannya bersama Taehyung. Satu tahun terakhir mereka melewati hari-hari penuh pertikaian dan sampai sekarang. Mereka baru berdamai hanya untuk urusan kasur.

Kenyataan yang membuat Jungkook menaruh iba pada dirinya sendiri. Ia kesulitan mencari jalan keluar, sebab selama hidup dirinya belum pernah menyaksikan bagaimana orang menikah menjalani kehidupan penuh tanggungjawab. Jungkook tak mendapatkan citra itu untuk kemudian bisa ia contoh.

Saat ini ia masih bergulat dengan selimut putih tebal, bergerak gelisah mencari posisi ternyaman. Tidak ada Taehyung di sebelahnya ataupun di ruangan ini, pemuda itu benar serius dengan perkataannya. Jungkook kemudahan berbaring lurus dengan tatapan terkunci pada langit-langit kamar, mencoba mencari objek menarik yang bisa menenangkan pikiran.

"Dia hanya membawaku ke kasur, lalu pergi..." ujarnya pelan, bisa menebak dengan tepat kalau Taehyung lah yang membawanya ke kasur setelah dengan bodoh menangis menyedihkan di bawah guyuran air. Tapi pemuda itu tetap menjunjung ucapannya untuk berpisah kamar.

"Apa yang harus aku lakukan? Di sini aku sendirian, kalau memang ini bukan takdirku, cepat tarik aku menjauh. Tuhan... Jangan libatkan terlalu jauh."

Ia mencintai Taehyung, sangat. Pemuda itu adalah dunianya, orang yang membawanya dengan tanggung jawab sekaligus orang yang membawanya pada keadaan sesulit ini. Jungkook memang sebatang kara, tapi ia tak ingin terus-terusan mengalah untuk melepaskan miliknya. Cukup, ia tak mau menjadi sebatang kara lagi. Tapi di lain sisi ia dihadapkan pada ambisi untuk hidup bebas. Ia berada dalam pilihan sulit. Antara rasa cinta dan hidup bahagia. Cintanya ada pada Taehyung, tapi pemuda itu selalu saja mematahkan hatinya.

"Sebatang kara tapi bahagia bukannya lebih baik? Aku hanya perlu berdamai... Mungkin Taehyungie memang bukan bahagiaku." Sekelebat memori tentang pertemuan mereka terlintas di pikirannya. Ia tertawa sumbang, kemudian buru-buru menghentikan ingatan bahagia namun sesak itu.

"Tuhan tidak menjanjikan setiap pertemuan sebagai akhir perjalanan, iyakan? Barangkali pertemuan kami juga begitu, hah... Aku berlabuh di tempat yang salah," sambungnya.

Ia kembali menarik selimut, tahu betul jika hari ini ia harus datang bekerja, tetapi keinginan untuk menyendiri lebih besar. Sepertinya Jungkook akan mengambil cuti untuk hari ini. Rupanya keinginan kecil itu tak bersambut, tak lama kemudian Jaehyun menghubunginya. Jungkook hapal, pasti pemuda itu mencari keberadaannya.

"Jungkook, tidak ke sini? Atau kau terlambat?"

Jaehyun langsung mencercanya bahkan mereka belum melempar sapaan pagi. Jungkook terpejam sebentar menunggu Jaehyun menyelesaikan kalimatnya. "Sepupumu ke sini sendirian, aku bertanya padanya tapi pemuda itu congkak sekali. Sepupumu sombong, aku bertanya baik-baik tapi dia melenggang pergi. Kau dapat saudara seperti itu dari mana?"

Jungkook mendudukkan tubuhnya, menarik napas pelan sebelum menjawab kalimat panjang Jaehyun. "Jaehyun... Aku minta maaf, sepertinya hari ini aku izin dulu, badanku kurang fit," jelasnya.

NIGHTMARE | TAEKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang