14. Sebuah Batas

229 37 11
                                    

Levi memandangi pemandangan di hadapannya dengan mata yang tak bisa beralih. Di meja itu, ada sahabatnya yang terduduk gagah dengan segudang pesona. Siapa lagi kalau bukan Taehyung. Pria tampan itu sedang tertawa ringan, membalas candaan dari rekan-rekan mereka dengan segelas kecil syampen di tangan kanan. Harusnya Levi senang, pria Kim ini sudah kembali ke barisan mereka untuk mewarnai Spinner juga menambah pundi-pundi uang untuk pemilik bar, tapi wajahnya tak menunjukkan ekspresi puas.

Ekspresi Levi tampak kecut, tak bergairah, padahal biasanya dia yang paling gila pesta. Tatapannya terkunci pada pria Kim yang bahkan tak sadar jika dirinya menjadi objek yang diperhatikan. Ada sesuatu dari Taehyung yang mengusik perasaan Levi; sesuatu yang tak seharusnya menjadi perhatian, namun kini malah mendominasi pikirannya. Sesuatu yang lumrah sebenarnya, tapi Levi menaruh curiga berlebihan.

Tanda merah samar itu, di sisi leher Taehyung, seperti sebuah kilatan api kecil yang menyulut bara dalam dada Levi. Bekas ciuman, mungkin gigitan, atau bekas percintaan. Sesuatu yang jelas mengarah pada urusan ranjang. Bekas samar merah itu seolah bukan untuk mata Levi, tapi sayangnya, ia tak bisa menghindari kenyataan itu. Setiap kali Taehyung memiringkan kepala, Levi merasa darahnya menggelegak—seakan tanda itu adalah sebuah peringatan.

"Kau baik-baik saja, bro?" sebuah suara memecah lamunannya. Ternyata itu Jaewoon, teman mereka yang kini berdiri di sebelah Levi, matanya penuh selidik ke arah Levi.

Levi hanya mengangguk, meski jelas-jelas ekspresinya berkata sebaliknya. "Lihat itu," katanya kemudian dengan suara serak penuh nada kesal, sambil menunjuk dengan dagunya ke arah Taehyung. "Apa-apaan itu di lehernya? Dia bilang dia tak mau main-main, tapi lihatlah—"

Jaewoon mengikuti arah tunjuk Levi, rupanya mengarah pada sosok penuh pesona di antara pekat malam ini. Jaewoon hanya mengalunkan suara tawa pelan, menyadari kemarahan Levi yang tak seberapa tersembunyi. Ia melempar pandangan lebih serius ke arah Taeyhung, lalu kembali menatap Levi dengan senyum tipis. "Kau serius, Lev? Mempermasalahkan tanda merah di leher pria dewasa?"

Tampak Levi mencolos tak suka, ia tak mencoba membalas, sebab semua kata-katanya terhenti di tenggorokan. Apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan? Kekesalannya terlalu konyol, terlalu personal, dan tanpa Levi sadari, ia terlalu dipenuhi oleh perasaan aneh yang bahkan dirinya tak mau akui. Konyol sekali,  kesal dengan tanda kecil itu padahal ia sendiri aktif berhubungan seksual dengan orang lain tanpa ikatan perasaan.

Jaewoon menepuk bahu Levi, seolah mencoba mengembalikannya ke kenyataan. "Dengar, Lev. Kau harus belajar  membatasi diri dengan urusan ranjang orang lain. Itu bukan urusanmu, dan bukan ranah kita untuk campur tangan. Meskipun Taehyung teman dekatmu. Dia juga punya kehidupan sendiri."

"Aku cuma khawatir, dia sering dilihat kamera." Levi masih membela dengan alasan klasik yang terdengar tak berguna jika disandingkan dengan status Taehyung yang sudah berkecimung lama di dunia hiburan. Sehabatnya itu bukan anak baru yang harus didikte.

"Dia bukan idol baru, Lev. Dia bisa mengurus hal sepele ini. Calm bro."

Levi diam, menundukkan kepala sejenak, membiarkan kata-kata Jaewoon mengendap di benaknya. Meskipun ia masih diliputi rasa penasaran, bukankah selama ini Taehyung tak pernah membawa gadis dari bar, bahkan dia juga tak mengetahui siapa kekasih sahabatnya itu. Lalu siapa yang memberi tanda bekas percintaan? Ada bagian dari dirinya yang semakin penasaran. 

Saat suara Spinner di sudut ruangan mulai berputar dan suasana sekitarnya kembali dipenuhi oleh suara riuh rendah percakapan, Levi hanya bisa menarik napas dalam. Ia tahu, mungkin sudah saatnya ia menarik batas. Setidaknya untuk malam ini, dia harus menikmati kemenangan karena berhasil menarik Taehyung ke tempat ini. Ternyata langkah konyol Jungkook hanya membawa pemuda itu pada kekalahan bodoh.

NIGHTMARE | TAEKOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang