[0.7] Bangun tidur, tiba-tiba jadi...

328 33 2
                                    

Mei, 2030.
__________

05.15

Liza terbangun saat merasa perutnya mules bukan main, terus dia ngeringis. Waktu di pegang juga perutnya kok buncit, jadi Liza mau mencoba duduk. TAPI SUSAH, karna perutnya itu kebesaran.

Liza menoleh ke sebelahnya, siapa tau ada yang bisa dia jadiin pegangan buat bantu dia duduk. Tapi malah kaget sendiri ngeliat Gavin yang tertidur pulas di sana.

"Gavin???!!!!! Ngapain disini??!!" Serunya kaget, terus natap perutnya lagi. "Ini juga kenapa perut gue gede banget???"

Liza gak bodoh sih buat tau kalau sekarang dia lagi dalam kondisi hamil, dan perkiraan juga Liza lagi hamil tua. Soalnya gede banget perutnya.

"Gue kontraksi kah? Akh..."

Masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang mau Liza tanyakan, tapi sakit di perutnya itu udah gak bisa dia tahan lagi.

"Aduh... shh sakit..." gumamnya sambil mengelus perutnya sendiri, terus matanya melotot waktu merasa ada yang mengalir dari selangkangannya.

Liza langsung nepuk Gavin yang ada disebelahnya itu. "Gavin! Gavin!"

Gavin langsung bangun. "Kenapa?! Kenapa?! Sakit perutnya?!"

Liza mengerjap, Gavin sesiaga ini ternyata.

"Kenapa, Yang?!" Tanya Gavin saat melihat raut kesakitan dari Liza. "Perutnya sakit? Kamu kontaksi?"

Liza mengangguk pelan. "Ketubanku pecah, Gav..."

Gavin langsung loncat dari atas ranjang, terus bantu Liza berdiri. "Ayo ke rumah sakit!" Serunya sambil menggendong Liza, yakali Liza di tuntun.

Waktu dalam perjalanan ke rumah sakit pun Gavin gak lepas buat natap Istrinya itu, sesekali juga dia mengelus perut Liza. "Sabar ya sayang..., bentar lagi sampe."

Liza mengangguk sambil mengatur nafasnya, tapi air matanya menetes. Tangannya menggenggam erat tangan kiri Gavin. "Sakit banget, Gav..."

Gavin makin gak tega ngeliatnya.

_____

06.45

Gavin menggengam erat tangan Liza yang juga menggenggam tangannya. "Sabar ya, Sayang. Tunggu sedikit lagi ya?"

Gavin lagi didalam ruangan bersalin, nemenin Liza. Dia gak mau kalau Liza berjuang sendirian didalam ruangan serba putih itu.

Biar aja dia di jambak, di cakar atau apapun itu. Yang penting dia gak ninggalin Liza sendirian, apa lagi saat ini pembukaan Liza belum lengkap. Masih di pembukaan 8.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup Liza, dia ngerasain menyiksanya pembukaan mulut Rahim. Ternyata lebih menyakitkan dari yang selama ini dia bayangkan, sangking menyiksanya. Liza udah gak bisa teriak lagi buat ngelampiasin rasa sakitnya. Dia terus menggigit bibirnya, dan menggenggam tangan Gavin erat. Guna menyamarkan rasa sakitnya.

Gavin menoleh kearah Dokter yang masih sibuk dengan alat dan bahan yang akan di gunakan pada persalinan Liza. "Dok, gimana ini? Istri saya udah kesakitan banget, kapan sih pembukaannya lengkap? Sumpah saya gak tega..."

Dokter itu mendekat dan memeriksa mulut Rahim Liza. "Pembukaanya sudah lengkap, siapkan semuanya, Sus."

Suster-suster di ruangan itu mengangguk. "Baik, Dok."

Gavin menoleh lagi ke istrinya itu. "Udah pembukaan lengkap sayang..."

Liza mengangguk pelan, lalu mengatur nafasnya.

"Iya, Bu. Tarik nafasnya dalam-dalam, hitungan ketiga langsung ngejan ya. 1... 2... 3..."

Liza mendengar instruksi dari dokter lalu mengatur nafasnya, dan mulai mengejan lagi.

Gavin mengecup dahi Liza beberapa kali. "Aku disini, Li..."

Air mata Gavin udah mengalir dari tadi, karna dia beneran gak tega ngeliat Istrinya itu. Bahkan keringatnya aja udah banjir.

KARNA DIA SECEMAS ITU.

Liza juga udah gak tau bentuknya gimana, yang dia pikirin Cuma gimana anak mendadaknya itu lahir dengan selamat.

"Ayo, Bu. Sedikit lagi," ujar Dokter yang membantu Liza lahiran itu. "Tarik nafas, hembus. Tarik lagi, hembus lagi."

GAVIN IKUTAN, berasa dia yang melahirkan.

Gavin sedikit mengintip, ternyata ubun-ubun anaknya udah keliatan. "Ayo sayang, semangat. Tarik nafas, hembus. Iya, tarik nafas. Hembus. Pinter." Gavin mengecup wajah Liza berulang kali, sebagai bentuk semangat katanya.

"Sekali lagi, Bu. Tarik nafas, hembus." Suruh Dokter itu. "Iya, begitu."

Liza mengikutinya sembari mengejan dan menggenggam tangan Gavin kuat.

Gak lama kemudian terdengarlah suara tangisan bayi diruangan bersalin itu, seketika Liza bernafas lega. Rasanya plong, dan semua rasa sakitnya seketika lenyap begitu saja saat mendengar suara jeritan dari anaknya bersama Gavin itu.

Berbanding terbalik dengan Liza yang lega, Gavin justru menangis tersedu-sedu. Dia bener-bener baru tau kalau perjuangan seorang Perempuan buat melahirkan itu semenyakitkan ini untuk disaksikan langsung. Dia menutup wajahnya menggunakan tangan satunya yang bebas.

Liza menggoyangkan tangan Gavin yang ada dalam genggamannya sedari tadi itu dengan pelan. "Kenapa kamu yang nangis?"

Gavin makin nangis kejer waktu denger suara lemas dari Liza, terus langsung meluk Istrinya itu.

Dokter sama suster yang lain Cuma tersenyum geli aja ngeliat Gavin nangis, terus mereka pura-pura sibuk sama anak kedua orang tua baru itu.

"Hey, kenapa?" tanya Liza lagi sambil menepuk punggung Gavin.

Gavin menggeleng. "Udah cukup, aku gak mau punya anak lagi."

LIZA KAGET DONG??!

Liza melotot kecil. "Lah kenapa? Bukannya kamu suka anak kecil ya?"

Liza inget banget, waktu sekolah Gavin suka banget ajak main anaknya ibu kantin. Dan gak sengaja pula Liza beberapa kali bertemu Gavin yang lagi sama anak kecil, dan itu selalu ketemu di minimarket. Iya, Gavin ngejajanin anak kecil yang di bawanya.

Gavin menggeleng lagi. "Aku gak sanggup liat kamu teriak-teriak nahan sakit kayak tadi," ujar Gavin pelan. "Suara kamu, jeritan kamu tadi itu kayak nyekik aku. Kamu tau gak? Waktu tadi pagi kamu bangunin aku dengan nada kesakitan aja... aku pikir kamu kenapa-kenapa. Sumpah demi Tuhan, aku hampir gila, sayang..."

Liza ikutan nangis, terharu juga. ternyata si sengklek dari kelasnya ini selembut itu hatinya, mana sampai nangis gini. Secinta dan sesayang itu kah Gavin terhadap dirinya?

"Pak, Bu. Ini anaknya sudah selesai dimandikan dan di bersihkan, sihlakan di beri ASI dulu." Ujar Dokter tadi sambil memberi anak mereka yang sudah bersih itu pada pelukan Liza. "Selamat ya, Pak, Bu. Anaknya Perempuan, sehat juga. beratnya 3,8 KG, panjangnya juga 54 CM."

Liza meneteskan air matanya lagi saat melihat wajah anaknya dari dekat.

Ternyata gini rasanya jadi Ibu?




***

Tbc.

Bangun tidur, tiba-tiba jadi ibu.

- Edisi Joomcyan.

Tempus Viator | 04 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang