Rintik hujan dan udara dingin yang menembus kulit di malam ini tidak menghalangi pemuda ini untuk mencari sebuah kertas berharga. Menggunakan sepedanya, mengayuh sepeda itu dengan sisa-sisa tenaganya. Raut wajah itu sama sekali tidak memperlihatkan lelah sama sekali. Di sini ia sekarang, di sebuah jalan kompleks sambil berjualan roti buatan sang ibu.
"Kak mau beli dong rotinya."
Suara anak kecil menghentikan laju sepedanya. Melihat perawakan anak itu dengan tersenyum senang, akhirnya setelah sekian lama ada yang membeli rotinya.
"Yang ini berapa kak harganya?." Tanya anak kecil itu.
Pemuda ini memberikan sebuah daftar harga kepada anak itu. Sedikit membuat anak itu kebingungan, kenapa sedari tadi penjual roti ini tidak berbicara atau menjawab pertanyaannya?.
Setelah memilih dan memberikan uang nya pada pemuda itu, anak kecil itupun langsung berpamitan pergi. Senyum tulus dari pemuda itu sangat ketara, ia sangat bahagia ketika ada yang membeli rotinya.
Kembali menaiki sepeda dan berjalan untuk pulang. Sangat senang karena hari ini roti yang ia jual ternya semuanya habis terjual, ibu pasti senang pikirnya.
Setelah beberapa waktu ia sampai di sebuah rumah sangat sederhana. Memarkirkan sepedanya di halam rumah dengan sedikit bahagia. Membuka pintu rumah dengan pelan dan masuk kedalam.
"Habis terjual semua rotinya?."
Suara itu mengagetkan nya, melihat siapa yang berbicara ia sedikit gugup dan mengangguk.
"Bagus, mana duitnya?."
Memberikan uang hasil jualan tadi kepada seorang laki-laki yang sedikit tidak lagi muda. Laki-laki itu adalah ayahnya.
"Dah sana pergi, ganggu pemandangan aja." Ketua laki - laki itu.
Pemuda itu buru-buru pergi dari sana dan memasuki kamarnya. Melepaskan pakaian nya dan kembali keluar kamar untuk mandi. Setelah beberapa menit ia kembali lagi, mengambil pakaian di lemari dan memakainya.
Duduk di atas ranjang sambil memejamkan mata lelah. Sebuah ketukan pintu membuat ia kembali membuka matanya dan melihat siapa yang masuk, ternyata ibu.
"Baru pulang?" Tanya nya dan di balas dengan anggukan.
Ibu hanya tersenyum dan memberikan sebuah piring yang berisi naik serta lauk pauknya. "Ini makan dulu ya, kamu belum makan dan jangan lupa di habiskan."
Pemuda itu mengangguk senang, mengambil piring itu dan memakan makanannya dengan nikmat. Wanita itu hanya tersenyum iba, bagai mana anak sebaik ini ia temukan tergeletak tak berdaya di sebuah bangunan yang sudah tak lagi berbentuk, seperti sudah terbakar hangus.
Yang paling membuat ia iba adalah, anak ini 'bisu'. Ia bisu sejak lahir, kata dokter waktu itu.Ketika sedang asik makan ia teringat sesuatu, bahwa uang hasil jualan roti hari ini semuanya sudah di ambil oleh ayah. Menatap sang ibu dengan perasaan bersalah, dan memegang satu tangan nya. Mulai menggerakkan tangan seolah memberi isyarat.
"Maaf Bu, uang hasil jualan hari ini di ambil Ayah tadi. Tadinya aku tidak mau memberikan nya tapi aku takut dengan ayah." Ucap nya dengan isyarat .
Wanita itu hanya tersenyum mengangguk. "Iya ibu tau kok, gapapa. Besok kita jual lagi ya, masih ada kok bahan makanan untuk kita sampai siang besok." Ucap wanita itu meyakinkan. Pemuda itu tersenyum tulus dan mengangguk.
Ingin tau siapa pemuda ini? baiklah mari berkenalan. Namanya Rigel Venaro Baskara, nama yang di berikan oleh orang tua angkatnya. Rigel bukan anak kandung ayah dan ibunya, dia hanya anak yang di temukan ibunya di suatu tempat seperti gedung yang sudah hangus terbakar. Rigel tergeletak tidak berdaya di sana dan di bawa ke rumah sakit oleh ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA KARALA [on going]
Teen FictionAku Karala, yang akan hilang di telan kenangan yang pasti tidak akan pernah terulang. Aku Lentera, yang siap membakar siapa saja manusia yang tidak berjalan di jalan keadilan dan manusia yang tak pantas untuk hidup. Dan aku.. Adhia, Adhia yang siap...