6

125 6 0
                                    


Jungkook mengangkat alisnya.

"Apa? Bertanya apakah seseorang tidur nyenyak?" Dia tahu apa yang aku tanyakan.

Dia menghindarinya. Ini bukanlah urusanku. Aku harus menjauh, jadi dia tetap membiarkanku tinggal di tempatnya. Membuka mulutku untuk memarahinya bukanlah ide yang bagus.

"Berhubungan seks dengan seorang gadis dan membuangnya seperti sampah?" tanyaku ketus.

Aku menutup mulutku, terkejut akan kata-kata yang baru saja kuucapkan bergema di kepalaku. Apa yang telah aku lakukan? Mencoba untuk mendapatkan penjelasan?

Jungkook meletakkan cangkirnya pada meja disampingnya dan duduk. Dia bersandar sambil meregangkan kaki panjangnya. Kemudian menatapku.

"Apakah kau selalu ikut campur hal yang bukan urusanmu?" jawabnya.

Aku ingin marah padanya. Tapi aku tidak bisa. Siapa yang bisa aku salahkan? Aku tidak mengenal pria ini.

"Tidak pernah, tidak. Aku minta maaf," kataku dan buru-buru masuk ke dalam. Aku tidak ingin memberinya kesempatan untuk mengusirku keluar juga. Aku butuh kamar di bawah tangga itu paling tidak selama dua minggu.

Aku menyibukkan diri dengan membersihkan gelas kotor dan botol bir. Tempat ini perlu dibersihkan dan aku bisa melakukannya sebelum aku mendapatkan pekerjaan. Aku hanya berharap dia tidak mengadakan pesta seperti ini setiap malam. Jika dia melakukannya, aku tidak akan mengeluh dan siapa tahu, setelah beberapa malam aku bisa tidur nyenyak.

"Kau tidak perlu melakukannya. Henrietta akan datang besok."

Aku memasukkan botol yang kukumpulkan ke dalam tempat sampah dan kemudian menatapnya. Dia berdiri di depan pintu lagi sedang menatapku.

"Aku pikir aku bisa membantu." Jungkook menyeringai.

"Aku sudah punya asisten rumah tangga. Aku tidak akan menambah satu lagi jika itu yang kau pikirkan". Aku menggelengkan kepala.

"Tidak. Aku tahu. Aku hanya ingin membantu. Kau mengijinkanku tidur di rumahmu semalam."

Jungkook berjalan mendekat dan berdiri di depan lemari menyilangkan tangan di depan dadanya.

"Tentang itu. Kita harus bicara."

Oh, sial. Ini dia. Satu malam sudah kulalui.

"Oke," jawabku.

Jungkook mengerutkan dahi padaku dan detak jantungku bertambah cepat. Dia tidak akan memberikan berita yang menyenangkan.

"Aku tidak suka Ayahmu. Dia adalah parasit. Ibuku selalu saja bersama pria seperti dia. Itu adalah bakatnya. Tapi kupikir kau sudah tahu hal ini. Yang membuatku curiga, kenapa kau datang minta tolong padanya padahal kau tahu dia seperti apa?"

Aku ingin mengatakanpadanyabahwa ini bukanlah urusannya. Kecuali pada kenyataan bahwa akumembutuhkan bantuannya membuat halinimenjadi urusannya. Akutidakmengharapkan dia membiarkankutidur di rumahnyadan tidakmenjelaskan apapun padanya. Dia layaktahu mengapa dia membantuku. Akutidakingin dia berpikir aku jugaparasit.

"Ibuku baru saja meninggal. Dia sakit kanker. Ditambah tiga tahun perawatan. Satu-satunya kami miliki hanya rumah nenek yang diwariskan untuk kami. Aku harus menjual rumah dan semuanya untuk membayar biaya perawatan Ibu. Aku tidak pernah bertemu Ayahku sejak dia meninggalkan kami lima tahun yang lalu. Tapi hanya dia satu-satunya keluarga yang aku miliki. Aku tidak punya keluarga lain untuk dimintai tolong. Aku butuh tempat tinggal sampai aku punya pekerjaan dan mendapat beberapa gaji. Kemudian aku bisa pindah. Aku tidak pernah berniat untuk tinggal lama. Aku tahu Ayahku tidak ingin aku ada di sini," aku mengeluarkan tawa miris yang tidak aku kenal.

"Meskipun aku tidak pernah berharap dia akan pergi sebelum aku datang." Tatapan Jungkook tetap kuat kearahku.

Aku lebih suka informasi ini tidak diketahui siapa pun. Aku bercerita pada Sehun tentang kepergian Ayahku yang begitu menyakitkan. Kehilangan saudari dan Ayahku menjadi hal terberat bagiku dan Ibu. Lalu Sehun ingin lebih dan aku tidak bisa menjadi orang yang dia butuhkan. Aku harus menjaga ibuku yang sakit. Aku melepaskan Sehun agar dia bisa berkencan dengan gadis lain dan bersenang-senang. Aku hanya menambah beban beratnya. Persahabatan kami tetap berjalan tapi aku tahu kalau pria yang aku cintai itu hanya akan menjadi kenangan masa kecil.

"Aku turut berduka tentang Ibumu," Jungkook akhirnya menjawab. "Itu buruk sekali. Kau bilang dia sakit selama tiga tahun, jadi sejak kau berusia enam belas tahun?"

Aku mengangguk, tidak yakin apa lagi yang harus kukatakan. Aku tidak menginginkan belas kasihannya. Aku hanya butuh tempat untuk tidur.

"Kau berencana mencari kerja dan tempat tinggal untukmu," dia tidak bertanya. Dia memperhatikan apa yang aku katakan.Jadiaku tidak menjawab.

"Kamar di bawah tangga itu milikmu selama sebulan. Kau bisa mencari kerja dan mendapat cukup gaji untuk mendapat sebuah apartemen. Destin tidak terlalu jauh dari sini dan biaya hidup di sana terjangkau. Jika orang tua kita kembali sebelum waktu yang kuperkirakan aku harap Ayahmu bisa membantumu untuk keluar."

Menghembuskan nafas lega aku menelan gumpalan di tenggorokanku.

"Terima kasih."

Jungkook menatap pada belakang pantry yang mengarah ke tempatku tidur. Kemudian dia kembali menatapku.

"Aku harus melakukan sesuatu. Semoga beruntung dalam pencarian kerjamu," jawab Jungkook. Dia meninggalkan meja dan pergi.

Aku tidak punya bensin di trukku tapi aku punya kamar. Aku juga masih punya dua puluh dolar. Aku bergegas ke kamarku untuk mengambil dompet dan kunci. Aku harus mencari kerja secepat mungkin.

.

.

.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fallen Too FarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang