3. Tunangan

47 4 3
                                    

Laticia sudah bosan mendengar suara ibunya yang mengomel selama tiga jam ini. Dan juga dia sampai sudah letih menangis dan tak bisa menangis lagi karena sudah lama menangis sejak tadi.

Dia sungguh tidak percaya. Setelah mengalami hal mengerikan tadi malam. Sekarang dia malah menjadi bahan gosip karena dianggap sudah ternodai. Ini semua salah tuan Marquess itu!

Dia baru pertama kali mengikuti pesta debut. Tapi, dalam satu malam dia sudah menjadi bahan gosip satu istana kaisar karena bermalam dengan seorang pria sebelum menikah.

Apa pula itu? Kenapa harus dia yang mengalami kerugian itu? Malah dia merasa lebih kesal karena reaksi pria itu setelah teriakan ibunya tadi.

"Countess. Sebelumnya--"

"Tidak ada penjelasan apapun tuan marques! Putri saya satu-satunya sudah ternodai martabat dan dirinya. Saya tidak mau tau, lebih baik anda segera nikahi putri saya!" Dengan isak tangis Countes berteriak karena berpikir putrinya yang sudah ternodai. Saat itu Laticia sampai tercengang.

"Countess. Anda sungguh tidak sopan sekarang. Saya akan menjelaskan semuanya. Tolong bersiap." Tanpa penjelasan lebih pria itu pergi setelah mengatakan akan kembali.

Tapi, sampai tiga jam berlalu pria itu bahkan tidak kembali. Bagaimana nasibnya sekarang? Bahkan dia belum berteman dengan siapapun. Apa dia harus menikah hanya karena itu?

"Cia! Bagaimana kamu bisa seperti itu? Kamu tau kan ibu sudah berulangkali mengatakan jangan berdekatan dengan pria terlalu intim sebelum menikah! Tapi apa? Kamu bermalam dengannya? Dan bahkan dipagi hari kalian--" Kalimatnya tidak terselesaikan. Ibunya seolah tercekat sesuatu.

"Ibu sendiri yang tidak mau mendengarkan penjelasan apapun!" Laticia merasa ini tidak adil.

"Baiklah. Coba kamu jelaskan. Kenapa kalian bisa bermalam bersama? Coba jelaskan?" Countess melipat kedua tangannya di dada dan menatap putri sulungnya itu.

Laticia terdiam. Mau menjelaskan bagaimana? Dia tidak mungkin mengatakan kalau dia terjebak dengan sang Marquess yang berubah menjadi monster. Lagian, kemana pria itu sebenarnya?

"Lihat? Kamu hanya diam saja. Ayo jelaskan se--"

Tok tok tok!

Ucapan Countess terhenti karena suara ketukan pintu. Mereka terdiam. Laticia mencoba menghapus sisa-sisa air matanya yang membekas pada wajahnya.

"Nyonya, tuan Marquess ingin bertemu dengan anda segera." Jelas seorang pelayan yang baru saja masuk.

"Ya. Suruh beliau masuk." Setelah berkata begitu. Terlihat seorang pria berjalan masuk dari belakang pelayan tadi.

Pria itu menatap keduanya bergantian. Tapi, terakhir dia menatap lama kearah Laticia. "Maaf sebelumnya saya datang terlambat. Saya membutuhkan waktu yang lama untuk bersiap-siap." Dia berkata seperti itu sambil melihat Laticia yang masih memakai gaun yang sama dengan yang tadi.

"Ah. Sani. Tolong bantu Cia bersiap." Countess langsung tersadar kalau putrinya belum berganti baju.

Buru-buru pelayan tadi mengantar Laticia ke kamar mandi. Pria itu masih berdiri karena belum di persilahkan duduk. Cukup lama dia seperti itu sampai Countess meletakkan cangkir tehnya.

"Silahkan duduk tuan."

Hayden segera mengambil tempat tepat dihadapan Countess Lawrence. Dia menyilangkan kakinya. Seolah merasa tidak bersalah. Menurutnya dia tidak salah sama sekali.

"Jadi. Sebelumnya saya ingin memperjelas. Saya, tidak salah. Karena kejadian itu terjadi atas kemauan kami berdua." Yang Hayden maksud, bermalam bersama. Karena mereka juga tidak melakukan hal lain.

The Tale of Marquess Russel |Rahasia Terbesarmu| [Renkyung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang