Justin baru saja kembali dari Perancis tiga hari lalu, begitu sampai dia langsung pergi ke rumah orang tuanya di Jeju. Keluarganya memiliki perkebunan yang luas, yang letaknya jauh dari pusat kota. Tentu saja mereka memiliki toko di pusat kota, tapi Justin tidak tertarik untuk itu. Dia menyukai tanaman seperti ayahnya, tapi kali ini dia berpikir untuk membuka sebuah toko miliknya pribadi di kota. Dia menemukan sebuah tempat yang strategis, tidak terlalu di pusat, tapi tidak juga di daerah pedalaman. Dekat dengan tempat tunangannya tinggal.
Siang hari ini sebelum pergi ke toko baru miliknya, Justin pergi menjemput tunangannya. Dia pergi ke sebuah sekolah taman kanak-kanak yang lokasinya tak jauh dari tokonya. Justin datang ketika sekolah sudah sepi, dia bahkan ragu masih ada orang di dalam. Jemarinya mengetik cepat di ponsel, lalu tak lama seseorang mengetuk kaca jendela mobilnya.
Dia langsung tersenyum, membuka kaca jendelanya. Seseorang yang sejak tadi ditunggunya pun langsung masuk ke dalam mobil Justin. Di dalam mobil, laki-laki manis itu langsung berhambur memeluk Justin cukup lama. Ini pertemuan pertama mereka sejak Justin tiba di Jeju.
"Sekolah tempatmu mengajar di sini?" tanya Justin begitu pelukan itu terlepas.
"Iya."
"Oh, ini tidak jauh dari toko baruku. Mau mampir?"
"Ayoo!! Belum buka kan?" Tunangannya itu begitu bersemangat, membuat Justin terkekeh gemas.
"Belum, masih berantakan."
"Kalau begitu biar aku bantu bereskan."
Tanpa menunggu lama lagi Justin menjalankan mobilnya. Niatnya dari awal memang sekalian mengajak laki-laki manis itu ke toko barunya.
...
Justin memarkirkan mobilnya di rumahnya yang persis berada di belakang toko baru miliknya. Mereka turun, lalu berjalan ke depan pintu masuk toko.
"Oh daerahnya bagus, banyak pertokoan di sini."
"Iya, tapi belum ada yang menjual tanaman di daerah sini," jelas Justin. Selagi dia mencari kunci, laki-laki di sampingnya sibuk melihat-lihat sekeliling.
"Junghwaan saeem!!!"
Justin mengerutkan keningnya, mendengar suara yang tidak asing.
"Ohh Yiseoo!!"
Justin yang penasaran menoleh ke belakang, seorang gadis kecil menyebrang di jalan yang sepi.
"Apa yang dilakukan Yiseo sendirian?" tanya Junghwan, laki-laki manis yang sedari tadi bersama Justin.
"Di sebrang toko Mamaa, lantai duanya rumahku."
"Astaga, kebetulan macam apa." Justin bersuara, membuat gadis kecil itu melongok ke belakang Junghwan.
"OHH!! PAMAN JUSTIN!!"
"Haaii Yiseo," sapa Justin menghampiri keduanya.
"Kau mengenal Yiseo?" tanya Junghwan kaget, sementara Justin mengangguk.
"Kami bertemu kemarin di ladang bunga."
"Jadi Paman Justin tetangga baru Yiseo?" tanya gadis kecil itu, yang dibalas anggukan semangat oleh Justin.
Junghwan mengangguk mengerti, tapi tiba-tiba keningnya mengernyt mendengar ucapan Justin selanjutnya. "Kalau begitu nanti Paman akan berkunjung menemui Mama dan Papa Yiseo."
"Yiseoo-yaa!!"
Belum sempat membalas, gadis itu menoleh ke belakang dengan wajah panik.
"Ohh, bibi mencarikuu!! Saem, paman Justin, Yiseo pamit dulu." Gadis kecil itu membungkuk kecil lalu berlari pergi. Junghwan mengikuti di belakangnya, takut-takut ada kendaraan, sementara gadis kecil itu harus menyebrang.
"Bibiii!!"
"Astagaa Yiseoo!! Jangan pergi tanpa bilang-bilang."
Yiseo dimarahi tapi dia hanya membalasnya dengan tawa ringan. Mereka masuk ke sebuah toko roti.
"Di sebrang toko roti ya, wanginya membuat lapar."
Junghwan mengangguk setuju, lalu mengikuti langkah Justin masuk ke toko miliknya.
"Oh ya, apa maksudmu Papa Yiseo?" Junghwan menyikut pinggang Justin, wajahnya merengut tidak suka.
"Apa maksudmu, kenapa marah begitu?" tanya Justin bingung, tak mengerti letak kesalahannya.
"Yiseo tidak memiliki Papa, mamanya single parent. Papanya meninggal tiga tahun lalu."
"Ohh, benarkah? Astaga! Aku tidak tau." Justin menepuk dahinya, dia jadi teringat tatapan kosong gadis mungil itu kemarin. Sungguh, Justin tidak enak hati.
"Kau tidak berkunjung ke tetangga?"
"Belum sempat, besok atau lusa mungkin."
Junghwan hanya membuang napas, lalu melihat ke sekelilingnya, berantakan memang, tapi beberapa tanaman sudah didisplay rapih. Seketika atensinya terpaku pada beberapa ikat bunga yang berjejer di sudut ruangan.
"Ngomong-ngomong kau menjual bunga?!" Junghwan jelas kaget, rencana awalnya Justin memang hanya ingin membuka toko tanaman hijau, tapi sejak beberapa kali mengunjungi ladang bunga di dekat sini dia jadi berpikir untuk menanamnya juga.
"Aku pikir keren," balas Justin sambil terkekeh. Dia mengajak Junghwan ke lantai atas, menunjukannya beberapa pot bunga yang sudah dia rapihkan.
"Tempat bunganya di atas sini, tapi ada beberapa di bawah juga."
Junghwan mengangguk setuju, dia suka. Ketimbang tanaman hias berwarna hijau, dia lebih suka bunga yang berwarna-warni.
"Cantik," katanya.
"Oh, Junghwani jauh lebih cantik sih."
Junghwan diam, tersipu. Tapi kemudian Justin kembali menunjukan padanya satu ruangan yang masih kosong.
"Rencananya ini tempat merangkai bunga, atau untuk kelas menanam mungkin. Kau bisa saja mengajak anak-anak di sekolahmu untuk sesekali praktek di sini," jelas Justin, sementara Junghwan melebarkan bola matanya.
"Oh, itu ide bagus."
...
Yiseo duduk di sebuah kursi di pojok ruangan dengan sepotong kue dan segelas susu di meja. Matanya memperhatikan sang Mama yang sibuk mondar-mandir di dapur bersama bibi Rami, sementara bibi Dain sibuk melayani pelanggan.
Ada sesuatu yang ingin dia ceritakan pada sang mama, tapi dia urungkan niat itu. Gadis kecil itu membuka majalah anak-anak sambil sesekali menyuapkan sepotong kue, dia bertingkah layaknya orang dewasa.
"Yiseo sayang."
Gadis itu menurunkan majalah yang menutupi wajahnya ketika sang Mama memanggil.
"Ya, Mamaa?"
"Kemari, ada telepon dari Ayah Haru."
"WAAAHH!!" Tanpa pikir panjang gadis itu langsung turun dari kursinya, menghampiri sang Mama dengan penuh semangat.
"Ayaaahhh Haruu!!!"
Gadis kecil itu berteriak heboh pada ponsel sang Mama. Rami dan Dain tertawa gemas melihatnya sementara Doyoung hanya menggeleng.
To be continued
Justin
KAMU SEDANG MEMBACA
begin again
FanfictionSeseorang yang mirip dengan Papa muncul, tapi situasinya tak lagi sama. .. Warn : jeongbby au, bxb, missgendering