Justin bangun kesiangan. Seharusnya dia bisa membuka toko lebih pagi, tapi mau bagaimana lagi.
Begitu membuka pintu toko miliknya, harum aroma roti dari toko sebrang seketika membuat perutnya menjerit kelaparan. Padahal sejak tadi dia sama sekali tidak lapar, pun dia tidak biasa memakan apapun di pagi hari. Kakinya melangkah begitu saja ke toko sebrang, mencari sarapan, begitu pikirnya.
"Pamaan Justin!!" Dia disambut si kecil Yiseo yang sudah rapih memakai seragam sekolah. Yiseo duduk di kursi di dekat jendela, sedang menyantap sarapannya.
"Hai Yiseo," sapa Justin. Kalau dihitung-hitung, Yiseo mungkin adalah tetangga yang paling sering disapanya. Maniknya menyusuri ruangan yang sepi, tapi tak lama Doyoung datang dengan satu loyang roti yang baru matang, matanya membola lucu begitu menyadari kehadiran Justin.
"Aku mencari sarapan," kata Justin menghampiri meja kasir tempat Doyoung berdiri. Jalan laki-laki mungil itu agak terseok karena luka kemarin.
"Baru ada ini sih yang matang,"
"Semuanya kelihatan enak, apa yang harus aku pesan? Apa tidak ada rekomendasi?" tanya Justin.
"Hmm," Doyoung bergumam, berpikir sejenak. Dia bisa saja dengan percaya dirinya mengatakan semua roti di toko miliknya itu enak. Tapi ini soal selera, dia sendiri tidak tahu Justin suka apa.
"Roti coklat buatan Mama enak, oh muffin coklat juga, Pai coklat, Danish coklat, coklat cookies, apalagi ya," tutur Yiseo, Doyoung hanya menggeleng, sementara Justin tertawa dibuatnya. Mulut gadis kecil itu sudah belepotan coklat.
"Itu sih kesukaan Yiseo, semuanya coklat," kata Doyoung menghela napas.
"Oh, paman juga suka coklat," ujar Justin, membuat gadis kecil itu berbinar matanya. Sementara Doyoung diam-diam menelisik wajah tetangga barunya itu, coklat itu kesukaan suaminya juga, kemiripan keduanya begitu persis. Tapi mungkin laki-laki itu hanya ingin menyenangkan hati Yiseo, Doyoung tidak tahu.
"Yaa kan pamaan, coklat memang makanan terenak. Tapi tidak tidak, semuaaa masakan buatan Mama enak." Gadis itu berbicara begitu semangat, tadi dia mengangguk setuju tapi kemudian menggeleng. Doyoung benar-benar geli dengan tingkah putrinya itu, mulutnya manis betul seperti makanan kesukaannya.
"Jadi ingin apa?"
"Roti coklat dua, dan Pie buah."
"Oke." Doyoung mengambil roti dua, dan pie seukuran piring satu. Lalu dia menambahkan muffin dan beberapa kue kering. Justin tidak terlalu memperhatikan Doyoung, dia sibuk mengobrol dengan si kecil Yiseo. Tapi ketika Doyoung menyerahkan pesanannya, keningnya mengernyt heran.
"Sisanya anggap saja bonus," ucap Doyoung menjawab kebingungan laki-laki itu.
"Berapa?"
"Gratis untuk hari ini."
"Heyy, yang benar. Tambahannya saja terlalu banyak."
"Oh anggap saja untuk ucapan terima kasih yang semalam, kau juga memberikan banyak bingkisan."
"Jangan begitu, aku memilih banyak."
Justin mengambil beberapa lembar uang di dompetnya, meskipun Doyoung menggeleng tidak mau menerimanya. Hal itu membuat Justin meletakan uangnya di meja lalu buru-buru berlari pergi.
"Hey Justin!" teriak Doyoung, tapi diabaikan oleh laki-laki itu.
Sebelum pergi dia sempatkan dirinya mengusak surai Yiseo.
"Dadah Yiseoo."
"Dadaah Paman Justin!!" balas Yiseo seraya melambaikan tangannya. Justin tersenyum melirik gadis itu, lalu tertawa kecil melihat Doyoung yang mengembungkan pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
begin again
FanfictionSeseorang yang mirip dengan Papa muncul, tapi situasinya tak lagi sama. .. Warn : jeongbby au, bxb, missgendering