tujuh

334 49 5
                                    





Tiga tahun lalu





"papaa papaa huhu.."

Kim Doyoung mengesah pelan, dengan sisa-sisa tenaga yang ada dia berdiri mengangkat putrinya dalam gendongan, menimangnya yang menangis terus-menerus. Badannya panas karena demam, salah siapa tentu saja salah dirinya. Dia yang lebih dulu sakit sampai putrinya ikut demam. Sesekali Doyoung membenarkan maskernya yang melorot.

"mamaa, papaa.."

"Iya sayang, sebentar lagi papa pulang." Doyoung berbicara dengan suara sengau. Sebelah tangannya mengusap punggung Yiseo tapi dia masih saja menangis.

Kepalanya pusing, tangannya perlahan kebas karena terlalu lama menggendong putrinya yang semakin berat di usianya yang masuk tahun ke-tiga. Tapi Doyoung berusaha menahannya. Sampai suaminya pulang, barulah Doyoung bisa bernapas lega. Dengan sigap dia mengambil Yiseo dalam gendongannya. Doyoung mendudukkan dirinya di sofa, kepalanya semakin pening tak kuat lagi untuk berdiri.

"papaa yiceo atit huhu."

"Iya sayang."

Jeongwoo menggendong Yiseo dengan sebelah tangannya, sebelahnya lagi dia ulurkan untuk menangkup pipi Doyoung, kemudian beralih menyentuh keningnya.

"Sudah minum obat?" tanyanya, Doyoung langsung mengangguk cepat. Laki-laki itu kemudian masuk ke kamar bersama Yiseo dalam gendongannya, lalu tak lama kembali ke ruang tamu membawa selimut tebal. Dia menyelimuti Doyoung yang sudah jatuh berbaring di atas sofa. Yiseo dalam gendongannya sudah hampir tertidur.

Ketika gadis kecilnya sudah benar-benar tertidur, Jeongwoo membawanya ke kamar, menarik selimut menutupinya, memastikan kehangatan selalu bersamanya. Dia kembali ke ruang tamu dengan kompres demam, menempelkannya di kening Doyoung. Laki-laki mungil itu membuka matanya yang berat, suaminya masih mengenakan kemeja kantornya, dia bahkan belum menaruh bokongnya sejak pulang tadi. Tangannya menyelinap masuk ke dalam selimut, mengecek suhu tubuhnya.

"Badanmu berkeringat, mau ganti baju?"

Doyoung cuma mengangguk, sejujurnya dia juga tidak nyaman, niatnya memang ingin mengganti pakaian setelah pusingnya jauh lebih reda. Doyoung pikir suaminya hanya mengambil baju ganti, tapi dia membawa sebaskom air hangat dengan kain lap.

"Aku cuma mau ganti baju," protes Doyoung tapi sama sekali tak diindahkan oleh suaminya.

Dia melepas masker yang dikenakan Doyoung sejak tadi, mengusap wajah mungilnya dengan telapak tangan besarnya yang basah secara perlahan. Kemudian mengelap badan Doyoung seluruhnya dengan lap basah.

Setelahnya, bukannya pergi membersihkan diri, dia malah menyelipkan lengannya di punggung dan belakang lutut Doyoung. Mengangkut tubuh kecilnya yang begitu ringan.

"Kita pindah ke kamar, sayang."

Lelaki mungil itu menggeleng lesu, meskipun hasilnya percuma. Jeongwoo tetap membawanya ke kamar, merebahkannya di kasur yang empuk.

"Tidak mau, aku tidak mau satu kamar dengan Yiseo. Biarkan aku tidur di sofa."

"Flu-nya tidak akan menular, Yiseo itu kuat. Yang ada badanmu yang jadi sakit nantinya."

"Tapi kan.."

"Sshh, nanti Yiseo bangun."

Doyoung hanya bisa menekuk bibirnya ke bawah, suaminya tersenyum seraya membenarkan letak selimut, memberikan kecupan singkat di pipi sebelum dia kembali beranjak untuk membersihkan diri.





____







Malam ini suaminya akan berangkat ke Jeju, demam Yiseo sudah turun, begitupun dengan Doyoung. Tapi meskipun begitu kepala Doyoung masih pening, apalagi mendengar Yiseo yang tak mau berhenti menangis karena sang Papa sudah berpakaian rapi. Bayi kecil itu tau dia akan ditinggal, dan terus merengek pada Jeongwoo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

begin againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang