lima

242 48 2
                                    

Haruto adalah teman baik suaminya. Hubungan keduanya layaknya saudara kandung meskipun tak ada hubungan darah yang mengikat. Maka ketika suaminya meninggal, dia mengisi kekosongan yang ada, bukan sebagai pengganti, tapi berusaha mengisi sosok ayah untuk Yiseo. Dia sudah menganggap Yiseo seperti anaknya sendiri.

"Kenapa Ayah tidak bilang sudah sampai, nanti Yiseo dan Mama akan menjemput Ayah." Putrinya bahkan bergelayut manja sejak kedatangan Haruto tadi, membuat Doyoung menggeleng dibuatnya.

"Sudah terlalu malam, Mama Doyoungie kan lelah."

"Yiseo, biarkan Ayah beristirahat dulu," omel Doyoung, gadis kecilnya sama sekali tidak mau lepas dari Haruto bahkan ketika laki-laki itu duduk di sofa. Yiseo tetap duduk nyaman di pangkuan Haruto, tak membiarkan laki-laki itu beristirahat.

"Mama kenapa marah-marah begitu, ayah saja tidak marah."

"Iya, Ayah tidak keberatan sama sekali," timpal Haruto, membuat Yiseo tersenyum kemenangan pada sang Mama yang tengah mengembungkan pipi.

"Hah.. terserahlah." Doyoung sudah pasrah dibuatnya. Sambil memangku Yiseo, Haruto membuka isi koper yang dibawanya, itu menjawab pertanyaan Doyoung tentang kenapa laki-laki itu membawa koper yang besar, padahal beberapa pakaiannya ada di sini.

"Ini titipan dari halmeoni Kim dan halmeoni Park."

"Woaahh.. ini manisan kesukaan Yiseoo!!"

"Ehh, eomma Park sedang di Seoul?" Doyoung membulatkan matanya, sudah cukup lama dia tidak mendengar kabar tentang mertuanya, terlebih mereka tidak tinggal di Korea.

"Iya, dia juga menanyakan kapan Yiseo berkunjung."

Gadis kecil yang tadi sibuk mencoba membuka sekaleng manisan kini mengalihkan atensinya penuh pada sang Mama. "Yiseo juga kangeen halmeoni Park, halemoni Kim dan semuanya, ayo Mama kapaan main?!"

"Nanti kalau Yiseo libur sekolah," jawab sang Mama.

"Masih lama ya," gadis kecil itu berujar lesu. Haruto dengan gemas menarik pipi gembulnya.

"Besok kita hubungi halmeoni oke, Yiseo bisa berbicara sepuasnya nanti," kata Haruto.

"Yeaay.. Okee!!" Gadisnya berteriak, melompat-lompat kesenangan.

Doyoung hanya menggeleng, sudah larut malam tapi putrinya sama sekali tidak kehabisan energinya.





...





Ketika putrinya sudah terlelap, Doyoung menghampiri Haruto yang berada di dapur. Laki-laki itu sudah jauh lebih segar, rambutnya masih agak basah, pakaiannya sudah berganti dengan kaos yang nyaman. Dia duduk di meja makan dengan secangkir teh di hadapannya. Doyoung duduk di sebrangnya membuat laki-laki itu mendongak, mengalihkan atensi dari ponselnya.

"Kapan eomma Park pulang?" tanya Doyoung penasaran. Mertuanya itu memiliki jantung yang lemah, semakin parah ketika kabar duka datang dari putra semata wayangnya. Maka sejak saat itu beliau fokus pada penyembuhannya di Jepang.

"Seminggu lalu mungkin, sejak kondisinya membaik. Dia sudah bertemu orangtuamu loh, mereka tidak memberi kabar?" Doyoung cuma menggeleng, dia akui akhir-akhir ini sangat jarang memegang ponsel.

"Eomma mengatakan ingin ke Jeju, tapi aku tidak tau kapan."

"Aku rasa itu bukan ide yang bagus. Aku khawatir dengan kesehatannya apalagi jika dia bertemu dengan Justin."

"Justin?" Haruto mengangkat sebelah alisnya, nama yang jelas asing baginya.

"Oh.. tetangga baru yang aku bilang mirip dengan Jeongwoo."

begin againTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang