Suara retakan terdengar dari sudut kota. Bunyi yang awalnya hanya seperti ranting patah yang terinjak, semakin lama semakin keras, seperti sebuah pohon yang tumbang – tidak, lebih seperti sebuah ban yang meledak dari truk roda delapan.
Nara berlari dengan napas yang tidak karuan menjauhi arah datangnya suara tersebut.
“Arr, kecepatan berapa yang masih bisa kau kendalikan?” Arthur bingung dengan pertanyaan Nara yang tiba-tiba dan napas tersengalnya.
“Kenapa? Ada apa?”
“Kita harus bergerak secepat yang kau bisa. Di ujung jalan sana aku mendengar suara debuman. Jalanan retak menjebloskan banyak orang dan bangunan ke dalam lubang.”
Tidak ada pertanyaan tambahan setelahnya, Arthur segera menghidupkan motornya dan berusaha menarik gas agar mereka menjauhi jalan tersebut. Sudah tiga kilometer mereka menjauhi sumber suara, namun nasib sial tidak pernah tercetak pada kalender. Di depan sana jalan sudah berlubang, seperti sebuah terowongan vertikal yang siap sedia menelan puluhan – bahkan ratusan orang ke dalamnya.
“Sial. Buntu.”
Nara turun dari motor, berjalan perlahan menuju pinggir jurang dan memerhatikan kondisi jurang di depan sana. Gelap. Hanya itu yang dapat Nara deskripsikan dari kondisi terowongan tersebut sejauh matanya memandang. Sebentar, Nara menangkap sesuatu yang terlihat mengganjal perasaannya.
“Arr tolong ke sini.”
Arthur bergerak menuju tempat di mana Nara berada. Ia melihat pinggir terowongan yang tidak biasa. Sudutnya terlihat rapi, seperti sudut pada gelas di rumahnya. Terowongan tersebut berbentuk bulat sempurna, tidak seperti retakan longsor dengan permukaan dan bentuk yang berantakan.
“Kita punya kecurigaan yang sama enggak, Ra?”
Nara melihat Arthur dengan dahi berkerut, “Enggak terlihat seperti bencana alam, kan?”
“Kau penasaran?” ucap Arthur menaikkan kedua alisnya.
Segera Nara menggelenh cepat, “Jangan gila Arr. Setidaknya bukan sekarang.” Nara melangkah mundur seolah membaca isi kepala dari sahabat gilanya itu.
“Ayo lah, lagi pula kita sudah terjebak. Kau mau kembali ke belakang?”
Nara terlihat ragu melihat kondisi perkotaan yang cukup berantakan dan semakin sepi di belakang sana – terlihat seperti tidak berpenghuni. “Lalu kita harus apa?”
“Lompat?”
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN NEGERI NURANUSA
Science FictionRetakan bermunculan di selusuh penjuru kota. Suara debuman muncul dari sisi kota yang lain. Itu bukan gempa bumi, melainkan sebuah lingkaran raksasa yang mampu menjebloskan puluhan - bahkan ratusan penduduk serta rumahnya. Arthur dan Nara yang penas...