“Lompat?”
“DEMI TUHAN, ARTHUR! AKU MEMANG DEPRESI TAPI AKU MASIH MAU HIDUP.”
Arthur menutup kedua telinganya ketika mendengar sahabatnya itu meninggikan suara. “Jangan teriak dulu, kau lihat dinding terowongan itu. Sangat rapi, seperti sengaja dibangun sebagai akses masuk ke suatu tempat.”
Nara kembali mendekat dan memerhatikan dinding lorong tersebut untuk kali ke dua. Sejak awal ia menaruh rasa curiga pada terowongan ini, dinding yang rapi tersebut sudah ditangkap oleh indera penglihatannya. Ia penasaran, tetapi ia tidak ingin mati muda.
“Lompat?” tanya Arthur lagi.
“Kau bisa tenang dulu?”
“Ayo, sama aku.”
“Justru karena kau.”
“Memangnya aku pernah membahayakanmu selama ini?
“Enggak, tapi nyaris berbahaya sangat sering.”
“Kapan?!”“Tanya seseorang yang pernah membawaku kebut-kebutan dan menyalip tiga buah truk tronton.”
“Yaaa oke oke, baiklah aku beri waktu 10 menit untuk kau berpikir.” Arthur menyerah. Karena selama 19 tahun mereka berteman ia tidak pernah menang jika berdebat dengan Nara, kecuali dalam perlombaan debat.
Nara bangkit dari posisinya, berjalan melihat kondisi terowongan dari sisi yang lain. Dahinya berkerut, matanya menyipit mencoba melihat ke dalam terowongan walau tetap tidak akan melihat apa-apa.
Ia mencoba menajamkan pendengaran ke arah terowongan, berharap mendengar suara yang cukup meyakinkannya untuk turut serta pada keputusan yang Arthur ajukan.
“Gimana, udah 10 menit Ra?” ucap Arthur tak sabar.
“Motormu bisa ikut turun enggak?”
“Mana mung-“
“Kau saja yang lompat kalau begitu.”
“Aiiish kau ini, suka sekali memberi pilihan sulit." Arthur berjalan ke arah terowongan mencoba melihat seberapa landai dinding terowongan tersebut. Sesekali Ia mengembuskan napas berat, mana mungkin motornya bisa bergerak pada dinding vertikal.
“Kalau tidak salah, kau pernah menjadi pengendara motor di acara Wall of Death saat SMA.”
“Dari semua pengalaman, kenapa kau mengingat yang itu?”
“Entahlah, aku rasa momen yang pas untuk aku bahas kembali.” Nara tergelak sembari memasukkan kedua lengannya di saku.
Arthur berjalan mundur menjauhi pinggir terowongan. Ia kembali pada motornya sambil mengingat-ingat teknik apa yang Ia gunakan saat itu. Wajar bila Arthur melupakannya, itu terjadi hampir delapan tahun yang lalu dan Ia tidak pernah lagi turut serta dalam acara gila itu.
“Bagaimana?” Tanya Nara yang bersiap untuk duduk pada posisi penumpang.
“Jika terjun bebas, jangan pernah mengumpat padaku. Aku sudah tidak pernah berlatih sejak delapan tahun lalu.”
“Ya ya ya. Jika aku mati, aku akan menghantuimu sepanjang waktu.” Ucap Nara saat duduk di posisi penumpang.
Arthur mulai menyalakan motor, bergerak menjauhi terowongan untuk mengambil ancang-ancang. “Pegangan bodoh!” ucapnya saat Nara mengangkat kedua tangannya ke udara. Gas sudah ditarik, mereka siap untuk kejadian selanjutnya.
Semoga saja mereka tetap hidup dan tidak menyesali keputusan gila itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN NEGERI NURANUSA
Science FictionRetakan bermunculan di selusuh penjuru kota. Suara debuman muncul dari sisi kota yang lain. Itu bukan gempa bumi, melainkan sebuah lingkaran raksasa yang mampu menjebloskan puluhan - bahkan ratusan penduduk serta rumahnya. Arthur dan Nara yang penas...