03 : Meet

235 30 21
                                    

—–✧—–

--✧--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--✧--

Mataku mengerjap perlahan, mengumpulkan kesadaran yang telah hilang beberapa jam. Malam yang penuh misteri membuatku sedikit lelah berpikir, pusing, maka aku sengaja tidur lebih awal dari rekanku yang lain. Aku merubah posisiku untuk duduk di tepi kasur. Kuregangkan sedikit badanku, berharap pegal segera menghilang dari tubuh mungil ini.

Aku Mengusap wajahku kasar, rasa kantuk kembali menyerangku. Mungkin mandi adalah solusi terbaik, pikirku. Sebelum aku bangkit dari dudukku, aku teringat jika hari ini adalah hari dimana pasar mingguan yang populer di kawasan ini dibuka. Seperti yang diinformasikan melalui media, pasar tersebut menyajikan berbagai street food yang memanjakan mata dan perut. Wah, Idaman para pemburu kuliner sepertiku!

Mataku berbinar kala membayangkannya. "Jaa~! Bukankah itu cocok untuk menyegarkan pikiranku," gumamku dengan senyuman gembira yang merekah.

Baiklah, meninggalkan tempat penyelidikan sejenak bukanlah hal yang salah, kan? Tidak juga dikatakan angkat tangan dari kasus ini, sih. Lagipula aku akan pergi kesana jika penyelidikan hari ini telah mencapai target. Toh, aku pun bebas meminta ijin kepada kepala divisi. Dia tidak akan berani mengancamku lagi kali ini.

Setelah bersiap diri untuk menjalani penyelidikan kali ini, aku beranjak menuju ruang makan bersama kepolisian. Sebagai markas sementara, para penyelidik beristirahat di kantor kepolisian daerah yang jaraknya cukup dekat dengan TKP.

Kali ini aku menggunakan pakaian kasual sopan dengan polesan makeup tipis yang memberi kesan segar 'flawless' pada wajahku. Tak lupa dengan id card yang menggantung di leher.

Selama aku berjalan menuju ruang makan bersama untuk memenuhi hasrat perutku, aku tak henti-hentinya disapa oleh para rekan penyelidik kasus ini. Padahal mentari baru saja muncul seutuhnya, namun semuanya sudah bersedia untuk melanjutkan penyelidikan.

Aku memasuki ruang makan bersama anggota kepolisian yang masih terlihat asing bagiku. Saat mataku menelisik suasana ruangan ini, sudut mataku menatap sosok pak kepala divisi bersama seorang lelaki sedang memandangku. Setelah kemudian, pak divisi menyuruhnya untuk menghampiriku.

Lelaki yang tadinya berdiri di samping kepala divisi memiliki postur tubuh yang gagah dan tinggi atletis, tampan namun ekspresi mukanya datar, berambut merah gelap berantakan seakan memberi kesan lebih tampan pada wajahnya, dan menggunakan seragam sekolah dilengkapi dengan tanda nama—Lee Jihoon.

Mataku mendelik saat menyadari siapa lelaki itu. Tubuhku menegang, reaksi atas keterkejutanku terhadap kedatanganya. Karena ini pertama kalinya aku bertemu lagi dengannya setelah 2 tahun berjalan.

Aku sangat mengenalnya. Dia adalah Lee Jihoon—temanku saat aku menduduki bangku SMP, bahkan bisa dibilang sebagai teman dekat. Tentunya karena hanya dia yang dapat meyetarakan kecerdasanku. Dia adalah rekanku yang sering bekerjasama dalam eksperimen dan penelitian sains, melakukan perdebatan dengan guru terkait pelajaran, dan rival beradu kecepatan mengerjakan soal matematika sulit.

𝐖𝐇𝐎'𝐒 𝐓𝐇𝐄 𝐆𝐄𝐍𝐈𝐔𝐒, 𝐥𝐞𝐞 𝐣𝐢𝐡𝐨𝐨𝐧 × 𝐟𝐞𝐦! readerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang