Akhir pekan dimulai. Weekdays kemarin benar-benar payah. Tidak ada yang spesial, tapi banyak hal membuatku kesal. Orang-orang di GoldenCo masih bersikap jahat padaku—seperti biasa.
Mungkin mereka akan berubah kalau penampilanku juga berubah. Pikiran itu
mau tak mau membuatku murung, entah sudah keberapa kalinya. Aku berhenti berhitung di angka 87. Kenapa sih dunia selalu memandang dari sisi terluar?Sabtu pagi ini aku tak banyak melakukan aktifitas kecuali mencuci pakaian yang
sengaja kukumpulkan selama seminggu. Sebenarnya nanti Hana mengajakku quality time.Beberapa waktu terakhir kami jarang menghabiskan waktu bersama karena
kesibukan masing-masing. Hana bekerja di sebuah agensi besar yang menaungi model- model ternama, jadi tidak heran jika dia termasuk orang yang fashionble.Ngomong-ngomong, aku tak pernah keberatan menghabiskan waktu bersama
sahabat pirangku itu kalau aku yang menentukan kegiatan yang akan kami lakukan. Masalahnya, quality time dalam pengertian seorang Hana Anderson adalah tentang seberapa banyak menghamburkan uang di pusat perbelanjaan. Hal yang menurutku jauh dari menyenangkan.Dia tidak membelinya karena butuh, tetapi lebih untuk memuaskan keinginanya. Aku tidak benci shopping. Aku hanya benci menjadi pusat perhatian. Satu-satunya hal yang bisa kusebut sebagai kelebihan dalam diriku adalah lemak. Para wanita biasanya
bergidik ngeri dan cowok-cowok memalingkan muka. Tapi yang terburuk di antara yang buruk adalah senyum kasihan.Aku tak menyangkal jika hidupku mengenaskan. Tapi jangan pernah mengasihani aku—saat ini—aku sungguh tidak membutuhkannya.
“Aku lupa, seharusnya tadi membeli tas carrier. Lusa Ben mengajakku hiking.”
Dia terlihat menderita atas kalimatnya barusan. Oh, sekarang kami telah berada di restoran Korea setelah aku membuntuti Hana memenuhi hasrat berbelanjanya, yang malah terlihat seperti melakukan penyisiran. Aku tidak berlebihan, demi tuhan store demi store dia kunjungi tanpa merasa lelah.
“Vee, apa perlu kita balik lagi?” tanyanya ragu.
Aku melotot, “Tidak!”
“Tapi…”
“Kau sudah punya okay? Beli dua bulan lalu bersamaku, dengan alasan yang sama.”
“Uh-huh, hanya saja… kau tau…” dia mulai beralasan oh aku yang paling tahu
caranya merayu, “aku belum memiliki yang berwarna pink atau warna cerah lainnya. Aku melihat di social media—”“Hana,” sekali lagi aku menyela, apapun kulakukan agar ia berhenti merengek
kembali ke mall sekalipun dengan uangnya sendiri, “Aku tau uangmu lebih dari cukup untuk membeli lima tas sekaligus, tapi kau sudah punya, apapun warna tasnya tidak akan terlihat saat kau mulai mendaki. Itu—tasmu—akan berada di punggung jadi lebih baik alihkan ke hal lain.”Dia terlihat memikirkan saranku, “Kau benar, bagaimana kalau sepatu?”
Kuangkat kedua tanganku isyarat menyerah. Sungguh aku tidak ingin kembali ke sana. Jaraknya cukup jauh meski kami menggunakan kendaraan pribadi. Kalau aku boleh mengatakan alasan utamanya adalah malas. Mall selalu lebih padat saat akhir pekan.
“Um Hana… aku punya ide lain. Bagaimana kalau giliranmu yang menemani aku? Temani aku membeli buku.”
“Tak masalah, setelah membeli sepatu kita ke—”
“Bukan-bukan... tidak perlu ke sana. Di ujung jalan situ ada toko buku langgananku.
Koleksi novelku sudah habis jadi—”
“Oh no thanks.” Hana bergidik ngeri, dia sangat tidak menyukai buku atau berada di rak-rak dengan koleksi buku yang tebal, “tapi, sebagai gantinya dan untungnya di dekat toko kesayanganmu itu... ada toko sepatu yang belum pernah kukunjungi. Setidaknya aku harus memastikan sesuatu.”
“Bukan ide buruk.”
Kami berpisah, Hana menuju toko sepatu sedangkan aku ke toko buku. Freddie—
pria paruh baya sang pemilik toko—menyapa begitu aku membuka pintu. Kami saling mengenal sejak aku pindah ke kota ini.Setiap pulang kerja—kalau sempat—aku pasti mampir untuk membeli sesuatu
untuk di baca di akhir pekan. Kebetulan juga putra semata wayangnya—Ian— adalah temanku saat kuliah dan pertemanan kami berlanjut sampai sekarang.“Halo Verona. Tidak biasanya kau berkunjung di hari sibuk seperti ini.”
Aku menanggapi tak kalah ramah, “Ya paman, hari ini agak luar biasa.”
“Selamat memilih kalau begitu. Buku baru di sebelah timur, aku belum sempat
menatanya.”Aku mengangguk dan tersenyum sambil berlalu, seolah aku bisa membaca arah
mata angin saja.Tak ada yang tahu betapa asyiknya aku, kalau sudah tenggelam diantara rak-rak
buku ini—pemilik toko pengecualian—sesuatu yang lebih suka kulakukan sendirian.Sadar jika aku bakal lupa waktu, maka kuputuskan untuk menyuruh Hana pulang lebih dulu meski itu berarti aku harus memesan taxi nanti.
.
.
.
🌸🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Lose You To Love Me
RomanceHer name is Verona Stewart🌹 . . . Cintai dirimu sendiri sebelum kauputuskan untuk mencintai orang lain🥀